Kantin Sekolah Adalah Penyelamat Guru yang Gajinya Rata dengan Tanah

Kantin Sekolah Adalah Penyelamat Guru yang Gajinya Rata dengan Tanah

Kantin Sekolah Adalah Penyelamat Guru yang Gajinya Rata dengan Tanah (unsplash.com)

Kantin sekolah akan terus jadi oase sederhana di tengah padang pasir kehidupan para guru yang serba pas-pasan.

Di antara sekian banyak problem pendidikan di negeri ini, gaji guru yang “rata dengan tanah” adalah salah satu topik klasik yang tak kunjung selesai. Setiap tahun ada janji kesejahteraan, ada program ini itu, tapi realitanya banyak guru masih harus jungkir balik untuk sekadar bertahan hidup.

Bahkan di tahun ini, banyak guru hanya bisa geleng-geleng saat melihat pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pengadaan papan interaktif di berbagai sekolah. Iya, kami heran, ternyata anggaran untuk pendidikan ini ada, tetapi isu kesejahteraan guru tetap luput dari perhatian. Seolah-olah guru cukup diberi semangat dan pelatihan daring, tanpa perlu dipikirkan isi dompetnya.

Dan ketika harus bertahan di situasi seperti ini, salah satu penyelamat mereka tentu saja bukan pemerintah, tapi kantin sekolah. Iya, kantin sekolah adalah oase sederhana di tengah betapa tipisnya gaji seorang yang bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Mari membandingkan

Di daerah saya, ketika harga gorengan di luar sudah seribu rupiah, kantin sekolah masih setia menjual dengan harga lima ratus. Tentu saja kualitasnya lebih mungil. Tapi setidaknya, perut tetap terisi dan dompet tidak langsung jebol. Sehingga hidup masih bisa berjalan sampai akhir bulan, meski dengan langkah terseok-seok.

Selain itu, untuk es teh, harganya masih di kisaran tiga ribu rupiah saja. Pokoknya dengan sepuluh ribu sudah bisa makan kenyang plus minum. Bandingkan dengan kalau jajan di luar sekolah, jumlah segitu jelas tidak cukup. Di tempat lain pun saya kira kondisinya hampir sama, sehingga kantin sekolah tetap jadi pilihan paling ramah di kantong.

Bayangkan, dengan gaji yang kadang hanya cukup untuk hidup setengah bulan, guru harus menyiasati kebutuhan harian. Dan kantin sekolah hadir sebagai solusi. Sepotong tempe goreng, segelas teh hangat, plus sepiring nasi kucing ala kantin sudah cukup mengembalikan energi. Murah meriah, tapi menyelamatkan.

Kantin sekolah lebih dari sekadar tempat jajan

Kantin sekolah bukan hanya soal harga murah. Di sana, guru bisa melepas penat setelah jam pelajaran. Duduk sebentar, ngobrol santai, sambil menikmati bakwan hangat yang baru saja diangkat dari wajan. Yah, mungkin ini yang dimaksud meaningfull learning dalam pembelajaran mendalam itu.

Kantin sekolah, dengan segala kesederhanaannya, tetap terjaga oleh standar kebersihan minimal. Paling tidak, pedagang tahu siapa yang jadi pelanggan. Kalau sampai ada guru keracunan gara-gara bakso tusuk basi, bisa-bisa satu sekolah demo. Tidak seperti berita MBG di beberapa tempat, saya belum pernah menjumpai kasus keracunan di kantin sekolah. Meski murah, kualitasnya masih bisa diandalkan.

Tempat bertahan dan berdaya

Bagi sebagian guru, kantin bukan cuma tempat jajan, tapi juga tempat bertahan. Ada yang menitip jualan, ada yang bantu cuci piring, bahkan ada yang sesekali ikut bantu masak. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong, bukan karena ingin kaya, tapi karena ingin tetap bisa mengajar tanpa harus kelaparan.

Kantin sekolah juga jadi ruang sosial yang penting. Tempat di mana guru bisa merasa setara, bisa tertawa, dan bisa mengeluh tanpa takut dinilai. Mungkin pemerintah tidak sadar betapa pentingnya keberadaan kantin ini. Tapi bagi guru, kantin sekolah bukan sekadar tempat jajan. Ia adalah simbol bertahan hidup, tempat di mana gaji kecil bisa diubah menjadi energi besar untuk tetap mengajar.

Selama kesejahteraan guru masih sebatas wacana, kantin sekolah akan terus jadi oase sederhana di tengah padang pasir kehidupan yang serba pas-pasan. Jadi, lain kali kalau melihat kantin sekolah sederhana dengan jajaran gorengan setengah gosong, jangan buru-buru meremehkan. Bisa jadi, di situlah letak rahasia kenapa guru-guru kita masih bisa mengajar dengan senyum, meski gaji mereka lebih kecil dari cicilan iPhone terbaru.

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Maraknya Kasus Siswa Keracunan Makanan Bukti Bobroknya Kualitas Kantin Sekolah di Indonesia.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version