Pernah bisa bayangin kampus tanpa kantin? Nggak bisa karena ngerasa aneh? Nah, belum tau kampus saya aja kalian.
Kantin kampus memang dirancang untuk memudahkan para mahasiswanya dalam urusan perut. Rasanya ya aneh betul kampus tanpa kantin. Kayak sop sayur tanpa sayur ini mah.
Namun sayang seribu sayang, kampus saya ini nyatanya belum bisa memberikan salah satu fasilitas yang keberadaannya cukup penting bagi seluruh sivitas akademika universitas. Alasannya cukup sepele “karena gedung fakultas kita masih baru”. Dari sini terlihat letak kesalahannya, bangun gedung fakultas baru dengan megah tapi keberadaan kantin dilupakan begitu saja. Haduh, kesalahan yang cukup fatal.
Bisa dibayangkan bagaimana susahnya para dosen dan mahasiswa saat lapar, pingin membeli makanan dan minuman nggak ada kantin di kampus. Ya, Jalan satu-satunya. Kita harus keluar kampus dulu agar dapat makanan dan minuman. Sulit.
Daftar Isi
Kantin kejujuran, sebuah solusi (?)
Dari masalah tersebut, kemudian ada yang berinisiatif untuk membuat kantin kejujuran. Oke, satu masalah teratasi kini mahasiswa dan dosen nggak perlu keluar kampus untuk mencari-cari makan atau minum. Tapi sayang, kantin kejujuran itu ternyata bukan solusi. Justru malah menambah beberapa permasalahan baru seperti banyaknya kerugian yang dialami oleh para pedagang. Nggak heran sih, namanya juga kantin kejujuran. Tentu segala bentuk transaksi hanya Tuhan dan pembeli yang tau. Wkwkwk.
Jika saya telusuri ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya kerugian yang dialami oleh penjual kantin kejujuran. Apa saja?
Bobroknya beberapa sikap dan perilaku mahasiswa
Penyebab pertama kerugian yang dialami penjual kantin kejujuran di kampus saya, tidak lain karena sikap dan perilaku mahasiswa. Ya apa lagi kalau bukan ambil barang tapi nggak bayar?
Dari sini ternyata memang usia dan pendidikan bukanlah tolok ukur bagi seseorang untuk berperilaku jujur. Semestinya sekelas mahasiswa sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Tapi, mereka justru melakukan tindakan koruptif. Ini masih dilingkungan kampus, bagaimana jika di dunia kerja nanti? Angel, wes.
Penerapan kantin kejujuran memang haruslah diimbangi dengan lingkungan dan SDM yang bagus. Maka dapat dipastikan hasilnya akan baik pula sehingga tidak terjadi kerugian yang dirasakan.
Sikap dan perilaku mahasiswa ini tampaknya ada beberapa kategori. Ada yang memang sudah ada niat buruk nggak bayar dan ada pula yang awalnya sudah mau bayar tapi nggak jadi bayar. Sebab, di kantin kejujuran nggak ada penjaganya sehingga bayar harus menggunakan uang pas, karena nggak ada uang pas. Ditambah situasi mendukung untuk ambil tanpa bayar, akhirnya terjadilah aksi nakal ini oleh beberapa mahasiswa. Inilah yang dinamakan niat baik berujung buruk.
Beralih ke metode Qris sebagai alat transaksi bukanlah solusi!
Gara-gara banyaknya kerugian yang dialami penjual kantin kejujuran, ada beberapa pedagang yang mengganti transaksi secara tunai ke motode digital. Tujuannya untuk mengurangi kerugian yang selama ini dialami akibat hal-hal yang telah saya sebutkan di atas.
Duh, gimana ya.
Saya kurang tahu solusi ini berasal dari mana. Saya lalu berpikir apakah mungkin dengan mengganti transaksi pembayaran dengan menggunakan QRIS misalnya, bisa menjamin mengurangi kerugian penjual? Toh, sama juga nggak ada penjual atau petugas yang mengawasi.
Menurut saya ini bukan solusi yang tepat. Justru malah lebih mudah bagi beberapa mahasiswa yang nakal melakukan kecurangan. Tanpa scan kode QR, langsung ambil makanan atau minuman tanpa bayar terus pergi.
Itulah beberapa peliknya kantin kejujuran yang ada di kampus saya. Bukannya keuntungan yang didapat penjual, justru kerugian dengan nominal yang cukup tinggi yang dirasakan. Sudahlah, diperbaiki seperti apa pun cara transaksinya kalau mahasiswanya masih ada yang berperilaku nggak jujur sama aja bohong. Daripada memberbaiki hal yang jelas-jelas sulit diubah, mending bangun kantin baru yang ada penjual di dalamnya. Menurut saya jauh lebih baik dan kerugian bisa diminimalisir.
Atau bisa sih mengimbau untuk mbok ya jangan keterlaluan. Tapi namanya manusia, kalau bisa curang, kenapa tidak?
Penulis: Fitrotin Nisak
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kantin Kejujuran dan Perilaku Darmaji (Dahar Lima Ngaku Siji)