Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran rasanya akan kesulitan disuruh langsung “berlari”.
Indonesia telah sah memiliki presiden baru. Mayoritas masyarakat Indonesia tentu bersuka cita. Ya sudah pasti lah, kan mayoritas (58 persen) dari kita memilih Bapak Prabowo saat kontestasi Pilpres lalu. Maka dari itu saya ucapkan selamat kepada Bapak Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk 5 tahun mendatang.
Tak berselang lama setelah dilantik, Presiden Prabowo kemudian mengumumkan susunan kabinetnya yang terdiri dari total 109 menteri, wakil menteri, dan kepala badan yang akan mengisi 48 kementerian dan 5 lembaga setingkat kementerian. Jumlah tersebut tentu bertambah dari susunan kabinet Presiden Jokowi periode II yang hanya terdiri dari 34 menteri dan 14 wakil menteri.
Daftar Isi
- Kabinet “gemoy” Merah Putih berpotensi bikin gerak pemerintahan Presiden Prabowo lambat
- Kompleksitas birokrasi membuat kementerian tidak bisa langsung berlari
- Infrastruktur kelembagaan yang tidak siap
- Komunikasi dan koordinasi Kabinet Merah Putih yang tidak akan mudah
- Efisiensi yang sulit dicapai dalam waktu dekat
Kabinet “gemoy” Merah Putih berpotensi bikin gerak pemerintahan Presiden Prabowo lambat
Presiden Prabowo berdalih bahwa Kabinet Merah Putih yang “gemoy” ini merupakan bentuk tanggung jawabnya untuk menghadapi berbagai tantangan bangsa Indonesia yang luas. “Negara kita besar, Bung,” kata beliau. Tapi India bisa kok cukup dengan 77 jabatan setingkat menteri dan wakil menteri. Amerika Serikat yang juga besar malah cukup dengan 25 orang yang mengisi susunan kepala departemen dan setingkat dengannya.
Apa pun alasan lain dari susunan kabinet gemoy Presiden Prabowo, entah itu mengakomodasi kemitraan politik atau sejenisnya, susunan Kabinet Merah Putih akan membuat APBN Indonesia, khususnya terhadap belanja pegawai (gaji dan tunjangan para menteri) akan bertambah. Yah, mau dibilang boros anggaran, tapi kinerja mereka belum bisa kita justifikasi saat ini. Meski beberapa menteri kok sudah blunder dengan pernyataan-pernyataannya.
Tapi selain itu, tantangan lainnya tentu sudah bisa kita prediksi bahwa gerak pemerintahan Presiden Prabowo pada masa awal kepemimpinannya berpotensi besar akan menjadi sangat lambat lambat. Sekitar 34 menjadi 48 menteri, tentu butuh banyak penyesuaian agar kementerian-kementerian yang dibentuk benar-benar berfungsi sebagai lokomotif program-program pemerintah.
Nah, supaya kita bisa bersabar dengan potensi lambatnya Kabinet “gemoy” Merah Putih dari Presiden Prabowo, saya uraikan beberapa alasan yang membuat kesabaran kita setidaknya beralasan. Setidaknya jadi pereda misuh-misuh yang terlontar melalui mulut atau jari-jari kita di media sosial.
Kompleksitas birokrasi membuat kementerian tidak bisa langsung berlari
Saya mengutip cuitan dari Mbak Nabiyla Risfa Izzati di akun X-nya yang demikian:
“Bayangin, kementerian-kementerian yang dipisah ini, besok harus mulai: bagi-bagi gedung, bagi-bagi ATK, oper-oper orang, ganti kop surat dan bikin logo baru. Dah gitu acara sertijab + silaturahmi menteri wamen baru 7 hari 7 malam.”
Itu untuk hal yang sifatnya teknis sekali, lho. Misalnya soal administrasi, apabila status kementeriannya baru, harus bikin kode program baru gitu? Bikin kode satker baru? Daftar referensi baru? Pejabatnya bikin kontrak kinerja dengan nomenklatur baru? Bisa dibayangkan bagaimana ruwetnya transisi yang akan dihadapi tiap kementerian, kan? Dan hal itu akan dilalui oleh seluruh jenjang dan struktural kelembagaan.
Dulu sekelas NGO tempat saya bekerja saja transisi dari kepengurusan lama ke yang baru, bisa memakan waktu hampir satu tahun. Itu NGO, lho, gimana kalau kementerian?
Infrastruktur kelembagaan yang tidak siap
Imbas dari kompleksitas birokrasi membuat infrastruktur dari kelembagaan juga tidak akan segera siap. Infrastruktur di sini tentu mencukup infrastruktur fisik seperti kantor dan fasilitas pegawai lainnya. Selain itu jangan lupakan infrastruktur non-fisik seperti sistem manajemen, sistem kerja, maupun struktur kelembagaan.
Menambah kementerian berarti perlu membentuk struktur birokrasi baru, termasuk eselon dan pegawai, yang memerlukan waktu untuk beradaptasi. Proses ini akan mengganggu kinerja kementerian yang baru dibentuk atau dipecah karena adanya transisi internal yang tidak mulus.
Komunikasi dan koordinasi Kabinet Merah Putih yang tidak akan mudah
Saya masih ingat Presiden Jokowi dulu pernah mengeluhkan bagaimana sulitnya mengoordinasikan 34 kementerian yang ada. Saat ini dengan jumlah kementerian dan orang yang bertambah, tantangan koordinasi Kabinet Merah Putih tampaknya akan semakin berat. Terlebih kita semua tahu bagaimana kinerja kementerian/lembaga yang sering terdikotomi dan tidak terintegrasi satu sama lain.
Soal data saja, tiap kementerian punya versi datanya masing-masing. Apalagi ini belum soal regulasi, kebijakan, dan hal-hal strategis lainnya. Tentu berpotensi saling paradoks dan tumpang tindih bila tidak dilakukan koordinasi dengan baik.
Situasi tersebut tidak hanya memperlambat implementasi kebijakan, tetapi juga bisa menimbulkan konflik kewenangan di antara instansi terkait seperti yang sudah terjadi sebelumnya di beberapa bidang seperti lingkungan dan energi.
Efisiensi yang sulit dicapai dalam waktu dekat
Kalian sering lihat ketika semut mengerumuni gula? Nah, itu gambaran ketika sebuah kebijakan yang punya anggaran besar akan jadi rebutan oleh kementerian atau lembaga yang beririsan. Mereka akan saling berebut apalagi kalau menterinya itu tipe-tipe populis. Hal itu membuat efisiensi dari Kabinet Merah Putih jadi tantangan tersendiri.
Selain itu, efisiensi dalam penyelesaian masalah multidimensional di masyarakat juga memerlukan lebih banyak waktu dan sumber daya. Sebab, harus melibatkan lebih banyak kementerian. Belum lagi aspek keuangan dan pembiayaan, termasuk penggajian para menteri, wakil menteri, dan staf khusus, turut menjadi beban tambahan.
Dari gambaran itu saja, dapat dibayangkan kan akibat struktur yang gemoy ini, Kabinet Merah Putih akan kesulitan untuk segera bergerak cepat, efektif, dan efisien.
Melihat semua tantangan yang ada, tentu kita tidak bisa berharap bahwa Kabinet Merah Putih ini akan langsung berlari. Orang yang gemoy tentu akan ngos-ngosan apabila dipaksa untuk segera berlari kencang. Yang ada malah jatuh, lututnya cedera, dan bahkan bisa kena serangan jantung.
Maka dari itu, mari kita bersabar, berdoa, dan berharap Presiden Prabowo benar-benar menjalankan semua yang dikatakannya. Tapi kalau pada kenyataannya kesabaran kita tidak dijawab dengan kinerja baik oleh Kabinet “gemoy” Merah Putih ini, ya udah nggak apa-apa. Tugas rakyat kan memang begitu, bersabar dan berharap.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.