Lahir pada 2002, KA Tawang Alun menjadi satu-satunya kereta yang menghubungkan Kota Malang dan Banyuwangi, tepatnya berakhir di Stasiun Ketapang. Dulu, di tahun 1990-an pernah ada kereta namanya KA Rengganis yang rutenya lebih panjang sampai Kediri.
Sayangnya, pada 2002, perjalanan KA Rengganis berhenti dan tahun itu juga digantikan oleh kereta yang namanya diambil dari nama Raja Blambangan, Prabu Tawang Alun. Berarti, kereta api ini sudah kurang lebih 21 tahun mondar-mandir antara Banyuwangi dan Malang.
Pengalaman masa kecil
Saya ingat betul dulu waktu kecil sering naik kereta api ini ke rumah nenek di Banyuwangi. Cuma ada empat atau lima kereta ekonomi dan jalannya lambat banget, terutama di kawasan Gumitir yang bergunung-gunung.
Kenapa bisa lambat? Soalnya waktu itu Daop IX Jember sebagai pemilik KA Tawang Alun cuma punya lokomotif BB 301 atau BB 304 (saya lupa yang pernah bawa KA Tawang Alun yang mana) yang kurang begitu tangguh.
Ingat betul saya waktu itu begitu masuk daerah Gumitir, perbatasan Jember dan Banyuwangi, kereta ini melambat dan sering berhenti di stasiun-stasiun kecil yang statusnya cuma buat silang atau susul. Begitu sampai Stasiun Bangil buat putar arah lokomotif, waktunya lama banget, seingat saya sampai Malang saja sudah agak sore.
Kondisi saat ini
Sekarang, begitu Daop IX Jember dapat alokasi lokomotif yang jauh lebih tangguh sekelas CC 201, perjalanan Banyuwangi ke Malang mulai bisa lebih cepat. Kalau dari Stasiun Kalibaru (Banyuwangi) ke Stasiun Kalisat (Jember) banyak stasiun yang dijadikan tempat berhenti, sama lokomotif CC 201 ini KA Tawang Alun bablas Kalibaru-Kalisat. Keren, kan?
Sekarang, sampai Stasiun Malang (Kotabaru) lebih cepat, mau tahu sampainya jam berapa? Pukul 12.35 WIB, lumayan buat recovery tenaga saya begitu sampai rumah.
Baca halaman selanjutnya
Selain lebih cepat, KA Tawang Alun bisa menarik enam sampai tujuh kereta…
Selain lebih cepat, KA Tawang Alun dengan lokomotif lebih kuat ini bisa menarik enam sampai tujuh kereta, lengkap dengan kereta makan juga sehingga daya angkutnya lebih besar. Sayang, selama dua dekade ini, KA Tawang Alun cuma punya satu armada pulang-pergi, begitu sampai di Stasiun Malang Kotalama 12.50, kereta ini berangkat lagi 16.10 dan sampai Stasiun Ketapang di Banyuwangi 23.45.
Artinya, kalau mau ke rumah nenek saya, paling dekat Stasiun Kalisetail, sampainya 22.49 dan masih sambung perjalanan aspal kurang lebih satu jam. Benar-benar melelahkan.
Dulu pernah pergi ke Banyuwangi dan sampai sana sore. Saya terpaksa perjalanan aspal ke Stasiun Bangil, lalu sambung dengan KA Mutiara Timur, kebetulan berhenti di Stasiun Kalisetail.
Seharusnya armada KA Tawang Alun ditambah
Seketika saya berpikir, kenapa PT KAI enggak memfasilitasi KA Tawang Alun berangkat dengan dua armada dengan jam berangkat yang sama. Misalnya dari Stasiun Ketapang Banyuwangi dan Malang Kotalama sama-sama 05.15.
Padahal, selama pengamatan saya, KA ini baik arah Malang atau Banyuwangi enggak pernah sepi dan jadi moda transportasi andalan. Mungkin loh ya, PT KAI berpikir mending dari Banyuwangi yang berangkat lebih pagi, sedangkan dari Malang santai saja istilahnya.
Ini terbukti, waktu pulang ke Malang, saya bareng mahasiswa yang berangkat ke kota yang sama. Kalo sebaliknya, enggak ada mahasiswa yang berkuliah di Banyuwangi, kebanyakan pria atau wanita sudah nikah.
Dengan menyingkirkan alasan subjektif agar sampai rumah nenek nggak terlalu malam, saya mohon banget sama PT KAI untuk tambah satu armada lagi berangkat pagi dari sini.
Dari segi teknis, lokomotif perlu diistirahatkan dalam waktu yang lebih lama. Dari segi okupansi, enggak sedikit yang naik KA Tawang Alun ini. Kayak pengalaman sebelumnya, GAPEKA keluar setiap dua tahun sekali. Semoga di tahun ini ada kebijakan menambah satu armada untuk KA Tawang Alun.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kereta Api Sancaka: Nyaman dan Lebih Cepat dari Pesawat Udara