Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Otomotif

KA Kahuripan Adalah Kereta Murahan, yang Sekarang Menjadi Anak Tiri PT KAI: Gerbong Tua, AC Mati, Kursi Menyiksa

Marselinus Eligius Kurniawan Dua oleh Marselinus Eligius Kurniawan Dua
21 September 2025
A A
KA Kahuripan, Kereta Murahan yang Jadi Anak Tiri PT KAI (Unsplash)

KA Kahuripan, Kereta Murahan yang Jadi Anak Tiri PT KAI (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

KA Kahuripan. Nama indah. Puitis. Menggoda. Seakan membawa harapan hidup baru, kehidupan yang segar, perjalanan yang penuh makna. Namun, nyatanya, ia adalah anak tiri PT KAI.

Ya, begitu kaki menjejak di dalam gerbong, semua keindahan nama itu rontok. Yang tersisa cuma kursi keras, udara pengap, dan kesabaran penumpang yang terus dipaksa membusuk.

KA Kahuripan adalah anak tiri dalam keluarga besar PT KAI. Ia ada, berfungsi, tapi tak dianggap perlu dirawat lebih layak. PT KAI sibuk memamerkan Argo, Gajayana, Turangga, dan kereta-kereta berkelas yang mengilap dengan interior futuristik. Sementara Kahuripan dibiarkan menunggu cinta. Menunggu modernisasi. Menunggu janji manis yang tak pernah datang.

Wajah muram KA Kahuripan dalam rangkaian usang

Kursi ekonomi KA Kahuripan bukan lagi sekadar “ekonomi”. Dia lebih cocok disebut kursi penyiksaan. Dingin? Jangan harap. Sejuk? Mimpi. Pendingin udara memang ada, tapi tak jarang sekadar formalitas. Bau keringat penumpang jadi parfum alami. Ventilasi seperti paru-paru berdebu.

Rangkaian gerbong? Tua. Kusam. Jauh dari kata segar. Cat luar terkelupas, jendela penuh goresan, toilet yang sering lebih pantas disebut kandang becek. Jika manusia punya dignity, maka penumpang Kahuripan harus rela menanggalkan martabatnya begitu pintu gerbong menutup.

Ironi. Di negeri yang katanya bangga dengan perkeretaapian modern, masih ada gerbong yang bikin perjalanan lebih mirip hukuman ketimbang perjalanan.

Penumpang sebagai tahanan ekonomi

Mari jujur. Penumpang KA Kahuripan mayoritas bukan orang kaya. Mereka buruh. Mahasiswa. Perantau. Orang-orang yang memilih kereta ini bukan karena ingin, tapi karena terpaksa. Harga tiket murah jadi alasan. Tapi murah bukan berarti harus hina. Murah bukan berarti bisa diperlakukan seperti karung beras dalam kontainer.

Kahuripan adalah simbol. Simbol kelas bawah dipaksa menelan sisa, sementara kelas atas dimanjakan dengan segala kemewahan. Jika Argo itu hotel berjalan, maka Kahuripan adalah penjara beroda. Penumpang duduk berdempetan, ruang gerak minim, kenyamanan jadi barang mewah yang tak terjangkau.

Baca Juga:

Perjalanan Bersama Joglosemarkerto Mengubah Cara Saya Melihat Kereta Ekonomi

Sudah Saatnya KAI Menyediakan Gerbong Khusus Pekerja Remote karena Tidak Semua Orang Bisa Kerja Sambil Desak-Desakan

PT KAI seakan berpesan: kalau mau murah, ya jangan banyak gaya. Kalau mau nyaman, bayar lebih mahal. Mentalitas kapitalis yang dibungkus manajemen transportasi.

Modernisasi pilih kasih

Jangan bilang PT KAI tidak punya uang. Jangan bilang perusahaan sebesar itu tak mampu memperbarui gerbong Kahuripan. Buktinya, kereta-kereta kelas atas terus dipoles, diganti, diperbarui, bahkan dipromosikan besar-besaran. Lalu kenapa KA Kahuripan dibiarkan seperti kereta hantu yang berjalan demi formalitas?

Ada pilih kasih yang terlalu telanjang untuk disangkal. Kelas atas dapat prioritas, kelas bawah cukup puas dengan serpihan. Inilah wajah nyata pelayanan publik yang seolah-olah inklusif, padahal diskriminatif.

Jika bicara modernisasi perkeretaapian Indonesia, jangan bangga dulu. Karena di balik gemerlap Stasiun Gambir dan interior Argo Parahyangan, ada Kahuripan yang masih hidup di masa lalu.

Perjalanan bersama KA Kahuripan yang terlalu panjang untuk disiksa

Bayangkan. Perjalanan KA Kahuripan bisa belasan jam. Dari Bandung ke Blitar. Dari Blitar ke Bandung. Rute panjang. Waktu lama. Tapi fasilitas? Nol besar. Duduk di kursi keras berjam-jam. Tidur dengan tubuh melintir seperti huruf Z. Kaki pegal, punggung remuk, kepala pusing.

Ini bukan perjalanan. Ini ujian kesabaran. Penumpang seperti dipaksa menandatangani kontrak penderitaan begitu membeli tiket.

Nama “Kahuripan” yang berarti kehidupan malah berubah jadi ironi. Karena sepanjang perjalanan, yang terasa justru penyiksaan.

Toilet sebagai monumen ketidakpedulian

Tidak ada yang lebih dramatis daripada kondisi toilet KA Kahuripan. Bau menyengat, air sering macet, lantai becek, dinding penuh noda misterius. Masuk ke dalamnya, seolah masuk ke ruang pengakuan dosa. Semua penumpang terpaksa mengalahkan rasa jijik demi kebutuhan biologis.

Toilet Kahuripan adalah bukti nyata betapa PT KAI tidak peduli pada standar minimal kemanusiaan. Kalau saja direksi PT KAI mau mencoba perjalanan penuh di Kahuripan, mungkin mereka akan sadar bagaimana rasanya jadi penumpang yang dipaksa bertahan hidup dalam situasi tak manusiawi.

PT KAI dan cinta yang tak pernah turun di peron

Di brosur, PT KAI penuh janji. “Mengutamakan kenyamanan”, “Menghadirkan pelayanan terbaik”, dan “Transportasi berkelas dunia” Kata-kata manis. Tapi untuk KA Kahuripan, itu semua cuma gombal murahan.

Cinta PT KAI tidak pernah turun di peron Kahuripan. Dia sibuk singgah di kereta-kereta mahal. Dia lupa bahwa ada ribuan penumpang kelas bawah yang juga berhak dicintai. Yang juga berhak diperlakukan sebagai manusia.

Penumpang KA Kahuripan seperti pacar lama yang dilupakan. Dulu pernah dianggap penting, kini hanya sekadar ada. Masih dipakai. Masih dimanfaatkan. Tapi tak lagi dicintai.

Gerbong baru KA Kahuripan adalah mimpi yang terlalu mahal

Kapan KA Kahuripan mendapat rangkaian gerbong baru? Pertanyaan itu sudah jadi candaan di kalangan penumpang. Seolah menunggu hujan turun di tengah kemarau panjang. Seolah menunggu mantan yang tak pernah kembali.

Gerbong baru untuk Kahuripan terdengar seperti dongeng. PT KAI mungkin lebih memilih mengumumkan peluncuran kereta mewah baru daripada memperbaiki wajah muram Kahuripan. Padahal, gerbong baru bukan kemewahan. Itu kebutuhan dasar. Itu hak penumpang.

Simbol Ketidakadilan Transportasi

KA Kahuripan bukan sekadar kereta. Ia adalah simbol ketidakadilan. Simbol bagaimana transportasi publik di negeri ini masih berpihak pada kelas tertentu.

Kahuripan adalah luka. Luka yang terus mengingatkan kita bahwa di balik gemerlap pembangunan, masih ada sudut gelap yang sengaja diabaikan.

Menunggu cinta yang entah kapan

Pada akhirnya, Kahuripan tetap melaju. Setiap hari. Mengangkut ribuan penumpang. Dengan gerbong tua, kursi keras, toilet menyedihkan, dan udara yang pengap.

Dan penumpang tetap bertahan. Karena mereka tidak punya pilihan. Tiket murah adalah candu. Karena PT KAI tahu, seburuk apa pun kondisi Kahuripan, kereta itu akan tetap penuh.

KA Kahuripan terus berjalan. Menunggu cinta yang mungkin tak pernah datang. Menunggu PT KAI sadar bahwa murah bukan berarti murahan.

Tapi sampai saat itu tiba, Kahuripan akan tetap jadi kereta ekonomi yang lebih mirip keranda bergerak. Sebuah kereta yang namanya “kehidupan”, tapi isinya cuma siksaan.

Penulis: Marselinus Eligius Kurniawan Dua

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pengalaman Naik KA Kahuripan: Masih Saja Kecewa, padahal Sudah Pasang Ekspektasi Serendah Mungkin

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 21 September 2025 oleh

Tags: jalur KA KahuripanKA KahuripanKAIKereta Api Kahuripankereta ekonomipt kai
Marselinus Eligius Kurniawan Dua

Marselinus Eligius Kurniawan Dua

Guru yang baru terjun di dunia menulis. Gemar main game, jalan-jalan, dan kulineran. Suka membahas tentang daerah, sosial, ekonomi, pendidikan, otomotif, seni, budaya, kuliner, pariwisata, dan hiburan.

ArtikelTerkait

Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

25 Februari 2024
Senjakala Layanan Kereta Api Kelas Bisnis di Indonesia Semakin Terlihat Jelas, Tinggal Menunggu Musnah

Senjakala Layanan Kereta Api Kelas Bisnis di Indonesia Semakin Terlihat Jelas, Tinggal Menunggu Musnah

3 Desember 2024
4 Duka yang Dirasakan Penduduk di Sepanjang Rel Kereta Api . (Unsplash.com)

4 Duka yang Dirasakan Penduduk di Sepanjang Rel Kereta Api

18 Juli 2022
PT KAI Blacklist Pelaku Pelecehan Seksual. (Unsplash.com)

PT KAI Blacklist Pelaku Pelecehan Seksual, BUMN Lain Wajib Terinspirasi!

5 Juli 2022
Pengalaman Menggunakan Female Seat Map KAI Sejauh Ini: Hanya Menampilkan Penumpang Saat Berangkat dan Kecolongan Saat Ada yang Tukar Tempat

Pengalaman Menggunakan “Female Seat Map” KAI Sejauh Ini: Hanya Menampilkan Penumpang Saat Berangkat dan Kecolongan Saat Ada yang Tukar Tempat

25 Mei 2025
prameks MOJOK

Prameks, Kereta Api Andalan Warga Jogja-Solo yang Berulang Kali Revolusi

3 Juli 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.