KA Gaya Baru sekarang banyak berubah, lebih mewah dan elegan. Begitulah kesan saya setelah sekian lama kembali menaiki kereta Gaya Baru yang dulu terkenal dekil dan jalannya lambat. Sekilas info, KA Gaya Baru Malam Selatan (GBMS) itu dulunya adalah simbol perantau sejati. Kereta ekonomi yang setia pada semboyan murah, jauh, dan bikin pantat kebas.
Yah, seperti kereta ekonomi pada umumnya, kursinya tegak lurus 90 derajat. Seolah mengajarkan disiplin militer selama 14 jam perjalanan dari Surabaya ke Jakarta. Ini bukan cuma kursi, ini adalah sekolah kehidupan, belajar bertahan hidup di antara tumpukan barang dan siku tetangga yang asing.
Namun, kini zaman sudah berubah. KA Gaya Baru yang legendaris itu dipaksa glow-up total. KAI, dalam upayanya yang tak pernah lelah untuk membuat semua orang merasa nyaman dan pastinya membayar lebih, meluncurkan GBMS New Generation. Ini adalah sebuah pertobatan massal dari dosa kursi 90 derajat.
Revolusi kursi dan pintu yang memutus rantai penderitaan
Dulu, kursi KA Gaya Baru berformasi 3-2 dan saling berhadapan, sebuah desain yang memaksa kita berinteraksi dan bertatap mata dengan orang asing. Kursi inilah yang membentuk karakter siapa yang kuat menahan pegal, dialah yang menang.
Sekarang? Halah. Kursi New Generation formasi 2-2. Tempat duduknya dipangkas dari 106 menjadi 72. Kursinya pun sudah captain seat, bisa diatur kemiringannya dan yang paling gila, bisa diputar. Fantastis sekali!
Ini belum seberapa. Dulu, jika mau pindah gerbong, kita harus berhadapan dengan pintu lipat baja yang beratnya minta ampun. Kita harus mengerahkan tenaga Samson untuk menggeser pintu itu, sambil berharap jari tidak terjepit. Aksi ini menciptakan drama, siapa yang kuat dan berani membuka pintu.
Kini? Semua hilang. Pintu antargerbong sudah otomatis, cukup dipencet. Hilang sudah kesempatan untuk pamer otot dan berinteraksi fisik dengan benda mati. Perjalanan Surabaya-Jakarta yang dulunya adalah arena pertarungan fisik dan mental kini berubah jadi sesi healing yang damai. Ini namanya pengkhianatan terhadap sejarah perantauan.
Harga tiket dan status sosial yang sok elit
“Ada harga, ada rupa”, seenggaknya KA Gaya Baru menyadarkan hal itu.
Tentu saja, kenyamanan itu berbanding lurus dengan harga. Tiketnya memang masih berlabel ekonomi, tapi sudah bukan ekonomi kelas bawah lagi. GBMS sudah mulai sok elit, dan perlahan menghapus cerita masa-masa sulitnya. Kursi revolving, reclining, dan pintu otomatis itu ada harganya, Bung!
Biaya yang kita bayarkan bukan cuma untuk BBM lokomotif, tapi juga untuk membayar martabat baru. Martabat tidak lagi harus duduk tegak atau mengeluarkan keringat hanya untuk pindah gerbong.
Ini adalah bukti bahwa KAI telah berhasil memutus rantai penderitaan ekonomi klasik. Tapi di sisi lain, KAI juga telah memutus rantai nostalgia para pejuang perantauan yang rindu dengan kerasnya sandaran 90 derajat. KA Gaya Baru New Generation ini terlalu privasi dan individualis. Hilang sudah drama berebut ruang kaki dan momen canggung menatap mata tetangga kursi selama belasan jam.
Yang tersisa hanyalah perjalanan yang lancar, nyaman dan meninabobokan. GBMS membawa pada lembaran hidup baru yang lebih eksklusif.
KA Gaya Baru: naik kelas, hilang identitas?
Perubahan ini menimbulkan pertanyaan filosofis yang mendalam. Gaya Baru yang mana hendak dituju GBMS?
GBMS adalah kereta api yang seharusnya kusam, diselimuti cerita perantauan yang getir, dan pintu penuh beban. Kini tampil kinclong dengan lampu LED dan toilet yang bersih kebangetan. Seperti seorang musisi rocker legendaris yang tiba-tiba dikontrak label besar, diubah gaya rambutnya, dan dipaksa menyanyikan lagu-lagu barat yang melengking. Soundnya bagus, tapi jiwanya hilang.
KA Gaya Baru Malam Selatan New Generation adalah bukti bahwa kereta ekonomi pun harus tampil glowing demi rating dan review di media sosial. Di zaman yang serba konten ini, penderitaan dan perjuangan itu sudah tidak laku, yang laku adalah kenyamanan yang bisa difoto. Semoga GBMS tidak lupa diri dan tetap mau menampung barang bawaan para pedagang di pasar, meskipun kursinya sudah bisa revolving.
Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA KA Gumarang Ekonomi New Generation: Perjalanan Nyaman Jakarta ke Surabaya dengan Harga Ekonomis
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















