Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan

Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan (Unsplash)

Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan (Unsplash)

Dua puluh tahun yang lalu, ketika saya masih menjadi mahasiswa baru, banyak saudara atau teman yang bertanya. Perempuan kok kuliah Jurusan Teknik Sipil? Mau jadi tukang? Ya mau jadi tukang insinyur, lah! Begitu jawaban saya saat itu.

Saya tentu saja sangat optimis. Tiga tahun sekolah di STM yang merupakan sarang buaya saja sanggup saya lewati tanpa banyak drama. Apalagi kuliah, yang tentu saja buayanya lebih jinak-jinak, pikir saya.

Saya merasa berbeda dengan teman-teman perempuan, yang kebanyakan lulusan SMA. Mereka sering merasa salah jurusan di awal masa perkuliahan di Jurusan Teknik Sipil. Mereka, para perempuan ini merasa kurang cocok dengan praktik memasang bata, membuat sambungan kayu, dan mengecor beton. Sementara itu, buat saya, aktivitas tersebut sudah jadi kebiasaan saya sejak STM.

Perempuan yang menikmati Jurusan Teknik Sipil

Dan tentu saja, selama kuliah di Jurusan Teknik Sipil, saya merasa enjoy, tidak stres, bisa mengikuti teori dan praktek. Saya bisa menikmati masa-masa kuliah yang terasa menyenangkan. Lulus kuliah, saya bisa mendapatkan pekerjaan di bidang teknik sipil, di sebuah pabrikasi beton precast. Yang tentu membuat saya semakin merasa tidak salah memilih jurusan.

Sebagai perempuan lulusan Jurusan Teknik Sipil, banyak hal menyenangkan yang saya dapatkan. Misalnya saat sedang mengawasi pengecoran, tiba-tiba hujan deras. Tanpa diminta, pasti ada bapak-bapak yang membawakan payung supaya saya tidak kehujanan. Hal seperti ini merupakan privilege yang tidak akan didapatkan oleh kaum laki-laki.

Ketika bekerja, kadang membuat saya merasa “keren” gitu. Bertemu dengan customer yang sama sekali nggak ngerti tentang beton, tapi saya bisa menjelaskannya dengan cukup baik. Saya pernah menjadi atasan dari anak-anak lulusan SMA yang baru belajar bekerja. Pernah juga menjadi atasan dari bapak-bapak yang sudah puluhan tahun bekerja di pabrik beton. Semuanya berkesan bagi saya.

Baca halaman selanjutnya: Kehidupan setelah pernikahan…

Kehidupan setelah pernikahan

Namun, seperti perempuan pada umumnya, alarm untuk segera menikah semakin berbunyi kencang. Akhirnya, saya menikah, tapi masih tetap bekerja sampai beberapa bulan. Kemudian, setelah 6 bulan menikah, saya mendapatkan amanah untuk bisa mempunyai momongan. Di sini saya merasa bahwa Jurusan Teknik Sipil tidak cocok untuk perempuan.

Pekerjaan teknik sipil yang lebih banyak berada di lapangan, mengawasi proses pengecoran, naik turun tangga, melewati besi-besi tulangan, tentu tidak cocok bagi ibu hamil. Risikonya besar sekali. Meskipun ada kelonggaran-kelonggaran dari perusahaan. Dengan rela hati, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan, karena saya sadar kodrat sebagai wanita.

Sesuai jenis kelaminnya, kodrat perempuan terkait dengan reproduksi, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui. Hal ini yang tidak bisa dialihkan ke laki-laki. Meskipun perempuan masih mempunyai pilihan. Perempuan bisa memilih untuk hamil atau tidak. Perempuan juga tidak wajib hamil. Tetapi menikah dan mempunyai momongan tentu merupakan impian banyak orang.

Realita yang saya hadapi sebagai lulusan Jurusan Teknik Sipil

Tolong jangan baper. Ini bukan soal kesetaraan gender. Tapi realitanya di lapangan memang seperti itu. Kalau Anda seorang perempuan lulusan Jurusan Teknik Sipil dan masih aktif bekerja, tentu pasti punya pertimbangan-pertimbangan lain.

Perempuan yang bekerja di bidang teknik biasanya terbagi menjadi 2 kelompok. Pertama, adalah fresh graduate dan wanita single yang masih sibuk mencari pengalaman kerja. Kedua, adalah ibu-ibu yang anak-anaknya sudah memasuki usia Sekolah Dasar. Jarang sekali ada wanita yang baru menikah dan mulai membangun rumah tangga masih bekerja di lapangan. Mereka terbatas oleh kondisi fisik ketika hamil sampai melahirkan.

Dan ngomong-ngomong, itu adalah gambaran secara umum saja, ya. Ini hanya sebagai bahan pertimbangan ketika Anda memilih Jurusan Teknik Sipil. Saya tidak bermaksud mematahkan semangat perempuan-perempuan muda yang ingin setara dengan laki-laki. Kalau Anda sudah telanjur mengambil Jurusan Teknik Sipil ya tidak apa-apa, dinikmati saja prosesnya.

Penulis: Seti Aprilianti

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Arsitek Dipuji, Insinyur Sipil Dibenci: Derita di Balik Cantiknya Sebuah Bangunan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version