Katanya, jurusan IT itu jurusan masa depan. Katanya, semua perusahaan butuh orang IT. Lagi-lagi, katanya, lulus dari jurusan ini bakal gampang cari kerja karena “dunia sudah digital.” Katanya begitu.
Nyatanya? Banyak juga sarjana IT yang ujung-ujungnya malah kerja di posisi administrasi, marketing, bahkan ada yang jadi content creator karena… ya, daripada nganggur.
Padahal, kalau dilihat sekilas, label jurusan IT memang menggoda. Ada aura keren, kayak bisa ngoding sambil minum kopi hitam dan dengerin Spotify. Tapi begitu lulus, baru sadar: prospek luas itu cuma berlaku kalau kamu mau belajar lebih dari sekadar kuliah. Kalau cuma mengandalkan apa yang dosen kasih di kelas, ya siap-siap aja, prospeknya bukan luas, tapi menyusut bahkan bisa ga ada karena sudah digantikan otomatisasi AI.
Kampus bukan tempat untuk belajar segalanya
Banyak mahasiswa jurusan IT yang gagal paham. Mereka pikir kuliah itu semacam “bootcamp versi panjang,” tempat yang bakal menyiapkan mereka jadi programmer siap kerja. Padahal, kampus itu cuma kasih pondasi seperti dasar logika, konsep sistem, dan pemahaman struktur berpikir. Selebihnya? Ya harus digali sendiri.
Kampus tidak akan ngajarin cara jadi front-end developer, back-end engineer, data scientist, apalagi hacker dengan hoodie hitam yang bisa nembus firewall NASA. Kampus cuma ngajarin konsep bagaimana komputer berpikir, bukan bagaimana kamu dibayar. Masalahnya, banyak mahasiswa yang berhenti di situ. Dosen kasih tugas, dikerjakan. Dosen kasih proyek, dikumpulkan. Lalu dosen kasih nilai, diterima. Lalu tamat, bingung, berlanjut nulis di LinkedIn: “Lowongan kerja IT sekarang susah banget ya, semua minta pengalaman.”
Padahal yang salah bukan industrinya, tapi cara berpikir kita sendiri. Kampus memang bukan tempat buat “menjamin kerja”, tapi tempat untuk “belajar bagaimana cara belajar yang benar.”
Ikut bootcamp IT jauh lebih menjamin
Kenyataan yang kadang pahit: banyak alumni bootcamp yang kariernya justru melesat lebih cepat dibanding mahasiswa jurusan IT yang kuliah bertahun-tahun. Kenapa? Karena bootcamp itu praktikal. Langsung ngoding, langsung bikin proyek, langsung tahu “proyek kerja nyata” kayak apa.
Saat mahasiswa IT sibuk ngeributin soal nilai algoritma dan UTS yang dosennya killer, anak bootcamp udah upload portofolio ke GitHub dan join proyek freelance. Mereka mungkin nggak tahu definisi asymptotic notation, tapi mereka tahu gimana bikin aplikasi yang bisa jalan dan dipakai orang.
Lalu muncul ironi: mahasiswa jurusan IT merasa “lebih intelektual” dari anak bootcamp, tapi nggak bisa bikin proyek sederhana tanpa nyontek Stack Overflow atau nanya ChatGPT. Miris emang, tapi ya faktanya begitu.
Vibe coding anak jurusan IT yang cuma estetika
Ada fenomena menarik: mahasiswa jurusan IT yang “sok vibe coding”. Laptop-nya penuh sticker GitHub, Terminal-nya warna hitam kehijauan kayak film The Matrix, dan status WhatsApp-nya kadang “sleep(3)” biar kelihatan edgy. Tapi begitu ditanya, “Bro, ini error-nya kenapa ya?”, jawabnya, “Waduh, aku juga nggak tahu, coba tanya AI aja.”
Parahnya lagi, banyak yang sekarang ngoding pakai bantuan AI. Walaupun memang bukan hal yang salah, tapi mereka bahkan nggak ngerti apa yang dilakukan oleh AI itu. Cuma copy-paste, run, dan kalau error tinggal regenerate code. Nggak ngerti logika di balik kodenya, nggak ngerti cara debug, pokoknya asal jalan.
Padahal kemampuan debugging itu inti dari pemahaman logika. Kamu bisa aja pakai AI untuk bantu, tapi kalau kamu nggak tahu kenapa kodenya error, kamu bukan programmer, kamu cuma operator AI.
Mahasiswa jurusan IT boleh berorientasi kerja, tapi jangan naif
Nggak salah kalau mahasiswa orientasinya kerja. Wajar kok, semua orang juga ingin hasil dari jerih payah kuliah bisa jadi sumber penghidupan. Tapi yang salah itu kalau semua harapan ditumpahkan ke kampus.
Kampus itu bukan bengkel karier, tapi tempat latihan berpikir. Yang membuatmu bisa hidup dari skill IT bukan dosen, tapi dirimu sendiri yang rajin eksplor di luar kelas. Belajar sendiri, ikut proyek kecil, bikin sesuatu walau gagal. Karena justru di situ, real learning happens.
Yang bikin miris adalah banyak mahasiswa yang terjebak di antara dua dunia: tidak terlalu akademis, tapi juga tidak terlalu praktikal. Akhirnya cuma bisa ikut tren sesaat tanpa pernah benar-benar memahami apa yang dipelajari.
Jadi benar, jurusan IT punya prospek luas. Tapi “luas” itu bukan otomatis milik semua mahasiswa IT. Luas itu cuma milik mereka yang mau keluar dari pagar kampus dan belajar mandiri. Kalau kamu hanya ngikutin modul dosen, ya kamu cuma akan tahu teori. Tapi kalau kamu berani eksplor, gagal, debugging, dan ngerti kenapa program itu gak jalan, barulah prospek luas itu tidak hanya ilusi.
Penulis: Achmad Afifudin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jangan Ambil Jurusan Teknik Informatika Hanya karena Mahir Komputer dan Jago Game
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
















