Saat masuk jurusan Ilmu Politik, saya memiliki keyakinan bahwa pilihan ini sudah sangat tepat. Alasan awal saya adalah ingin mengerti bagaimana negara bekerja, bagaimana kebijakan dibentuk, dan apa yang bisa saya lakukan untuk ikut memperbaiki keadaan. Waktu itu saya sangat percaya, lewat kuliah jurusan Ilmu Politik, saya bisa punya peran lebih baik. Walau kecil, asalkan bisa berdampak nyata.
Akan tetapi setelah lulus, semua terasa jauh. Dunia kerja tak ramah. Nama jurusan saya tak cukup kuat untuk dipertimbangkan oleh perekrut kerja. Hingga harus terima stigma setengah percaya dari masyarakat—bahkan lebih banyak dicurigai. Hal ini membuat identitas yang dulu saya banggakan seolah berubah jadi beban yang diam-diam saya bawa ke mana-mana.
Tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Hanya sebuah pengakuan dari pengalaman pribadi, bahwa memilih kuliah jurusan ilmu politik bukan suatu perkara mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang. Dan mungkin, kalau saya tahu lebih awal, saya akan berpikir dua kali sebelum akhirnya memutuskan masuk jurusan ini.
Prospek kerja jurusan Ilmu Politik sempit dan tidak realistis
Ilmu politik adalah ilmu sosial. Ia tidak menjanjikan profesi tertentu seperti menjadi ahli teknik, dokter, atau akuntan. Itu bukan hal yang salah dan bahkan lumrah, tetapi harus sudah disadari sejak awal. Bahkan bagi lulusan jurusan Ilmu Politik, pilihan kerja yang paling sering diasosiasikan hanya ada dua. Pertama menjadi politisi, kedua menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk menjadi politisi tentu tidak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan modal besar, baik finansial maupun jejaring. Di sisi lain, jika tertarik menjadi ASN sudah pasti akan melewati seleksi yang sangat kompetitif dan tidak menjamin posisi yang relevan dengan keahlian di bidang politik. Saya sendiri sempat mengikuti berbagai macam rekrutmen CPNS, namun yang jadi masalah adalah sebagian besar posisi lebih mengutamakan latar belakang jurusan Hukum, Ekonomi, atau Administrasi Publik yang cenderung lebih spesifik.
Hingga pada akhirnya, membuat saya selaku lulusan jurusan Ilmu Politik harus banting setir mendapat pekerjaan yang tidak sesuai jurusan. Bukan karena saya kurang kompeten, tetapi karena sistem kerja di Indonesia belum sepenuhnya membuka ruang bagi lulusan Ilmu Politik di berbagai sektor. Justru kemampuan beradaptasi dan belajar hal baru, malah berhasil menuntun saya untuk bisa mendapatkan pekerjaan di luar ijazah yang saya miliki.
Turut memikul stigma buruk
Di mata masyarakat, politik telah identik dengan manipulasi, pencitraan, dan ambisi kekuasaan. Tanpa benar-benar terlibat langsung, mahasiswa jurusan Ilmu Politik pun kerap terseret dalam stigma negatif ini. Hanya dengan menyebut nama jurusan, sudah cukup untuk memunculkan kecurigaan atau komentar bernada sinis.
Tak heran jika stigma negatif terhadap dunia politik ikut merembet ke lingkungan kampus. Mahasiswa Ilmu Politik pun kerap harus menghadapi berbagai prasangka yang muncul tanpa dasar yang jelas. Dari cerita teman-teman saya yang aktif berorganisasi, mereka sering dicurigai punya ambisi besar hanya demi mengejar posisi atau jabatan. Bahkan saat mereka menyuarakan kritik terhadap isu sosial atau kebijakan publik, tak jarang langsung dicap sebagai buzzer atau dianggap memiliki agenda tertentu.
Oleh karena itu, menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Politik menuntut kesiapan mental yang kuat, kemampuan untuk menjaga integritas, serta keteguhan dalam membuktikan bahwa idealisme masih bisa hidup di tengah stigma dan prasangka. Dibutuhkan ketekunan dan konsistensi untuk menunjukkan bahwa keterlibatan dalam politik bukan semata soal ambisi, tetapi juga soal kepedulian dan tanggung jawab terhadap kondisi masyarakat. Meskipun jujur saja semua itu akan sulit terwujud dalam waktu singkat.
Jangan menyesal karena merasa salah pilih jurusan
Memang tak bisa dimungkiri bahwa tantangan di dunia pasca-kampus bisa membuat kita mempertanyakan keputusan masa lalu. Tapi itu bukanlah alasan untuk meragukan nilai dari apa yang telah dipelajari selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. Setiap jurusan punya tantangannya sendiri, dan Ilmu Politik adalah salah satu yang menuntut kesiapan mental, kepekaan sosial, dan daya tahan terhadap stigma buruk yang terlanjur berkembang di masyarakat.
Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya pribadi sama sekali tidak menyesal memilih jurusan ini. Meski kenyataan yang saya hadapi di dunia kerja sering kali tidak seindah ekspektasi awal, saya percaya ilmu politik turut membentuk cara berpikir saya menjadi lebih kritis dan tajam dalam melihat persoalan publik. Itulah mengapa saya menulis ini—bukan bermaksud untuk menakut-nakuti atau mengecilkan semangat siapa pun yang ingin masuk jurusan ini, melainkan untuk memberikan gambaran realistis. Supaya mereka yang memilih jurusan ini tahu apa yang akan dihadapi, dan bisa mempersiapkan diri secara lebih matang.
Karena pada akhirnya, nilai dari sebuah pilihan bukan hanya diukur dari seberapa mudah jalan yang dilalui, tetapi dari seberapa banyak kita belajar dan berkembang karenanya. Ilmu Politik bukanlah jurusan yang menawarkan jalan pintas menuju pekerjaan tertentu, tapi ia menawarkan cara pandang, pemahaman, dan kepekaan yang bisa dibawa ke berbagai bidang kehidupan.
Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Kebiasaan yang Harus Kamu Lakukan kalau Mau Selamat Kuliah di Jurusan Ilmu Politik.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















