Masuk Ilmu Administrasi Negara supaya Gampang Jadi PNS, Eh Formasi untuk Jurusan Ini Ternyata Dikit, Loker Swasta Juga Sulit

Masuk Ilmu Administrasi Negara supaya Gampang Jadi PNS, Eh Formasi untuk Jurusan Ini Ternyata Dikit, Loker Swasta Juga Sulit Mojok.co

Masuk Ilmu Administrasi Negara supaya Gampang Jadi PNS, Eh Formasi untuk Jurusan Ini Ternyata Dikit, Loker Swasta Juga Sulit (unsplash.com)

Saat kuliah dahulu, saya memilih jurusan Ilmu Administrasi Negara. Alasannya sederhana aja, setelah lulus ingin bekerja jadi PNS di kantor kecamatan. Cita-cita yang mungkin terdengar receh bagi banyak orang, tapi benar-benar idaman bagi saya. 

Kerja sendiri di ruangan ber-AC sambil ngopi dan ngetik laporan terlihat sempurna di mata saya. Apalagi jam kerjanya pasti, berangkat pagi dan pulang sore. Gajinya juga pasti mengalir ke rekening tiap bulan. Itulah kesuksesan versi saya. Ditambah embel-embel status sebagai abdi negara. Terdengar keren, bukan ?

Setelah lulus, saya baru sadar, hal-hal sederhana itu ternyata begitu sulit terwujud. Apalagi bagi seseorang yang menyandang lulusan jurusan Ilmu Administrasi Negara. Empat tahun belajar administrasi publik, teori pelayanan prima, birokrasi weber, hingga analisis kebijakan ternyata nggak menjamin jadi PNS. Sebab, formasi untuk jurusan ini setipis tisu alias sedikit sekali. 

Ketika menyisir formasi-formasi pendaftaran CPNS pada tahun-tahun sebelumnya, sangat sedikit posisi yang khusus membutuhkan jurusan Ilmu Administrasi Negara. Kebanyakan formasi harus bersaing dengan jurusan-jurusan lain. Jadi lulusan jurusan administrasi negara jadi terasa kurang spesial.  

Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang susah dicari di kolom loker

Waktu saya memilih jurusan ini, bayangan saya sederhana saja.  Lulus, daftar CPNS, kerja, hidup bahagia. Tapi, realitas berkata lain. Lulus iya. Daftar CPNS? Belum, karena sampai saat ini kepastian pembukaan CPNS  2025 tak kunjung ada hilalnya. Sekalipun dibuka, kemungkinan formasi yang membutuhkan jurusan Ilmu Administrasi Negara tidak sebanyak jurusan lain. 

Mau coba jalur pegawai non-ASN? Bisa, tapi peluangnya kecil sekali, apalagi kalau tidak punya bantuan orang dalam. Mau nyoba dunia swasta? Hmmm… ternyata nama jurusan saya bahkan tidak ada di opsi pilihan jurusan saat isi form lamaran online. Alhasil, saya pun masuk ke lingkaran orang-orang yang melamar di kategori “semua jurusan”. Yang penting bisa kerja. Mau jadi admin? Hayuk. Staff Gudang? Boleh. Jualan online? Gas. Mau bagaimana lagi, hidup harus tetap berjalan.

Kurikulum yang terlalu umum

Masalah lain yang baru saya sadari setelah lulus, tentu saja adalah kurikulumnya yang terlalu general. Saking umumnya, saya bisa paham banyak hal, tapi tidak ada yang benar-benar dikuasai.

Belajar birokrasi, iya. Paham teori kebijakan publik, iya. Saya dikit-dikit tahu soal anggaran, etika pemerintahan, dan good governance. Tapi, begitu ditanya, “Skill teknis yang kamu punya apa?” Saya cuma bisa jawab, “Saya bisa membuat notulen rapat dengan format rapi.” Itu pun kadang typo masih lolos.

Ilmu Administrasi Negara ini ibarat sup campur. Banyak isinya, tapi rasanya agak hambar kalau tidak dikasih bumbu lain. Bumbu itu adalah skill tambahan yang harus kamu pelajari sendiri di luar kampus.

Ekspektasi masyarakat yang tinggi tentang jurusan ini

Di luar itu, masih ada bonus tambahan yaitu ekspektasi orang tua dan tetangga. “Wah, kuliah Ilmu Administrasi Negara, besok bisa jadi camat, ya!”. “Lulusannya langsung PNS, dong?” Saya cuma bisa senyum, sambil dalam hati berkata, “Bu, Pak, daftar CPNS aja susah, apalagi langsung jadi camat. Itu jabatan struktural, bukan hadiah doorprize.”

Banyak yang mengira jurusan ini adalah tiket emas jadi ASN. Padahal, saya dan banyak mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara tetap berebut formasi. Apalagi, di luar sana banyak orang yang punya IPK lebih tinggi, pengalaman lebih banyak, dan privilese lebih besar.

Menyesal? Tentu. Apalagi saat melihat teman seangkatan yang kuliah di jurusan kekinian seperti DKV atau Informatika, sudah kerja di startup besar dengan gaji lebih tinggi dari UMR. 

Akan tetapi, hidup tidak bisa diulang kembali. Nasi sudah jadi bubur. Saat ini saya sedang berusaha menaburi “bubur” itu dengan “ayam suwir” berupa keterampilan baru. Saya mulai belajar desain, menulis, bahkan ikut pelatihan digital marketing. Kadang ikut webinar meski akhirnya cuma dapat e-sertifikat. 

Hal terpenting sekarang adalah bertahan dan berkembang. Ijazah mungkin bukan kunci utama, tapi tetap bisa jadi alat bantu. Minimal, bisa bikin HRD mikir dua kali sebelum buang CV saya ke tong sampah digital.

Semoga bisa menjadi gambaran

Tulisan ini saya buat bukan bermaksud menakut-nakuti siapa saja yang kuliah di jurusan Ilmu Administrasi Negara. Saya hanya ingin membagikan pengalaman pribadi. Syukur-syukur pengalaman ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi banyak orang. Sebab, kalau tahu hal semacam ini sejak awal, saya pun akan berpikir berulang kali sebelum mantap jadi mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara. 

Buat kalian yang terlanjur kuliah di jurusan Ilmu Administrasi Negara, tidak masalah, jalani saja. Jangan patah semangat. Sekalipun dunia tak selalu memberi ruang untuk jurusan kita, tapi kita masih bisa menciptakan ruang sendiri. Entah jadi analis, peneliti, content creator, atau bahkan pebisnis. Ingat, hidup ini bukan soal jurusan. Tapi, soal bagaimana kamu memutar balik keadaan, bahkan saat kamu merasa salah belok di awal jalan.

Penulis: Fitrotin Nisak
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Menyesal Kuliah Jurusan Pendidikan, Tiga Tahun Mengajar di Sekolah Nggak Kuat, Sekolah Menjadi Ladang Bisnis Berkedok Agama.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version