Capek rasanya setiap hari kalau yang dilihat lampu merah, parkir liar, kemacetan, dan panas. Jogja sudah beberapa lama ini cuacanya panas ekstrim, dan tidak terbantahkan lagi. Sudah tidak ada bedanya dengan kota-kota besar lain yang sama panasnya. Ditambah lagi problema kemacetan yang semakin menjadi-jadi. Ini Jogja loh, bukan Jakarta. Pusing!
Entahlah, apakah perasaan saya atau memang Jogja sekarang sudah seperti neraka. Panas, dan terlalu banyak orang. Yang mana menyebabkan semakin banyak titik kemacetan yang terjadi di jalanan Jogja yang nggak lebar-lebar amat ini. Sebetulnya bukan orangnya sih, tapi kendaraan-kendaraan yang di dalamnya.
Iya, Jogja memang berisikan orang-orang yang berasal dari seluruh wilayah dan pulau di Indonesia. Tidak heran, lautan orang pun terbentuk di sini. Terlihat dari semakin banyaknya plat-plat kendaraan dari luar Jogja. Tidak terbatas pada kendaraan roda 2, roda 4 pun juga. Yang mana kemacetan akan lebih sering ditemui di hampir seluruh pelosok Jogja kita.
Daftar Isi
Lampu merah Jogja yang luar biasa
Yang paling banyak adalah macet pada lampu merah. Saya merasa semua lampu merah di Jogja itu lama-lama dan membuat macet sampai jauh. Untungnya saya adalah pengendara motor Mio yang cukup lincah, sat-set, salip kiri, salip kanan, jadi tidak terlalu terkena imbasnya.
Cuman, tidak jarang juga saya terjebak macet yang benar-benar tidak bisa maju ataupun mundur karena depan, belakang, samping kiri dan kanan, isinya mobil semua. Sekalinya ada celah, saya pasti langsung sat-set, tapi tidak semudah itu ternyata.
Panas terik siang bercampur dengan panas yang dihasilkan oleh mesin-mesin mobil, membuat saya ingin misuh-misuh. Apalagi kalau pas terjebak di lampu merah. Yang saya heran, saya bisa berhenti sebanyak tiga kali di lampu merah yang sama, lantaran setiap lampu hijau cuman bisa maju sekitar 3 meter atau paling banter 5 meter. Usut punya usut, di paling depan itu ada seonggok mobil yang berbaris tidak rapi dan berjalan dengan leletnya ketika lampu sudah hijau. Yo pantes macet.
Mobil udah enak, tapi kok lelet?
Begini loh, wahai yang punya mobil. Kalian itu enak, macet pun nggak kepanasan kena matahari dan panas mesin dari mobil yang kalian bawa. Wis pokokmen adem ayam neng jero mobil sambi AC-nan. Lha kita pengendara roda 2, mbok ya sambil dipikirkan gitu loh. Yang ingin cepat sampai tujuan itu bukan cuman kalian, kita juga inginnya cepat sampai tujuan.
Bedanya, kalian nggak kepanasan. Lha kita, wis kepanasan, kena asap mobil kalian yang hitam-hitam itu. Setidaknya nih, kalian kan sudah mahir nyopir, tolonglah keahlian kalian ini digunakan dengan baik. Mosok 10 detik sejak lampu hijau belum jalan sih. Sedangkan lampu hijau itu rentang waktunya lebih sedikit daripada lampu merah.
Kalau saya hitung-hitung, misal nih di lampu merah Gejayan Jogja sana. Hitungan pas merah itu ada 65 detik, hijaunya itu nggak sampai 30 detik, percayalah. Ketika di waktu tersebut, 1 mobil memerlukan 10 detik untuk jalan, lah ya cuman 3 mobil yang berhasil maju. Kita yang menggunakan roda 2, jadi gatel loh jempol tangan kita buat nglaksoni kalian.
Mampus kau disikat klakson kematian
Nih, saya kasih tahu. Berdasarkan pengamatan saya dari kaca mobil ketika menikmati macet di tengah terik matahari, ada yang sedang main game di HP, sedang bercengkrama dengan manusia di sebelahnya, ada yang sambil makan juga. Lah kok enak.
Jadi ini mungkin satu dari beberapa faktor kenapa pas lampu hijau mobil itu jalannya lelet karena yang di dalam tidak menyadari kalau lampunya sudah hijau. Baru tahu ketika sudah ada jempol-jempol kematian yang dengan bersemangat mencet klakson lantaran mobil di depannya nggak jalan-jalan.
Tolonglah, sebagai sesama pengguna jalan di Jogja yang kendaraannya (mungkin) sama-sama kredit, saling memberikan toleransi dan kemudahan. Karena jalanan ya milik publik, bukan hanya milik kendaraan roda 4 saja
Dan, kalau ada celah sedikit di jalan, tolonglah jangan dimakan wahai pengendara mobil yang budiman. Karena itu akan membuat macet semakin parah karena tidak ada yang bisa lewat. Jalan satu-satunya ya menunggu kalian-kalian ini yang jalannya lelet ini.
Korbannya? Ya kita-kita ini, yang nggak naik mobil.
Penulis: Shila Nurita
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Evolusi Kemacetan Jogja: Macetnya di Luar Nalar