Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jogja, meski Monarki, Tetap Butuh dan Harus Dikritik

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
12 Februari 2021
A A
kenapa UMP Jogja rendah titik kemacetan di jogja lockdown rekomendasi cilok di Jogja Sebenarnya Tidak Romantis Jika Kamu Cuma Punya Gaji UMR dawuh dalem sabda pandita ratu tugu jogja monarki mojok

Jogja Sebenarnya Tidak Romantis Jika Kamu Cuma Punya Gaji UMR dawuh dalem sabda pandita ratu tugu jogja monarki mojok

Share on FacebookShare on Twitter

“Kowe ora iso mlayu saka kenyataan, ajining Jogja ono ing kritik.” Sepenggal lirik lagu yang pernah viral ini memang penuh makna. Tapi, kok sepertinya agak beda sama yang dibawakan Weird Genius ya? Iyolah, sak karepku tho.

Kalau diterjemahkan, kira-kira berbunyi “kamu tidak bisa lari dari kenyataan, harga diri Jogja ada di kritik.” Tenang, memang penuh nuansa pembelaan kepada tukang kritik dan nyinyir seperti saya. Tapi, ini memang lebih dari sekadar pembelaan. Nyatanya, Jogja memang layak untuk dikritik!

Mungkin Anda akan berpikir, “lah Jogja kan monarki, masak dikritik.” Jika Anda benar-benar berpikir demikian, selamat! Anda sudah menjadi bagian dari individu yang terjebak romantisme Jogja yang monarki.

Monarki memang absolut. Kepemimpinan satu keluarga yang dipandang mulia memang melahirkan sistem pemerintahan yang “pokoke kudu ngene!” Tapi, jangan langsung terjebak dalam konsep ini dulu. Mari saya antarkan Anda menuju sebuah ide di mana daerah istimewa pantas dikritik seperti daerah lain.

Pertama, kritik kepada Jogja adalah support system dari mereka yang sayang. Bukan karena pesanan seperti tuduhan Anda yang bilang, “kritik Jogja itu pesanan kaum yang nggak bisa punya tanah di Jogja!” Po yo tumon, kritik membangun dipaksakan konspiratif.

Utekke mbok dipakai sedikit. Realitas menunjukkan kritik kepada Jogja memang berasal dari keluh kesah akar rumput. Upah rendah, pembangunan hotel yang menyedot air tanah, pembangunan estetis yang ra mashok blas, sampai klitih adalah ungkapan keresahan. Mungkin yang menuduh kemarin tidak merasakan hal yang sama. Jika benar, justru kami golongan cangkeman berhak bertanya pada Anda, “KTP ndi boss?!”

Gini lho, Bro, support system berbeda dengan memabukkan dengan pujian. Jika memang berniat support, ikutlah serta dalam segala dialektisnya. Cangkeman adalah wujud nyata dari support system dari kawula kepada tanah tumpah darah yang dicintai. Bukan malah pamer soto lima ribuan sebagai bahan romantisisasi.

Kedua, monarki masih bisa dikritik. Bahkan dalam tatanan yang serba absolut, raja tetap menerima ide dan keluh kesah rakyat. Raja perlu menjamin kekuasaannya dengan menjaga aspirasi masyarakatnya terpenuhi. Meskipun seringkali raja menggunakan nilai-nilai nirfana demi membuai rakyat, tapi raja tidak bisa tuli pada aspirasi.

Baca Juga:

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Dalam sejarah, sejak Majapahit telah dikenal metode penyampaian aspirasi yang disebut tapa pepe. Tapa pepe berarti bertapa di bawah cahaya matahari. Bentuk penyampaian aspirasi ini dilakukan di tengah alun-alun istana. Tujuannya untuk menarik perhatian raja agar memanggil si penyampai aspirasi untuk didengarkan suaranya. Bersama dengan penasehat, raja akan mengambil keputusan dari aspirasi yang disampaikan.

Budaya tapa pepe ini lestari sampai era Mataram. Bahkan masyarakat Jawa masih menerapkan model ini sebagai penyampaian aspirasi. Ini buktinya, kerajaan tetap boleh dikritik. Memang, yang memutuskan segalanya adalah raja. Tapi, raja tetap mendengarkan apa yang diinginkan rakyat. Jika tidak siap-siap saja mengalami kudeta.

Lha kok sekarang banyak orang mengecam protes kepada Kraton Jogja. Ini malah melanggar paugeran atau adat istiadat yang telah ada jauh sebelum Jogja berdiri. Tapa pepe saja diterima lho oleh raja. Eh, tapi sekarang lokasi tapa pepe telah dipagari ding. Pagarnya saja dua milyar rupiah lho!

Oke, dua argumen saya tadi lebih pada menunjukkan keabsahan protes kepada Jogja. Tapi yang lebih penting adalah: JOGJA MEMANG BUTUH KRITIK. Sangat butuh karena Jogja seperti beroperasi tanpa urun rembug warga.

Sesepele menutup jalan Malioboro dari kendaraan bermotor saja, sudah menimbulkan polemik. Belum lagi pembangunan estetis atau vital seperti pusat PKL yang mangkrak itu. Seolah-olah Jogja dibangun tanpa perencanaan. Loss doll ra rewel dalam ketimpangan.

Mungkin Anda sudah bosan dengan urusan upah dan ketimpangan ini. Tapi, kenyataannya memang nggatheli. Lebih nggatheli lagi ketika para antikritik mengajukan teori-teori ala narimo ing pandum. Pokoknya disuruh menerima dengan syukur, meskipun UMP paling rendah se Indonesia. Ra mashok!

Lalu, apakah rakyat tidak boleh berpendapat kritis ketika hajat hidup mereka yang dipertaruhkan? Apakah monarki berarti raja berhak seenak jidat menentukan haluan kerajaan. Jika demikian, mungkin kerajaan Inggris sudah dibabat rakyat sejak awal.

Padahal Jogja punya gubernur lho. Kalau protes ke Sultan dipandang tidak sopan dan tidak patut, ya sudah kami protes ke Gubernur.

BACA JUGA Pemecatan Pangeran Adalah Bukti Kraton Jogja sebagai Monarki Tanpa Kritik dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Februari 2021 oleh

Tags: Jogjakritikmonarkiromantisisasi
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Harapan untuk 'Gubernur Baru' Jogja yang Akan Dilantik pemilihan gubernur jogja

Surat Terbuka untuk Gubernur Baru Jogja: Semoga Lebih Baik ya, Pak!

13 Agustus 2022
Jogja Darurat Parkir 10 Juta Manusia Serbu Jogja saat Nataru (Unsplash)

10 Juta Manusia Banjiri Jogja Saat Libur Nataru padahal Jogja Darurat Parkir

23 Desember 2024
Jogja Darurat Sampah, Monumen Ketidakbecusan Pemerintah (Unsplash) sampah di jogja

Retribusi Sampah Jogja: Solusi Jangka Pendek yang Bagus, Tinggal Menunggu Solusi Jangka Panjangnya

30 Oktober 2024
Beda Angkringan dan Hik Itu Apa, sih?

Beda Angkringan dan Hik Itu Apa, sih?

17 Februari 2020
Penamaan Kampung di Jogja yang Terinspirasi dari Prajurit Keraton terminal mojok.co

Nggak Usahlah Ndakik-Ndakik Bicarain Romantisasi Jogja

30 November 2019
5 Terowongan di Jogja yang Menyimpan Kisah Unik hingga Mistis Terminal Mojok

5 Terowongan di Jogja yang Menyimpan Kisah Unik hingga Mistis

13 Januari 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.