Jogja Makin Bebas, Mahasiswa Baru Muslim Lebih Baik Tinggal di Pondok daripada Ngekos

Jogja Makin Bebas, Mahasiswa Baru Muslim Lebih Baik Tinggal di Pondok daripada Ngekos Mojok.co

Jogja Makin Bebas, Mahasiswa Baru Muslim Lebih Baik Tinggal di Pondok daripada Ngekos (unsplash.com)

Hasil SNBT sudah diumumkan beberapa waktu lalu. Ribuan calon mahasiswa baru (maba) mengincar Jogja sebagai salah satu daerah untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Maklum saja, di daerah ini terdapat banyak universitas negeri dan swasta berkualitas. Terlebih, ada Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu universitas negeri terbaik di indonesia yang peminatnya mencapai puluhan ribu camaba tiap tahun. Bahkan, di SNBT ini saja, ada sekitar 80.000 peserta SNBT  yang mendaftar ke UGM

Angka puluhan ribu itu baru catatan satu universitas. Padahal, perguruan tinggi populer di Yogyakarta ada banyak. Artinya, jumlah orang-orang yang berminat lanjut studi di Jogja nggak main-main. 

Ribuan mahasiswa yang datang untuk menuntut ilmu itu berasal dari berbagai daerah dan beragam latar belakang. Itu mengapa hidup sebagai perantauan baru di Kota Pelajar bisa agak menantang. Bukan sekadar menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru, bahasa, hingga makanan yang punya cita rasa manis. Bersosialisasi dengan teman-teman kampus, teman kos, maupun tetangga sekitar tempat tinggal bisa jadi proses penyesuaian yang tidak mudah. 

Nyantri sambil kuliah bisa jadi pilihan tepat

Di proses penyesuaian ini kalau tidak hati-hati mahasiswa yang baru merantau bisa terseret arus yang kurang baik. Bukannya menakut-nakuti, tapi itu benar bisa terjadi apalagi kalau perantau tidak memiliki pertahanan diri yang kuat. Itu mengapa, saya menyarankan teman-teman mahasiswa memilih lingkungan yang familiar atau dikenal terlebih dahulu sebagai awalan merantau. Tinggal di pondok atau mondok (nyantri) bagi calon maba Muslim bisa jadi pilihan, 

Mengapa begitu? Hampir lima tahun saya menjalani hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri. Meski saya tak punya latar belakang mondok sebelumnya, tetapi saya mampu bertahan. Bukan sebab saya tangguh. Namun, iklim Jogja hari ini rasa-rasanya akan lebih aman bila aktivitas akademik bersanding dengan kegiatan religius.

Baca halaman selanjutnya: Jogja yang …

Jogja yang semakin bebas jadi tantangan perantau pemula

Bagi yang sudah lama merantau di Jogja pasti sudah tidak asing dengan istilah kos-kosan LV. Tempat ini menandakan betapa rumit dan dinamis kehidupan ngekos di Yogyakarta. Banyak tulisan di Terminal Mojok yang sudah membahas soal kos LV. Salah satu yang menarik adalah bagaiamana kos-kosan ini mulai menjamur di tempat-tempat yang tidak pernah diduga atau dibayangkan sebelumnya. Kos LV di Gamping Sleman Banyak Diminati Mahasiswa Membuat Warga Sekitar Resah

Selain soal kos-kosan, perantau Jogja juga perlu waspada dengan tindakan-tindakan kriminal yang terus membayangi. Mereka yang sudah lama di Jogja pasti tidak asing dengan aksi klitih, persoalan miras, hingga begal payudara yang meresahkan warga. Melihat berbagai aksi kriminal yang meresahkan, terkadang Jogja terasa seperti daerah yang begitu bebas, daerah tanpa aturan. 

Mondok bisa jadi gerbang awal penyesuaian 

Melihat banyaknya peristiwa  itu, mondok bagi calon maba muslim bisa jadi gerbang awal mengenal Jogja secara lebih aman. Dengan tinggal di pondok, calon maba bisa tetap belajar dan memperkuat nilai-nilai agama, sambil perlahan mengenal sekitarnya. Mengenal dinamika sosial hidup Jogja yang tidak banyak ditemui di daerah-daerah.  

Mungkin banyak dari kalian berkomentar, mondok bikin calon maba nggak produktif, terutama di organisasi-organisasi kampus. Jujur, dulu saya juga sempat begitu. Tapi, waktu dan pengalaman membuat saya bisa menyeimbangkan kehidupan di kampus dan pondok. Saya tetap bisa aktif di kampus, bahkan bisa mengikuti lomba tingkat regional hingga nasional. Menjelang akhir studi, saya bahkan berkesempatan ikut IISMA ke Eropa.

Puncaknya, saya bisa lulus tepat waktu dengan IPK yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sementara, teman-teman lain yang kuliah saja nyatanya banyak yang mesti ambil semester tambahan. Sebagai orang yang biasa-biasa saja, saya bersyukur atas pilihan mondok sekaligus kuliah. 

Bagaimana kalian para calon maba Jogja, tertarik menjalani mondok sambil kuliah? 

Penulis: M. Khoirul Imamil Mutaqin
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Aturan Tidak Tertulis Belanja di Warung Madura yang Beda Jauh dengan Indomaret dan Alfamart

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version