Kita akan selalu sepakat, kalau Jogja akan selalu dianggap istimewa. Tak akan saya ceritakan betapa istimewanya Jogja, orang saya yakin ketika kalian mendengar tentang kota ini, mata Anda berbinar ingin segera mengunjunginya.
Tapi saya yakin juga, ada beberapa hal yang bikin Anda lumayan ragu untuk mengunjungi Jogja. Salah satunya, saya yakin kondisi dan pengguna jalannya.
Mau bagaimana lagi, Jogja sudah banyak berubah. Dulu, era 2010-2015-an, tidak ada kendala berarti yang mencoreng keasyikan jalanan Jogja. Namun, berita tentang klitih, tawuran antarsuku, serta konflik-konflik yang menguak bikin kita agak ragu. Lumrah, tak ada gading yang tak retak. Tiap kota punya masalahnya sendiri.
Tapi saya mau fokus ke persoalan pengguna jalan. Pengendara bermotor di jalanan Yogyakarta, makin ke sini justru malah tambah meresahkan. Persoalan beberapa jalan yang diberi polisi tidur tinggi, jalanan semrawut, dan banyaknya kecelakaan ini sebenarnya bermuara pada satu hal: sikap dari para pengguna jalan.
Saya akan cerita beberapa jenis pengendara yang tingkahnya bikin Jogja tak seasyik dulu.
Daftar Isi
Rombongan ngaberz yang tingkahnya ngalahi sultan
Rombongan remaja bermotor matic yang dimodifikasi secara ekstrem sekarang mulai menjamur di Jogja. Suara knalpot mereka seakan menguji kesabaran saya di jalanan.
Pernah satu waktu, yaitu di akhir 2022, saya hendak mengembalikan mobil rental yang saya gunakan untuk keperluan luar kota. Tujuan saya adalah daerah Maguwo, dan saat itu saya tengah melewati daerah Pokoh, Wedomartani, Yogyakarta, ke arah lokasi rental. Nah, di sinilah tingkah geng motor ini memacu urat kesabaran. Dengan enteng, mereka memblokade jalan dengan membuat tiga baris memenuhi seluruh badan jalan.
Mereka melaju dengan santui seolah menikmati Minggu pagi. Padahal waktu itu jam menunjukkan pukul 19.00 WIB. Karena ulah mereka, saya yang dikejar waktu untuk mengembalikan mobil di jam 19.30-an jadi terhambat. Untuk menyalip saja, mereka tidak mau memberi jalan.
Saya sudah memperingatkan dengan klakson, tapi tidak mereka respons. Setelah itu, saya berikan kedipan dengan lampu jauh agar mereka memberikan jalan, tapi tetap nggak ngefek. Kesal dengan itu, saya berikan sentuhan di pedal gas. Agak nekat memakan jalur lawan arah, dan saya pepet mereka menggunakan bodi mobil. Ya, benar. Kejadian berikutnya, saya berikan pula kalimat tayyibah yang saya keluarkan sekuat tenaga dari tenggorokan. Untung para pengendara dari lawan arah, dengan tulus memberi jalan.
Desain knalpot kayak sengat kalajengking
Kejadian ini sering saya alami di daerah Pasar Demangan. Saat berhenti di lampu merah mau ke Jalan Solo, kadang saya menemui pengendara motor yang menggunakan knalpot yang nunggingnya itu tidak aturan. Saat berada di belakangnya, saya tidak dapat menghindar dari embusan asap yang langsung menyembur ke wajah. Baunya benar-benar bikin pusing. Kalau mau nunduk ya, malu. Mau mundur di belakang, sudah ada motor lain. Mau ke samping kanan atau kiri, ada mobil dan bus Trans Jogja. Lengkap sudah penderitaan itu.
Selain nungging, suara knalpot itu juga memekakkan telinga. Apa sih, sebenarnya motif mereka menggunakan knalpot tersebut? Sudah gitu ketika lampu baru mau hijau, doi ngacir duluan dan nggak mikir pengendara lain yang kaget dengan suara motor yang knalpotnya nungging gitu.
Pengendara yang nyebrang kayak ayam
Sikap pengendara yang unik bin ngeselin ini tidak hanya saya yang mengalami. Beberapa kawan saya juga sebal dengan cara berkendara para kaum hawa yang modelnya kayak ayam. Ini biasa terjadi ketika ada perempuan yang berhenti di sisi jalan dan hendak menyebrang ke sisi jalan di depannya. Bukannya tengok dan ukur kesempatan, malah main nyelonong.
Biasanya, kalau gitu, mereka kaget gara-gara ada mobil/motor lain yang melintas. Saat mereka kaget ketika, bukannya langsung jalan, malah berhenti di tengah jalan. Lha?
Kejadian ini dikonfirmasi kawan saya yang keseharianya sebagai sopir di salah satu rental mobil di wilayah Jogja. Ia berpesan agar para kaum hawa yang ingin menyeberang, tolong kesadarannya untuk lebih fokus dan tidak serampangan. Kalau sudah masuk jalur, jangan ragu-ragu. Segera amankan dengan gas terus, Jangan malah berhenti, yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Penyerobot lampu kuning dan pasukan berbaris
Hal menyebalkan berikutnya ini sering saya alami ketika berhenti di lampu merah. Beberapa perilaku yang sangat tidak terpuji adalah para pengguna motor yang suka membuat barisan melebihi garis marka. Selain itu, juga para pengendara motor yang sudah ngacir saat lampu baru kuning.
Perilaku pengendara bermotor yang gemar membuat barisan layaknya anak-anak lagi PBB (pasukan baris-berbaris) sering saya jumpai di lampu merah Kronggahan, utara RSA UGM. Bisa kalian bayangkan, para pengguna motor ini sudah tahu kalau membuat satu baris tambahan di kanan marka. Sebenarnya, hal ini sangat mengganggu bagi pengendara dari lawan arah. Baik dari timur ataupun barat. Tragedi ini cukup sering terjadi di perempatan ini.
Bisa dibayangkan bila para pengendara yang sangat budiman ini membuat dua baris yang melebihi marka. Itu hampir memakan setengah jalur lawan arah! Nah, nanti kalau keserempet nggak terima. Kalau gitu sebenarnya siapa yang gokil? Yang berhenti di lampu merah, atau pengendara dari lawan arah yang menggunakan jalur dengan semestinya?
Selanjutnya, adalah tingkah para penyerobot lampu kuning. Ini saya jumpai di lampu merah Kronggahan, Monjali, Condongcatur, dan beberapa lampu merah yang berada di wilayah ring road. Ini sangat berbahaya wahai pengguna motor yang bijaksana! Soalnya, itu adalah waktu untuk bersiap-siap. Bukan untuk jalan. Karena masih ada sisa-sisa pengendara dari jalur lain yang masih melaju kencang. Nanti kalau kecelakaan kan repot. Belum lagi, BPJS itu antreannya lama!
Itulah beberapa jenis pengendara yang bikin Jogja makin tak asyik. Rasanya menyedihkan melihat Jogja yang istimewa ini malah dibikin nggak menyenangkan gara-gara pengendara super absurd.
Penulis: Wachid Hamdan Nur Jamal
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mati Tua di Jalanan Yogyakarta