Beberapa bulan terakhir, warga Jatinangor setidaknya “dihebohkan” dengan kabar dua tempat yang akan dan baru buka. Tempat pertama adalah fetis warga kota yang pertama kali ke Jatinangor dan selalu mendambakan satu restoran cepat saji yaitu McD. Sementara tempat kedua adalah tempat yang digadang-gadang dosen saya jadi tempat “healing” mahasiswa.
Berbeda dengan McD yang namanya sudah terkenal di mana-mana, tempat kedua ini bisa dibilang baru, namanya Jatinangor National Flower Park (Jans Park). Sebuah tempat “hiburan” yang dipenuhi bunga dan bangunan-bangunan artifisial sekilas seperti properti OVJ.
Baru dibuka dua hari, tempat tersebut membuat Jatinangor kolaps dengan kemacetan yang merajalela. Jarak tempuh dari kosan saya ke kampus Unpad bisa jadi satu jam lebih, padahal biasanya 10 menit juga sampai. Alih-alih healing malah bikin huleung (baca: bengong dalam bahasa Sunda).
– macet kenapa sih ini pic.twitter.com/wY5peClSEi
— Unpadfess X Dcleans Shoe Care (@DraftAnakUnpad) November 19, 2022
Memang sih waktu dua hari pembukaan Jans Park itu ada promo gratis masuk, tapi bukan nggak mungkin kemacetan dan kepadatan bakal terjadi di waktu-waktu pas harga normal, dan bahkan bisa saja bakal lebih parah.
Saya jadi kepikiran, kayaknya ketimbang Jans Park dan McD, warga Jatinangor memerlukan hal lain yang lebih esensial dan berguna. Misalnya seperti berikut ini:
#1 Transportasi publik yang baik beserta halte dan prasarananya
Sejak Jatinangor beranjak menjadi kawasan pendidikan pada 1980-an, hampir seluruh penduduk di sini merupakan mahasiswa. Namun, kebutuhan mahasiswa di sini sama sekali minim. Ini bisa dilihat dari minimnya akses dan fasilitas transportasi publik.
Masalah transportasi publik sebenarnya masalah regional Bandung dan sekitarnya (termasuk Jatinangor), yang memang nggak becus saja membangun jaringan transportasi yang baik seperti di Jakarta. Padahal, Bandung makin hari makin padat dan bisa saja kolaps dipenuhi kendaraan pribadi kalau Pemkot cuma mementingkan pembangunan jalan layang yang konon estetik itu.
Nah, meskipun Pemkot akhirnya selalu gagal—atau nggak peduli—dalam membangun transportasi publik, Pemkab Sumedang atau pemerintah setempat sebenarnya juga jangan ikut nggak acuh. Artinya, Pemkab harus bekerja sama dengan kampus untuk membangun transportasi publik yang baik.
Ini harusnya jadi concern, mengingat di Jatinangor punya tiga kampus besar secara nasional. Belum lagi tingkat pendidikan lain seperti sekolah menengah sampai dasar, yang tentunya bakal menambah manusia beserta kepadatannya yang sudah mencapai 8 miliar di muka bumi ini.
Kenapa transporasi publik beserta prasarananya akhirnya penting, terutama di kawasan pendidikan? Sederhananya, demi mengurai kemacetan dan sebagai akses. Beberapa teman saya akhirnya memutuskan untuk pakai kendaraan pribadi bahkan mobil, cuma buat bolak-balik kos-kampus. Selain karena cuma punya SIM mobil, akses kendaraan umum begitu sulit. Ini juga yang akhirnya bikin macet, karena pola pikir pakai mobil ini disebabkan keterbatasan kendaraan umum yang minim dan nggak accessible.
Padahal saya yakin, mahasiswa akan naik transportasi publik kalau memang disediakan. Mau bukti? Mahasiswa Unpad hampir setiap pagi rebutan Odong, salah satu transporasti publik yang disediakan kampus. Sayangnya, Odong ini cuma ada di dalam kampus.
Coba bayangin kalau transportasi publik ini dibuka aksesnya ke daerah-daerah yang banyak kosan atau tempat makanan, saya yakin, Jatinangor akan lebih tertata dan juga minim macet. Orang-orang seperti teman saya akan lebih pakai transporasi publik (kalau memang bagus dan accessible). Bahkan kalau Disneyland tiba-tiba dibangun di Jatinangor sekalipun, selama transportasi publiknya baik, kemacetan bakal lebih tertata.
Baca halaman selanjutnya
#2 Trotoar dan JPO yang ramah pejalan kaki
#2 Trotoar dan JPO yang ramah pejalan kaki
Sejak 2022, sudah nggak terhitung angka kecelakaan yang terjadi di Jatinangor. Tak jarang, kecelakaan tersebut merenggut nyawa mahasiswa atau bahkan warga sekitar. Salah satu penyebab kecelakaan di Jatinangor adalah karena banyaknya kendaraan berat seperti truk yang melintas dan membuat beberapa kendaraan kecil, terutama pejalan kaki sering menjadi korban.
Adanya tol Cisumdawu, nggak membuat truk-truk ini akhirnya pindah haluan ke tol. Hal ini diperparah dengan buruknya trotoar yang membuat pejalan kaki harus sedikit berjalan di sisi jalan dan nggak adanya jembatan penyeberangan orang (JPO).
Menyeberang jalan di Jatinangor hanya untuk pergi ke kampus atau membeli jajanan yang tak seberapa akhirnya harus mempertaruhkan nyawa. Inilah yang membuat Jatinangor memerlukan jembatan pejalan orang atau minimal memperbaiki trotoar agar bisa meminimalisasi kecelakaan terhadap pejalan kaki.
Selain itu, untuk mengurangi kecepatan pengendara juga perlu dibangun semacam traffic calming seperti rambu-rambu, polisi tidur, dan semacamnya.
#3 Semacam co-working atau creative space yang nggak perlu bayar
Sebagai mahasiswa kere yang perlu diskusi entah soal tugas atau ikut organisasi, tentu kami mendambakan ruangan dengan sarana prasarana yang memadai. Memang sih di masa pandemi akhirnya ruang jadi nggak terbatas karena bisa dilakukan secara online, tapi sebagai mahasiswa yang sudah kuliah offline, pertemuan tatap muka tentu dibutuhkan. Meskipun sudah ada ruang sekre di kampus untuk mahasiswa, sekre cenderung eksklusif pada UKM atau organisasi tertentu. Makanya co-working atau creative space sangat dibutuhkan di Jatinangor.
Nggak perlu yang ada perosotannya kayak di Google atuh, co-working space yang dibutuhkan mahasiswa sebenarnya cuma tempat duduk dan WiFi kencang. Dan yang paling penting: gratis! Tapi, apakah ini memungkinkan untuk dibangun kalau fasilitas dasar seperti trotoar dan transportasi publik saja belum memadai?
Sebenarnya Rektor Unpad sendiri sudah punya niatan ingin membangun semacam co-working atau creative space untuk para mahasiswanya. Ya memang ruang seperti ini dibutuhkan mahasiswa yang butuh bercengkerama biar nggak perlu lagi memesan es air mineral untuk sekadar numpang WiFi-an.
Dibanding membangun hal-hal yang ada di kota dan memaksakan Jatinangor seperti kota dengan semakin melanggengkan gentrifikasi, saya pikir membangun hal-hal yang “menyejahterakan” mahasiswa dan mungkin warga sekitar lebih afdal dan esensial. Jadi, kalau keinginan hadirnya McD dari tahun-tahun sebelumnya akhirnya terealisasi oleh doa dan suara mahasiswa, kenapa hal-hal penting dan lebih sustainable kayak transportasi publik yang baik atau trotoar bagus nggak bisa terwujud? Toh, kami jadi mahasiswa hanya sementara, tapi jadi warga yang menderita adalah selamanya~
Penulis: Ananda Bintang
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Hal-hal Unik di Jatinangor yang Harus Diketahui Maba Unpad.