Janji Jiwa, Raja Kopi Kekinian yang Mulai Ditinggalkan karena Tak Lagi Konsisten

Janji Jiwa, Raja Kopi Kekinian yang Mulai Ditinggalkan karena Tak Lagi Konsisten

Janji Jiwa, Raja Kopi Kekinian yang Mulai Ditinggalkan karena Tak Lagi Konsisten (Mohd. Zaenuri via Wikimedia Commons)

Sebagai anak muda yang gampang tergoda diskon, desain minimalis, dan janji manis dari nama kedai, saya dulu pernah berpikir bahwa Janji Jiwa adalah kopi kekinian terbaik yang pernah saya cicipi. Rasanya pas, harganya masuk akal, dan hampir tiap sudut kota punya cabangnya. Apalagi waktu pertama kali mereka merilis es kopi susu. Manisnya nendang, kopinya terasa, dan gula arennya tidak pelit. Pokoknya hidup terasa benar waktu tangan ini menggenggam cup bening bertuliskan “Janji Jiwa”.

Saya bahkan sempat percaya, “Udahlah, kopi kekinian yang lain nggak usah dicoba. Ini udah paling juara.” Ternyata seperti kebanyakan perasaan terkait hidup, itu salah.

Berkenalan dengan Kopken, Fore, Point, hingga Belikopi

Suatu hari, saya mencoba Kopi Kenangan karena seorang teman bilang kopinya “lebih dewasa”. Saya skeptis, tapi begitu seruput pertama, saya paham maksudnya. Ada pahit-pahit elegan yang tidak saya temukan di Janji Jiwa. Manisnya juga tidak lebay.

Fore juga bikin saya terpukau. Butterscotch Sea Salt Lette mereka rasanya stabil. Tidak berubah walau saya tinggalkan 20 menit karena ke-distract notifikasi Shopee. Komposisinya tidak gampang pecah walau es mencair. Bahkan Point Coffee yang sering kita remehkan karena “kopinya di Indomaret”, ternyata punya PSL dan Coconut Aren Latte yang tidak main-main.

Lalu ada Belikopi. Harus saya akui, es kopi susu gula aren mereka enak! Harganya boleh hanya 10 ribu, tapi rasa kopinya bold, gula arennya balance, dan paling penting: konsisten. Dari awal sampai akhir, rasanya tetap enak. Tidak ada plot twist di setengah gelas terakhir.

Baca halaman selanjutnya: Janji Jiwa, kenapa rasamu berubah setelah ditinggal sebentar?

Janji Jiwa, kenapa rasamu berubah setelah ditinggal sebentar?

Saya tidak langsung berpaling dari Janji Jiwa. Bahkan ketika sudah mencoba banyak merek lain, saya tetap mampir karena ada satu menu baru yang saya suka: Es Kopsus Sahabat. Rasanya ringan, manis, dan cukup creamy. Cocok diminum saat hati sedang tidak kuat menghadapi yang pahit-pahit.

Tetapi ya itu tadi. Ada satu syarat utama setiap kali meminum kopi racikan Janji Jiwa: harus cepat dihabiskan. Sebab kalau tidak, ia akan berubah rasa.

Saya tidak tahu kenapa persisnya, tapi Janji Jiwa sering banget punya masalah di bagian ini. Entah karena racikannya terlalu banyak air atau esnya terlalu cepat mencair, tapi rasanya selalu berubah drastis padahal baru ditinggal lima belas menit. Yang tadinya manis berkarakter, jadi tawar ambigu. Yang awalnya bold dan creamy, jadi kayak kopi yang diguyur air hujan.

Ini bukan masalah sepele. Kopi kekinian buat banyak orang bukan cuma minuman. Ia teman nugas, pelarian dari jam kerja, dan kadang pengganti pelukan. Rasanya yang stabil itu penting. Jangan sampai rasanya berubah hanya karena saya buka WhatsApp terlalu lama.

Harapan untuk Janji Jiwa: jangan cuma janji, tapi juga jaga rasa

Saya tahu Janji Jiwa masih punya tempat di hati banyak orang. Cabangnya di mana-mana, inovasi menunya lumayan rajin, dan harga masih bersahabat di dompet anak kos. Tetapi untuk bertahan di medan kopi kekinian yang makin sesak ini, saya rasa mereka perlu berbenah. Bukan cuma dari segi kemasan atau branding, tapi racikan inti kopinya.

Karena jujur saja, rasa adalah hal terakhir yang bisa dibohongi. Branding bisa keren, diskon bisa menggiurkan, tapi kalau rasanya makin ke sini makin tidak stabil, ya pelanggan akan pergi. Seperti saya, yang sekarang lebih sering mampir ke Point Coffee atau Belikopi ketika butuh pelukan dalam bentuk minuman.

Saya tidak benci, kok. Bahkan saya masih suka Es Kopsus Sahabat, apalagi kalau ada promo gajian diskon 45% bundling es kopi dan toast. Saya akan terus beli, asal saya sedang tidak sibuk, biar bisa segera saya habiskan.

Jadi, Janji Jiwa, ini bukan selamat tinggal. Ini hanya jeda, sambil saya menunggu kamu kembali menjaga rasa.

Penulis: Wahyu Tri Utami
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Rasanya Gitu Aja, kok Bisa Janji Jiwa dan Kopi Kenangan pada Suka?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version