Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jangan Pesan Air Putih Gratisan saat Makan di Warung

Abul Muamar oleh Abul Muamar
6 Mei 2019
A A
air putih

air putih

Share on FacebookShare on Twitter

Selain teror dari ibu kos saban bulan, anak kos juga dihadapkan pada teror di warung-warung makan setiap kali hendak mengisi lambung. Bukan lagi teror untuk tidak boleh ngebon alias ngutang, melainkan: teror agar tidak pesan air putih gratisan saat makan.

Saya cukup sering mengalaminya. Contohnya beberapa waktu lalu, saat saya makan soto di bilangan Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Penjualnya adalah seorang bapak yang dibantu oleh istrinya. Saat saya datang, saya disambut dengan senyum yang begitu ramah.

Mereka kemudian tanya, “Makan apa, Mas?”

“Soto ayam, Pak,” saya jawab.

“O nggih,” kata si Bapak dengan logat Jawa khas Jogja yang begitu lembut dan menentramkan.

Sampai di titik ini, senyum si Bapak masih mengembang. suaranya pun riang. Sejurus kemudian, saat soto saya belum lagi diantar ke meja, si Bapak bertanya lagi, “Minumnya apa, Mas?”

Roman wajah bapak itu langsung berubah tak sedap begitu saya jawab, “Air putih saja, Pak.” Bibirnya langsung terkatup, dan suaranya seketika terbenam. Apakah saya cuma sial, cuma kebetulan saja ketemu pedagang yang seperti itu? Oh tidak, Saudara-saudara.

Bukan sekali itu saja saya mengalami hal demikian. Sudah berkali-kali dan tak terhitung lagi, bahkan. Bukan hanya di Jogja, di kota-kota lain yang pernah saya tinggali dalam waktu yang cukup lama, seperti Jakarta dan Medan, keadaannya juga sama. Hanya saja, rasa sakit itu lebih terasa ketika di Jogja, karena saya selalu berpikir bahwa orang-orang di Jogja tidak seperti di Medan atau Jakarta yang rasa-rasanya serba-komersialistis.

Baca Juga:

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

Kalau sudah diperlakukan seperti itu, seolah-olah saya makan tidak bayar saja. Seakan-akan saya ini mengemis. Semacam saya nggak boleh makan di tempat itu kalau pesan minumnya cuma air putih. Teror ini sungguh menambah derita anak kos, yang tak mampu makan di restoran yang sudah pasti harganya mahal. Tapi tentu, teror ini tidak cuma ditujukan kepada anak kos seperti saya, melainkan kepada semua orang yang memesan air putih gratisan.

Karena itu, kalau tak mau diteror seperti itu, ya, sebutkanlah minimal “es teh, Bu!”, atau “es jeruk, Pak!”, dan kalau bisa dua gelas sekalian. Niscaya, Saudara akan diperlakukan dengan hangat. Tak peduli bahwa untuk jadwal makan selanjutnya Saudara terpaksa berhemat.

Dari situ, mafhumlah saya mengapa sekarang jarang ada warung makanan yang penjualnya menyediakan cerek berisi air putih dan beberapa gelas di atas meja. Secara tak langsung, pembeli “dipaksa” untuk memesan minuman yang berbayar. Hari gini masa’ mau yang gratisan melulu, mungkin begitu yang ada di pikiran para penjual makanan itu.

Untuk mendapatkan air putih gratisan, pembeli diharuskan untuk berani meminta. Celakanya, tidak semua orang punya keberanian itu. Malah, dibandingkan yang berani, pembeli yang sungkan atau malu jauh lebih banyak jumlahnya. Setidaknya di kalangan teman-teman saya (ini boleh diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan validitasnya).

Lalu, dalam hati saya bertanya, mengapa pedagang-pedagang makanan itu seperti itu? Sekilas memang seperti tidak ada masalah, bahwa memang sudah sewajarnya kita minum harus bayar. Apalagi sekarang, hampir semua pedagang tidak menyediakan air putih gratis, dan karenanya alam bawah sadar orang-orang menerimanya begitu saja.

Tetapi, bagi saya yang berasal dari udik, yang lahir dan besar di lingkungan di mana semua warung makanan pasti menyediakan air putih dan beberapa gelas di meja makan secara cuma-cuma sehingga pembeli tinggal menuang sendiri, hal itu sungguh sulit saya terima.

Pedagang-pedagang itu mestinya paham, bahwa tidak semua orang yang memesan air putih itu karena randedit alias ora duwe duit maupun pelit. Bisa jadi, orang itu memang tidak doyan dengan pilihan minuman yang tersedia, atau orang itu sudah kebanyakan minum yang manis-manis sebelum datang ke warung itu, atau orang itu sedang sakit tenggorokan dan dianjurkan minum air putih banyak-banyak, dan banyak lagi alasan.

Lalu, apakah ini cuma perkara perbedaan budaya saja? Saya kira kok tidak. Sebab, selain perkara air putih, mayoritas pedagang makanan juga acapkali tidak memartabatkan pembelinya. Misalnya dalam hal kemasan. Utamanya di kota-kota padat pendatang, termasuk Jogja yang disebut-sebut sebagai kota budaya, sangat jarang saya menemukan penjual makanan, entah itu nasi rames, nasi uduk, ayam geprek, sate, lotek, penyetan, gudeg, dsb, yang memakai daun (entah daun pisang atau daun jati) sebagai pembungkusnya. Bahkan untuk sekadar lapisan bagian dalamnya pun tidak.

Hampir semua pedagang makanan saat ini membungkus makanan dengan kertas cokelat, luar-dalam. Nasi kucing yang dijual di angkringan-angkringan bahkan dibungkus dengan koran bekas. Ya, koran bekas!

Ini pun termasuk teror sebenarnya. Berdasarkan hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kertas warna cokelat yang sering dipakai untuk membungkus makanan oleh kebanyakan pedagang itu, ternyata sangat berbahaya untuk kesehatan.

Dikutip dari lipi.go.id, kertas warna cokelat itu mengandung bakteri sekitar 1,5 juta koloni per gram. Dengan berat rata-rata 70-100 gram, itu berarti kertas-kertas itu bisa mengandung 150 juta bakteri. Sejumlah penyakit yang bisa ditimbulkannya, misalnya, kerusakan hati dan kelenjar getah bening, gangguan sistem endokrin, mutasi gen, hingga kerusakan reproduksi.

Memang, bisa dipahami bahwa memakai daun itu ribet. Selain ribet, daun juga lebih mahal dari kertas. Tapi, apakah itu bisa jadi pembenaran? Apakah segala sesuatu yang murah memang selalu berkelindan dengan yang banal, yang “ngasal”, dan irit modal?

Entahlah. Yang pasti, makanan murah sekaligus bermartabat itu memang langka.

“The night is dark and full of terrors…,” kata Lady Melisandre, si penyihir berambut merah dalam Games of Thrones.

Kepada anak kos berkantong tipis yang sedang lapar, kalimat itu mungkin bisa diganti: Makanlah di warung dan di sana teror menantimu.

Terakhir diperbarui pada 9 Mei 2019 oleh

Tags: Air PutihAnak KosJogja
Abul Muamar

Abul Muamar

Petualang, pengincar buah-buahan yang tumbuh di pinggir jalan.

ArtikelTerkait

4 Hal yang Lumrah di Malang tapi Nggak Biasa di Jogja

4 Hal yang Lumrah di Malang tapi Nggak Biasa di Jogja

14 September 2024
Sebagai Anak Kos, Saya Muak Lihat Konten TikTok Rp10 Ribu Sehari untuk 3 Kali Makan. Nggak Masuk Akal!

Sebagai Anak Kos, Saya Muak Lihat Konten TikTok Rp10 Ribu Sehari untuk 3 Kali Makan. Nggak Masuk Akal!

24 September 2025
Wonosobo Ternyata Lebih Ramah bagi Wisatawan ketimbang Jogja

Wonosobo Ternyata Lebih Ramah bagi Wisatawan ketimbang Jogja

6 Juli 2025
bahasa di wakatobi pelestarian lingkungan sepak bola bajo club wakatobi poasa-asa pohamba-hamba mojok

Wakatobi, Surabaya, dan Jogja: Mana yang Lebih Layak untuk Ditinggali?

29 November 2020
Sisi Lain Pakuwon Mall Jogja yang Sebaiknya Jadi Pertimbangan Pengunjung  Mojok.co

Sisi Lain Pakuwon Mall Jogja yang Sebaiknya Jadi Pertimbangan Pengunjung 

8 Juli 2024
Patung Raksasa KAWS Holiday di Candi Prambanan, Simbol Rakyat Jogja yang Narimo Ing Pandum

Patung Raksasa KAWS Holiday di Candi Prambanan, Simbol Rakyat Jogja yang Narimo Ing Pandum

22 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.