Jangan Menir: Kuliner Blora dengan Mitos Aneh yang Bikin Orang Nggak Jadi Makan walau Sudah Matang

Jangan Menir: Kuliner Blora dengan Mitos Aneh yang Bikin Orang Nggak Jadi Makan walau Sudah Matang

Jangan Menir: Kuliner Blora dengan Mitos Aneh yang Bikin Orang Nggak Jadi Makan walau Sudah Matang (unsplash.com)

Jangan menir adalah salah satu kuliner Blora yang sarat akan mitos.

Jadi orang kampung ada sisi enaknya juga. Soalnya banyak kuliner eksotis yang bisa saya ceritakan. Di Blora, ngomongin kuliner bukan pembahasan yang berat. Tinggal pilih mau kuliner yang bagaimana.

Kuliner dan masyarakat adat memang menjadi dua hal menarik. Beberapa kuliner memiliki cerita yang belum banyak diungkap. Jujur, saya lebih suka kuliner yang memiliki cerita di dalamnya, seperti sejarah dan mitos di baliknya.

Jangan Menir adalah salah satu kuliner yang menyimpan cerita tersebut. Ini nama makanan, bukan seruan yang ditujukan ke orang Belanda. Ini salah satu kuliner Blora.

Jangan menir, kuliner Blora yang jarang dikenal orang

Sebelum masuk ke mitosnya, saya perkenalkan dulu tokoh utama kita. Namanya jangan menir. Sayur yang berisi jagung yang dihaluskan kasar, bayam, daun kelor, atau waluh. Sayur ini tanpa santan, jadi aman untuk kolesterol. Yang membuat kuliner Blora ini khas aadalah penggunaan rempah kunci.

Jangan menir populer di daerah Blora dan Bojonegoro. Mungkin ada juga di daerah lain tapi dengan nama berbeda.

Kuliner ini paling cocok dinikmati bareng bothok. Enak juga dinikmati bareng sambal mentah. Jangan menir, bothok, sambal mentah, dan nasi hangat adalah kombinasi yang bikin makanan cepat saji Amerika minder.

Mitosnya di kalangan orang tua

Namanya juga orang Jawa, nggak lepas dari mitos dan misteri. Dan sebagai orang yang kepoan, saya selalu tertarik menguliknya. Termasuk dalam jangan menir.

Di balik kenikmatan rasanya, jangan menir menyimpan mitos. Konon katanya mitos ini telah turun temurun ada dari zaman nenek moyang. Sampai sekarang mitos ini masih diyakini di kalangan orang tua. Saya pribadi sejujurnya nggak percaya dan masih mencari tahu apa urgensinya.

Mitos yang berkembang adalah dilarang makan jangan menir saat ada orang yang meninggal. Artinya, saat ada orang yang meninggal dan kebetulan masak jangan menir, masakan itu nggak boleh dimakan. Mau baru ngeracik, sudah setengah matang, atau bahkan sudah matang, tetap saja nggak boleh dimakan.

Konon, saat itu jangan menir akan dimainkan oleh arwah yang meninggal. Kadang diobok-obok, dipakai cuci tangan, pokoknya dijadikan mainan. Makanya daripada makan bekas tangan arwah orang meninggal, mending jangan dimakan.

Meski muncul mitos demikian, uniknya sebagian orang justru “mempermainkan balik” arwah orang meninggal tadi. Katanya saat jangan menir matang dan ada orang yang meninggal, jangan didiamkan, tapi masak lagi pakai api panas biar tangan arwahnya kepanasan. Ada juga yang memasukkan banyak cabai ke sayurnya biar tangan arwahnya tambah perih.

Nilai positif di baliknya

Sebaiknya, seperti itu jangan kita telan mentah-mentah. Mitosnya maksud saya, bukan jangan menirnya. Dari kacamata budaya, hal seperti ini merupakan salah satu praktik kehidupan. Bagaimana mitos digunakan untuk mengomunikasikan pesan.

Mungkin mitos tersebut mengandung nilai positif di baliknya. Misalnya, ketika ada yang meninggal, jangan makan dulu, tetapi melayat atau berbelasungkawa. Atau bisa juga untuk tidak masak di rumah, melainkan membantu keluarga yang sedang ditinggalkan. Hal-hal itu kan bisa dilihat sebagai bentuk penghormatan ketika ada seseorang yang meninggal.

Saya meyakini kalau tiap mitos pasti memiliki makna di baliknya. Namun orang zaman sekarang menganggap hal tersebut kuno, padahal itu bagian dari praktik berkehidupan masyarakat. Jadi cukup saling menghormati saja. Ambil yang baik, buang yang buruk. Termasuk buang jangan menir saat ada yang meninggal.

Penulis: Arrayyan Mukti Rahardian
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 3 Kuliner Blora yang Eksotis, tapi Malah Jarang Masuk Daftar Kuliner Buruan Wisatawan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version