Jalur Wonosobo Parakan, Jalur Berbahaya dan Nggak Cocok Buat Pengendara Roda 2 dengan Jantung yang Lemah!

Jalur Wonosobo Parakan Mengancam Nyawa Pengendara Roda 2 (Unsplash)

Jalur Wonosobo Parakan Mengancam Nyawa Pengendara Roda 2 (Unsplash)

Saat berkunjung ke Wonosobo pada akhir pekan lalu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke daerah lain. Minggu pagi, saya memutuskan untuk mengajak adik sepupu untuk berkendara ke Kabupaten Temanggung via Jalur Wonosobo Parakan. 

Kami memulai perjalanan dari Wonosobo tepat pukul 11:00. Kebetulan, saya berangkat dari rumah Bu Lik saya yang tepat berada di tengah kota. Kami memulai perjalanan dengan binar bahagia. Sampai-sampai kami jalan santai saja, bahkan lebih pelan.

Setelah itu, sampailah saya di Perempatan Kertek. Ini adalah perempatan yang menjadi pertemuan antara pengendara yang berasal dari arah Wonosobo, Kepil, dan Temanggung. 

Sebenarnya, saya sudah beberapa kali melibas jalan ini. Tapi, perjalanan ini terasa berbeda. Hal ini lantaran saya menggunakan kendaraan roda 2. Jalan menanjak pun mulai menyapa saya saat motor berbelok kiri di perempatan Kertek. 

Mau nggak mau harus memacu mesin motor di Jalur Wonosobo Parakan

Memasuki Jalur Wonosobo Parakan, saya memacu kendaraan dengan kecepatan di bawah 50 km/jam. Namun, kendaraan mesin saya tampaknya terasa loyo untuk berjalan. Hal ini karena kontur jalan yang menanjak dengan kemiringan mencapai 40 derajat. Akhirnya, saya memutuskan untuk menaikan kecepatan hingga 70 km/ jam agar motor matik yang saya kendarai bisa lebih bertenaga.

Tidak bisa menikmati pemandangan karena kondisi Jalan Parakan yang ekstrem

Bayangan saya, selama melewati Jalur Wonosobo Parakan, akan ada banyak pemandangan yang bisa memanjakan mata. Memang, pemandangan di kanan dan kiri jalan begitu memukau para pengendara yang datang dari arah barat maupun timur. 

Gunung Sindoro berdiri gagah di sebelah kiri jalan. Sementara itu, Gunung Sumbing menjulang tinggi di sisi kanan jalan. Pohon tinggi yang serba hijau meneduhkan pandangan mata. Semua itu adalah surga bagi para pengendara yang melalui jalan ini.

Namun, semua itu sirna karena keadaan jalan yang mencekam. Kontur jalan yang cenderung ekstrem membuat fokus pengendara menjadi penting. Oleng sedikit, nyawa bisa jadi taruhannya. Bagaimana tidak? Jurang di beberapa titik menjadi momok yang menakutkan bagi para pengendara di Jalur Wonosobo Parakan ini. Belum lagi bus-bus besar yang memacu kendaraan dengan sesuka hati.

Baca halaman selanjutnya: Jalur berbahaya yang menguras energi dan memacu adrenalin.

Cuaca sepanjang jalan yang labil seperti masa remaja

Saat memasuki Kledung, cuaca cerah mulai berubah menjadi mendung. Matahari bersembunyi di balik mega mendung. Rintik mulai terasa saat saya mulai melintasi jalur masuk Basecamp Sindoro Via Kledung. 

Sial, niat hati hendak menikmati Minggu siang dengan berkendara santai malah disambut hujan deras. Hujan yang semakin lebat membuat saya memutuskan mampir ke sebuah warung kopi di dekat Rest Area Kledung. Sudah 2 jam, hujan tak kunjung reda. Saya memutuskan untuk pulang saja ke Wonosobo.

Perjalanan pulang ke Wonosobo yang semakin menguras tenaga

Selama perjalanan pulang, saya bisa merasakan adrenalin terpompa semakin kuat. Turunan di Jalur Wonosobo Parakan yang begitu curam memaksa saya untuk lihai memainkan tuas rem. Belum lagi hujan deras disertai kabut yang bisa mengaburkan pandangan. Jarak pandang menjadi terganggu. 

Beberapa kali saya memutuskan untuk menyalakan lampu jarak jauh supaya tidak kesulitan dalam berkendara. Kendaraan roda 4 dengan plat luar kota semakin menggila di Jalur Wonosobo Parakan ini. Jalan yang licin tidak membuat mereka mengurangi kecepatan. Justru, banyak mobil dan bus yang semakin kebut-kebutan. Saya pun beberapa kali memilih untuk menepi daripada harus beradu cepat dengan kendaraan roda 4.

Tidak sampai di situ, roda bus yang mendahului motor kami beberapa kali memberikan kejutan. Hal ini karena cipratan air dari roda bus yang melibas genangan. Cipratan tersebut membuat kendaraan dibelakang (termasuk saya) terkena imbasnya. Tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali mengumpat sembari mengelus dada. Tangan mungil saya pun mulai gemetar karena hujan deras disertai angin yang semakin menjadi-jadi.

Singkat cerita, saya sampai di Wonosobo sekitar pukul 14:45. Sesampainya di rumah Bu Lik, tidak ada yang saya lakukan kecuali rebahan dengan selimut tebal sambil menyeruput teh hangat.

Kontur jalan menanjak, cuaca labil, dan kondisi jalan yang cenderung ramai membuat Jalur Wonosobo Parakan memang tidak cocok bagi para pengendara roda 2 yang lemah jantung.

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kecamatan Kepil, Jalur Penghubung Wonosobo-Magelang yang Mengancam Nyawa Pengendara

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version