Sebagai orang Semarang yang sudah kenyang dengan segala keunikan kota ini, ada satu jalan yang bagi saya punya atmosfer misterius. Itu adalah Jalan Sompok Semarang. Bagi kebanyakan orang, mungkin daerah ini sebatas kawasan nggak jelas yang mendekati area sub-urban.
Namun bagi saya, Sompok adalah jawaban instan untuk satu kebutuhan mendasar, yakni kesehatan. Saya sudah cukup lama mengamati kalau Jalan Sompok ini seakan memancarkan magnet bagi mereka yang berprofesi di bidang kesehatan. Nggak tahu kenapa, tapi banyak sekali papan nama praktik dokter berjejer di sepanjang jalan ini.
Malah menurut pandangan saya, plang dokter yang terpampang melampaui jumlah banner iklan. Saking merebaknya, saya pikir Jalan Sompok sudah melintasi fungsinya sebagai jalan biasa. Mungkin Jalan Sompok Semarang memang ditakdirkan untuk mereguk kesembuhan.
Popularitas Jalan Sompok berawal dari dokter anak yang namanya melegenda seantero Semarang
Kalau saya boleh menebak, popularitas Jalan Sompok sebagai sentra klinik dokter ini berawal dari satu nama besar yang hingga kini masih melegenda di kalangan Boomers hingga anak-anak Milenial. Nama yang juga masih terngiang di telinga saya itu adalah Prof. Dr. dr. AG Soemantri Hardjojuwono Sp.A (K), S.Si.
Beliau bukan dokter anak biasa, melainkan seorang ahli darah sekaligus penggagas cangkok hati. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai Guru Besar di UNDIP. Oleh para pasiennya dan warga Semarang, beliau lebih akrab dipanggil Pak Mantri.
Di zamannya, konon, nggak ada dokter anak yang melampaui kompetensi dan ketenaran Pak Mantri. Lokasi praktik beliau berada persis di perempatan Jalan Sompok Semarang. Tempatnya berupa rumah besar dan megah di eranya yang juga dijadikan klinik mandiri.
Saking legendarisnya, saya sendiri, yang kini sudah jadi orang tua, sempat membawa anak saya yang generasi Alpha juga berobat di sana. Saat masih muda dulu, beliau kerap memberikan resep yang biasanya pasien tebus di Apotek Sarika, sebuah apotek lawas yang juga ternama dan beroperasi sampai sekarang. Ketika Pak Mantri sudah lanjut usia, obat yang umum diperlukan pasien, biasanya sudah disediakan oleh asistennya di klinik mandiri Pak Mantri.
Sayangnya, saat ini beliau sudah meninggal. Namun, namanya terus dikenang banyak orang. Saya menduga, mungkin dari kehadiran Pak Mantri di sana, banyak dokter spesialis lain lantas terinspirasi membuka praktik di jalur yang sama. Harapannya jelas, terdongkrak pamornya dan dekat dengan aura legendaris Pak Mantri.
Berada di titik strategis dan dinaungi banyak pohon jadi nilai magis jalan ini
Popularitas Jalan Sompok Semarang sebagai sentra dokter ini bukan hanya soal warisan nama besar. Namun juga karena letaknya yang sangat strategis. Kawasan Sompok berada di tengah-tengah, persis antara area pinggiran dan pusat perkotaan Kota Lumpia. Ini menjadikan Sompok sebagai lokasi ideal bagi para dokter untuk menggaet pasien dari kedua pasar tersebut sekaligus.
Selain itu, secara vibes, Sompok juga terbilang teduh karena dinaungi banyak pohon. Mungkin suasana yang asri ini dirasa pas bagi mereka yang sedang mendambakan kesembuhan.
Sekarang, Sompok dibanjiri tempat praktik. Baik itu klinik besar maupun praktik mandiri. Kalau saya nggak salah hitung, jumlahnya mencapai belasan. Meskipun ada yang silih berganti karena banyak dokter sepuh yang sudah pensiun.
Yang jelas, jenis dokter di sini komplit. Bukan cuma dokter anak, ada pula dokter THT, dokter gigi umum, dokter gigi anak, hingga Klinik Ginjal dan Hipertensi. Pokoknya kalau ada warga Semarang yang sakit tapi malas antre ke rumah sakit, kemungkinan besar solusi sembuh itu berawal di Jalan Sompok.
Jalan Sompok adalah monumen unik yang membuktikan bahwa kepercayaan dan reputasi bisa menciptakan pusat layanan kesehatan tanpa perlu label rumah sakit mewah. Semoga ini jadi pengingat warga kalau keahlian profesional sejati bisa ditemukan di sudut jalan yang sederhana di kota ini.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Depok Semarang Ruwet, tapi Masih Bisa Dimaafkan, Tidak Seperti Depok di Daerah Lain.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















