“Masih muda kok mau sih jadi guru PAUD?” Pertanyaan itu sangat sering saya dapatkan. Saking seringnya, lama-lama saya jadi maklum dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya juga jadi memahami kenapa orang terheran-heran dengan keputusan saya.
Kuliah jurusan pendidikan, apalagi pendidikan PAUD, bukanlah pilihan sejak awal. Awalnya, saya ambil Jurusan Manajemen yang kerap dianggap keren dan punya prospek cerah. Hingga akhirnya, saya merasa nggak cocok dengan jurusan ini, merasa ada yang kurang. Pindah ke Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) pun jadi pilihan.
Jelas banyak orang mempertanyakan keputusan besar itu. Bahkan, ada yang menganggap saya menyia-nyiakan kesempatan. Tapi, ketika hati sudah mantap, orang lain boleh saja meragukan, asal saya sendiri tidak goyah.
Guru, khususnya Guru PAUD, profesi yang masih dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Gajinya tidak besar. Bahkan, kadang sudah habis hanya untuk bensin pulang-pergi ke sekolah. Ditambah lagi, banyak orang menganggap guru PAUD bukan pekerjaan yang menjanjikan masa depan aman.
Gaji guru PAUD tidak seberapa, tapi ada saja rezekinya
Menjadi guru PAUD memang penuh tantangan. Ada kalanya saya merasa lelah, terutama saat cuaca tidak bersahabat. Berangkat mengajar di pagi hari saat hujan deras, pulang pun masih basah kuyup. Di momen seperti itu, pikiran untuk mencari pekerjaan lain dengan gaji lebih besar kadang terlintas. Bayangan tentang hidup yang lebih tenang, tanpa harus khawatir uang bensin atau kebutuhan bulanan, seolah-olah begitu menggoda. Tapi, kenyataannya, esok harinya saya tetap bangun pagi, tetap bersiap, dan tetap berangkat mengajar.
Menyadari gaji guru PAUD yang tidak seberapa, saya mencari cara lain untuk menambah penghasilan. Saya mencoba usaha kecil-kecilan lewat status WhatsApp (WA) hingga jadi affiliator TikTok. Hasilnya memang tidak besar, tapi lebih baik daripada tidak punya penghasilan tambahan sama sekali.
Anehnya, walau pendapatan saya kecil, ada saja rezeki lain yang muncul di saat tidak terduga. Dan, saya percaya, rezeki itu datang bukan hanya dari usaha sendiri, tapi juga dari keberkahan doa orang lain. Bisa jadi doa orang tua murid atau mungkin dari kebaikan kecil yang tanpa sadar saya lakukan lewat profesi ini.
Profesi yang mensyaratkan untuk terus belajar
Salah satu hal yang membuat saya bertahan jadi guru PAUD bukanlah gaji, tapi kebahagiaan yang didapat sehari-hari. Sapaan ceria dan tawa anak-anak saat masuk kelas memberi semangat baru. Begitu pula, ekspresi bangga mereka ketika mereka berhasil melakukan hal-hal sederhana seperti menulis huruf pertama atau memakai baju sendiri. Hal-hal kecil seperti itu yang justru memberi energi besar. Rasanya tidak ternilai, dan itu yang membuat saya sadar kalau guru PAUD bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan hati.
Selain itu, dunia pendidikan anak usia dini membuat saya terus belajar. Saya mendapat banyak kesempatan mengikuti pelatihan, menambah ilmu, dan mencoba hal-hal baru. Pekerjaan ini mensyaratkan diri ini untuk tidak berhenti belajar. Itulah yang membuat saya merasa cocok.
Keputusan aneh, tapi saya menikmatinya
Bagi sebagian orang, keputusan menjadi guru PAUD mungkin terlihat aneh, bahkan rugi. Namun, buat saya, tidak semua hal bisa diukur dengan materi. Ada kebahagiaan lain yang jauh lebih berharga: perasaan berguna, dihargai, dan dicintai oleh anak-anak yang polos dan tulus. Dari mereka sata belajar arti sabar, ketulusan, dan rasa syukur yang sebenarnya.
Jadi, kalau ada yang bertanya lagi, “Masih muda kok mau sih jadi guru PAUD?” Saya hanya akan membalasnya tersenyum. Karena jawabannya sudah jelas: saya memang ingin berada di sini, di tengah tawa anak-anak, di jalan yang membuat hatiku merasa hidup.
Penulis: Nur Anisa Budi Utami
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Derita Fresh Graduate Hari Ini: Lapangan Kerja Kian Sempit dan Syarat Lowongan Kerja Makin Aneh.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















