Berkunjung ke ITS Surabaya malah bikin saya iri, soalnya kampus saya di Unesa Ketintang nggak kayak gitu.
Topik skripsi saya yang berhubungan dengan beberapa kampus di Surabaya, membuat saya mau nggak mau harus mengunjungi kampus-kampus tersebut. Dari pengalaman mengunjungi beberapa kampus ini, saya jadi sering membanding-bandingkan antar kampus secara nggak langsung.
Dari beberapa kampus di Surabaya yang saya kunjungi, kampus ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) sangat berkesan bagi saya. Hal tersebut disebabkan suasana kampus ITS yang mendukung untuk belajar. Sebagai mahasiswa Unesa Ketintang, saya sangat iri dengan suasana di ITS. Tentu hal tersebut memiliki beberapa alasan.
Daftar Isi
Layak disebut kampus hijau di Surabaya
Surabaya panas sudah bukan rahasia lagi. Bahkan saking panasnya, saya skeptis kalau ada yang bilang terdapat tempat adem di Surabaya, kecuali kalau tempat tersebut merupakan ruangan ber-AC.
Waktu berkunjung ke ITS, memang betul kampus satu ini bisa dibilang kampus adem nan hijau. Sebab, kampus lain di Surabaya yang saya kunjungi nggak ada yang senyaman dan seadem ITS. Di sana, saya masih bisa melihat burung-burung dan merasakan semilir angin segar. Sehingga saat berkunjung ke sana, rasa lelah dan kepanasan menuju ke kampus ITS terbayar lunas.
Setelah saya telusuri lebih dalam, ternyata ITS memang masuk dalam peringkat Kampus Hijau di Indonesia dalam UI GreenMetric. Hal tersebut memang layak disandang ITS mengingat suasana yang dibangun di lingkungan kampus tersebut memang sangat adem dan nyaman. Bahkan dengan lingkungan kampus demikian, saya rasa mahasiswa ITS nggak perlu mencari tempat ber-AC saat nongkrong atau berdiskusi dengan teman. Tentu hal tersebut nggak pernah saya rasakan di Unesa Ketintang yang rasanya kering kerontang, apalagi pas musim panas.
Perpustakaan top, mahasiswa benar-benar difasilitasi dengan baik
Perpustakaan ITS Surabaya menjadi tempat pertama yang saya kunjungi saat datang ke kampus tersebut pada bulan April lalu. Alasan saya memilih tempat tersebut karena dekat dengan rektorat dan memudahkan saya saat menunggu narasumber.
Saat berkunjung ke sana, saya memuji ekstrerior maupun interior perpustakaan ITS. Dari luar, gedung yang terdiri dari 5 lantai ini terlihat megah dan memesona. Sementara memasuki bagian dalam gedung, saya bisa melihat interior modern klasik dan suasana kampus yang sesungguhnya.
Ada banyak ruangan di perpustakaan ITS. Petugas perpustakaannya pun sangat ramah. Sebagai mahasiswa non-ITS, saat itu saya diberi arahan oleh petugas untuk menunggu di lantai 1, 3, atau 5. Tentu saya memilih lantai 5 sebagai spot untuk membaca buku. Saat memasuki ruangan lantai lima, saya dikejutkan dengan suasana yang jarang saya liat di perpustakaan Unesa yakni banyak mahasiswa di perpustakaan yang ngelaprak, membaca dengan serius, dan berdiskusi tanpa takut kekurangan tempat.
Sebagai mahasiswa Unesa Ketintang, sebetulnya saya nggak iri dengan interior maupun eksterior perpustakaan ITS Surabaya. Saya cuma iri sama jam buka perpustakaan ITS yang lebih lama. Jam buka perpus ITS dimulai dari pukul 07.30-19.00 WIB. Sementara di kampus saya memang nggak ada perpustakaan gedenya, cuma ada perpustakaan fakultas dan ruang baca jurusan yang bukanya cuma sebentar, yakni pukul 08.00-16.00 WIB. Jika saya dan teman ingin oper ke perpustakaan pusat, jam operasionalnya juga sama, jadi percuma.
Selain itu, permasalahan yang sering saya alami lainnya adalah ketika ruang baca dan perpus jurusan kebetulan ramai mahasiswa. Hal ini menciptakan pemandangan yang nggak beraturan dan membuat ruangan makin panas karena banyak orang. Makanya mahasiswa Unesa Ketintang kebanyakan memilih belajar di cafe atau di warkop saja.
Birokrasi ITS Surabaya sat set, bikin iri mahasiswa Unesa Ketintang
Birokrasi kampus menjadi bahan sambatan mahasiswa Unesa setiap saat. Mulai dari pengurusan KRS, magang MBKM, UKT, bimbingan skripsi, dan bahkan mengurus kelulusan selalu saja ada dramanya. Tentu hal tersebut membuat mahasiswa sering kali kebingungan dan mau nggak mau harus turun langsung ke bidang terkait. Bagi kami, hal ini jelas melelahkan, sebab apa pun urusannya, kami harus pergi ke kampus Unesa Lidah Wetan. Hal ini nggak hanya menguras tenaga, tapi juga pikiran dan biaya.
Masalah birokrasi di Unesa Ketintang ini tentu berusaha diatasi. Misalnya, ada survei kepuasan mahasiswa, kotak kritik dan saran, bahkan dialog prodi untuk mengatasi berbagai masalah birokrasi. Namun tetap saja masalah yang ada tidak teratasi dan menjadi permasalahan berulang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa solusi yang ada masih kurang efektif dan belum ada solidaritas antara para pejabat kampus, tendik, serta mahasiswa.
Akan tetapi apa yang dialami oleh mahasiswa Unesa Ketintang ini hampir nggak pernah terjadi pada mahasiswa ITS Surabaya. Jika terjadi pun, menurut teman saya, permasalahan akan diatasi dengan cepat dan nggak bikin ruwet mahasiswa. Bahkan teman saya yang anak ITS itu pun mengatakan kalau birokrasi di kampusnya sangat sat set dan hampir nggak pernah terjadi masalah.
Saya hanya bisa berharap, semoga ke depannya almamater saya tercinta, Unesa Ketintang, bisa banyak belajar dari ITS ataupun kampus terbaik lainnya di Surabaya. Tujuannya supaya sama-sama enak. Semoga juga kelak Unesa membuat gebrakan yang membangun dan strategis sehingga dapat bermanfaat dalam jangka panjang dan membuat semua yang ada di dalamnya berbahagia.
Penulis: Desy Fitriana
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Unesa Belum Perlu Membangun Kampus di IKN, Kampus Ketintang dan Lidah Wetan Aja Masih Mengenaskan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.