Istilah kereta api di dalam artikel ini sering banget dianggap sama, padahal beda makna. Nah, baca ini agar bisa tahu perbedaannya dan nggak nanya admin KAI terus
Oleh karena saya mengikuti akun Twitter KAI, saya kerap mendapati bagaimana telatennya mereka dalam menanggapi pertanyaan dan keluhan penggunanya. Salah satu yang paling sering saya tangkap adalah tentang tiket go show.
Biasanya, calon penumpang menanyakan ketersediaan tiket potongan harga di relasi tertentu dengan menyebutnya sebagai go show, kemudian pelayanan pelanggan KAI akan menerangkan perbedaan antara go show dan tarif khusus sebelum kemudian menjawab inti pertanyaan.
Eh, lho, ternyata, keduanya berbeda? Iya, sebelum sering membaca balasan KAI, di keseharian saya juga mengira go show merujuk pada potongan harga tiket yang dibeli dua jam sebelum keberangkatan. Ini tak lepas dari orang-orang di sekitar saya yang juga menganggapnya demikian.
Namun, ternyata secara praktik resmi di KAI, keduanya adalah hal yang berbeda, meskipun memang beririsan. Dimulai dari perbedaan antara keduanya, berikut adalah Istilah-istilah kereta api yang sering rancu dan perlu diluruskan.
Go show vs tarsus, istilah kereta api yang paling sering disalahpahami
Meskipun masyarakat umum sering menyebut potongan harga tiket yang dibeli dua jam sebelum keberangkatan sebagai tiket go show, menurut KAI, keduanya adalah layanan yang berbeda. Tiket go show merujuk pada pembelian di loket stasiun yang dimulai sejak tiga jam sebelum keberangkatan dengan harga normal, berlaku untuk kereta dan rute apa pun selama kursi masih tersedia.
Sementara itu, tarif khusus adalah skema potongan harga (hingga 50% atau lebih) yang hanya berlaku untuk kereta dan rute tertentu yang ditetapkan KAI, dan pemesanannya baru dapat dilakukan mulai dua jam sebelum keberangkatan, baik melalui aplikasi Access by KAI maupun loket.
Dengan demikian, sebuah tiket dapat sekaligus menjadi go show dan tarif khusus hanya jika pembelian dilakukan di loket dalam rentang waktu dua jam menjelang keberangkatan pada rute yang memberlakukan diskon. Jika pembelian dilakukan di loket tetapi lebih awal, misalnya dua setengah jam sebelum keberangkatan, itu adalah go show saja dan harga yang berlaku adalah harga reguler.
Jadi, istilah kereta api satu ini bukan sinonim, ya! Tampaknya dari segi perusahaan, humas KAI masih perlu usaha untuk membumikan perbedaan antara keduanya, nih.
Commuter Line Tidak Melulu KRL
Perbedaan antara Commuter Line dan KRL terletak pada lingkup definisinya. Commuter Line merujuk pada layanan kereta api lokal yang dirancang untuk mengangkut penumpang dalam jarak pendek hingga menengah di area perkotaan dan sekitarnya (komuter). Layanan ini fokus pada frekuensi tinggi dan konektivitas antarkota/antarwilayah. Sementara itu, KRL, sebagaimana kepanjangannya adalah kereta rel listrik, adalah jenis sarana spesifik (dalam hal ini kereta api) yang menggunakan energi listrik dari kabel di atas rel untuk penggeraknya.
Tumpang tindih istilah kereta api ini tampaknya wajar karena terutama di Daop 1 Jabodetabek, seluruh layanan Commuter Line dioperasikan menggunakan sarana KRL. Namun, di wilayah lain, seperti di Jawa Timur dengan layanan Commuter Line Dhoho, Penataran, dan sebagainya, layanannya tetap disebut Commuter Line meskipun se-provinsi tidak ada KRL. Ini memperjelas bahwa Commuter Line adalah nama layanan kereta komuter, terlepas dari jenis teknologi penggerak yang digunakan pada sarana keretanya.
Tiket Elektronik dan E-boarding Pass
Untuk istilah kereta api ini, saya amat bisa didebat. Pasalnya, media sosial KAI, pun, menyamakan keduanya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan saya, tampaknya mereka berdua tidak benar-benar sama: tiket elektronik memuat e-boarding pass, bukan setara.
Sebuah pengalaman menyadarkan ini kepada saya. Begini ceritanya. Saya membeli tiket, katakanlah, dari Stasiun Malang ke Stasiun Solobalapan. Akan tetapi, jadinya saya naik dari Stasiun Kepanjen, alias, memperpendek relasi.
Saat pemeriksaan tiket, saya percaya diri saja menunjukkan tiket elektronik di aplikasi Access by KAI saya. Namun, ternyata, tidak bisa dipindai begitu saja! Alhasil, saya harus mencetak boarding pass jadi lembaran fisik dulu baru bisa dipindai dan masuk peron. Kembali manual.
Ternyata, e-boarding pass hanya bisa diakses via aplikasi ponsel hingga sebelum waktu keberangkatan yang tertera di tiket. Sementara, tiket elektronik bisa selalu diakses.
Saya tetap bisa menggunakan e-boarding pass tanpa harus mencetaknya jadi lembaran kertas termal jika saat membuka tiket elektronik sebelum kereta berangkat dari Stasiun Malang. Saya memilih “cetak e-boarding pass” yang sejatinya tidak benar-benar dicetak fisik itu.
Itu tadi istilah kereta api yang terlihat sama, padahal beda. Selain yang sudah ditulis, ada lagi nggak istilah lain yang mengalami hal serupa tapi belum ada di sini? Kalau ada, tulis dan kirim ke Terminal Mojok, ya!
Penulis: Annisa R
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tiket Tarsus, Tiket Kereta Api dengan Harga Super Duper Murah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















