Istana Topkapi: Saksi Bisu Puncak Khilafah Islam pada Masa Kesultanan Utsmaniyah

Istana Topkapi: Saksi Bisu Puncak Khilafah Islam pada Masa Kesultanan Utsmaniyah

Istana Topkapi: Saksi Bisu Puncak Khilafah Islam pada Masa Kesultanan Utsmaniyah (Pixabay.com)

Istana Topkapi jadi saksi bisu bagaimana Kekaisaran Utsmaniyah menguasai dunia

Kekaisaran Utsmaniyah (atau Ottoman, terserah mana yang kalian suka) adalah legenda. Ia disebut ketika orang-orang berbicara tentang kejayaan Islam. Ia disebut ketika orang-orang berbicara tentang kerajaan yang berpengaruh. Kekuasaannya yang begitu luas, membuat Utsmaniyah dianggap sebagai khalifah terbesar dalam sejarah.

Beberapa tahun lalu, saya mengunjungi Istana Topkapi, saksi bisu masa keemasan Utsmaniyah. Tentu saja, ini adalah pengalaman yang wajib saya bagi.

***

Saya pergi ke Turki pada Maret 2019 dengan Turkish Airlines. Perjalanan udara dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Ataturk di Istanbul memakan waktu kurang lebih 12 jam. Sebagai muslim yang nggak taat-taat amat, tapi takut meninggalkan salat, hal pertama yang saya lakukan setibanya di Bandara Ataturk Istanbul adalah mengambil wudu dan bergegas salat.

Meskipun Turki adalah negara dengan mayoritas Islam—sekitar 98 persen warganya muslim, di luar dugaan, musala bandaranya kecil dan fasilitasnya biasa saja, tapi kebersihannya patut dipuji. Di area wudu, agak berbeda dengan tempat wudu yang jamak kita temukan di Indonesia. Di Turki, mayoritas tempat wudunya model duduk (ada kursi di bawah kran airnya).

Bulan Maret di Istanbul masuk musim dingin dengan suhu rata-rata 4-12 derajat celcius. Anda bisa bayangkan bagaimana rasanya wudu di suhu sedingin itu? Kulit wajah kita seperti di tampar kiri-kanan dan kebas dalam beberapa saat. Saya menyelesaikan wudu dengan penuh perjuangan, dan seketika merasa bersyukur hidup di negara tropis seperti Indonesia.

Jika Anda muslimah, nggak perlu repot mencari mukenah di masjid Turki, sebab kita nggak akan menemukannya. Orang di sini salat dengan pakaian yang mereka kenakan di hari itu (prinsipnya menutup aurat) bukan dengan mukenah seperti umumnya orang Indonesia dan pemandangan seperti itu terlihat di hampir seluruh masjid yang ada di Turki.

Tempat pertama yang saya kunjungi di Istanbul adalah Istana Topkapi yang dulunya adalah kediaman para Sultan Utsmaniyah. Topkapi dibangun sekitar tahun 1459 atas permintaan Muhammad Al Fatih atau Sultan Mehmed II, setelah blio berhasil menaklukkan Konstantinopel (Istanbul), Ibu Kota Kekaisaran Byzantium yang sebelumnya dikuasai oleh Romawi.

Istana Topkapi

Lokasi Istana Topkapi masih berada di kawasan Sultanahmet, di area ini juga terdapat Hagia Sophia dan Blue Mosque. Lantaran banyak bangunan bersejarah, kawasan ini biasa disebut Old City Istanbul. Jarak antara Bandara Internasional Ataturk ke kawasan Sultanahmet sekitar 19 km, bisa ditempuh dengan taksi kurang lebih selama 40 menit. Kalau ingin berhemat, bisa memanfaatkan transportasi umum lain seperti trem dan bus.

Untuk bisa masuk ke Istana Topkapi, kita harus antre di gerbang pertama. Di musim liburan, antreannya bisa sangat panjang. Beruntung, saya datang di musim dingin sehingga agak sepi. Biaya masuk Istana Topkapi sebesar 30 lira atau setara Rp25 ribu.

Saya datang ke Istana Topkapi bersama teman-teman satu kantor, lengkap dengan seorang tour guide bernama Ramazan, setelahnya kita sebut saja Mas Rama. Mas Rama adalah akamsi Turki dan cukup fasih berbahasa Indonesia. Perawakannya tinggi, kulit putih, alis tebal, hidung mancung dan bibir indah dengan brewok tipis. Tipe kaum Adam yang sedap dipandang. Kalau Anda pernah melihat film Turki berjudul Elif, nah wajahnya Mas Rama kurang lebih seperti bapaknya Elif di film tersebut.

Bukan, yang meranin Elif bukan Reza Rahadian.

Istana Topkapi atau Topkapi Sariye dalam bahasa Turki artinya gerbang berhias meriam. Di sekitar Istana Topkapi, kita akan melihat meriam yang dulunya digunakan Al Fatih untuk merebut Konstantinopel (Istanbul). Dan tentu saja, mereka tidak berafiliasi dengan Arsenal. Tolong ini ya.

“Ada tiga puluh sultan yang pernah tinggal di Istana ini selama kurang lebih 600 tahun, termasuk Sultan Al Fatih, Sultan Selim I dan Sultan Suleiman II, tiga Sultan yang paling terkenal dalam buku-buku sejarah.” Ucap Mas Rama ketika kita sampai di depan gerbang utama Istana Topkapi.

“Topkapi adalah pusat administrasi dan pemerintahan Khilafah Utsmaniyah. Di sinilah para pejabat (baca: gubernur) di setiap wilayah kekuasaan Utsmaniyah mengadakan rapat dan melaporkan kondisi wilayahnya masing-masing,” tambah Mas Rama sambil menunjuk gerbang utama Istana Topkapi yang berwarna putih dengan dua buah kerucut di bagian atasnya. Sekilas mirip pintu gerbang kerajaan di Seven Kingdom dalam serial Game of Thrones.

Gerbang utama Istana Topkapi, istana Kekaisaran Utsmaniyah.

Topkapi sendiri dibangun di atas lahan 700.000 m2 dan dikelilingi tembok sepanjang lima kilometer. Butuh waktu seharian penuh untuk mengelilingi istana ini, tentunya dengan fisik yang prima. Sobat boyokan harap siapkan koyo dan Counterpain sebelum memutuskan berkeliling ke Istana Topkapi. Apalagi kalau datang kesini saat musim liburan. Sebab, akan ramai sekali dan banyak antrean di mana-mana. Sejak dijadikan museum pada 1924, Istana Topkapi memang menjadi salah satu spot favorit wisatawan mancanegara, termasuk jamaah umrah Indonesia yang membeli paket umrah plus wisata Turki.

Secara garis besar, Istana Topkapi dibagi ke dalam empat courtyard atau empat halaman. Meskipun sempat mengalami berbagai pemugaran, area gedung utama dan deretan tembok Istana Topkapi yang asli (di masa Sultan Mehmed II) masih bisa kita lihat sampai sekarang.

Halaman pertama

Halaman pertama Istana Topkapi atau biasa disebut halaman terluar, dulunya adalah area publik. Pada masa Kesultanan Utsmaniyah, area ini boleh diakses khalayak ramai. Area ini biasanya digunakan untuk upacara atau acara-acara umum lainnya, fungsinya mirip alun-alun di era modern.

Kalau berkeliling di area ini, kita akan bertemu bangunan megah dengan dinding bata merah, bangunan tersebut bernama Hagia Eirene atau Hagia Irene. Dulunya, Hagia Eirene adalah gereja ortodoks. Jika Hagia Sophia adalah gereja yang diubah fungsinya menjadi masjid, Hagia Eirene di masa Kesultanan Utsmaniyah dijadikan tempat menyimpan senjata, semacam gudang senjata dan barang rampasan perang.

Hagia Irene

Hagia Eirene dibangun sekitar 360 M, pada masa Kaisar Romawi Constantine I. Bentuk bangunannya mencerminkan basilika khas Romawi yang terdiri dari ruang utama, narthex, galeri dan atrium dengan kubah yang tingginya mencapai 35 meter dan lebarnya 15 meter. Di dalam Hagia Eirene juga terdapat area synthronon atau deretan bangku yang disusun setengah lingkaran apsis.

“Sejak 1980 banyak konser musik dan festival musik Internasional Istanbul diadakan di Hagia Eirene, tempat ini memiliki arsitektur yang bagus untuk gelaran musik,” ungkap tour guide kami ketika menceritakan tentang fungsi Hagia Eirene saat ini.

Dalam sejarahnya, setelah digunakan untuk gudang senjata, pada 1726 Hagia Eirene dijadikan museum militer nasional. Kemudian sekitar tahun 1978 Hagia Eirene diserahkan ke Kementerian Kebudayaan Turki. Di tahun 2000 pernah ada perancang atau seniman di Turki yang mengadakan pertunjukan spesial di Hagia Eirene. Ada 700 karya seni yang dipamerkan, termasuk 36 jubah Sultan Utsmaniyah mulai dari Osman Gazi (pendiri Khilafah Utsmaniyah) sampai Mehmed IV (sultan terakhir Khilafah Utsmaniyah).

Jika Anda berkeliling di sekitar Hagia Eirene, ada deretan pohon rindang yang berjejer di sepanjang jalan. Tak jauh dari lokasi tersebut, ada kolam air mancur. Kabarnya, dulu para algojo di masa Khilafah Utsmaniyah setelah berperang mencuci pedangnya di air mancur tersebut.

Ketika saya mengkonfirmasi hal itu kepada tour guide kami, Mas Rama memilih jawaban aman, “Saya belum pernah membaca literatur sejarah yang seperti itu, tapi banyak orang mengatakan demikian”.

Hagia Eirene adalah saksi bisu kedigdayaan tentara Utsmaniyah. Di sini jugalah senjata rampasan perang dulunya disimpan. Dalam riwayatnya, pasukan Utsmaniyah pernah menjadi tentara terkuat di muka bumi ini.

Pada masa kepemimpinan Sultan Utsmaniyah ke-9, Selim I (berkuasa 1512-1520), pasukan Utsmaniyah pernah mengalahkan wangsa Mamluk. Mamluk adalah tentara elit dan prajurit paling tangguh yang pernah mengalahkan pasukan Salib yang dipimpin Raja Louis IX. Wangsa Mamluk juga pernah mengusir pasukan Mongol dari Arab.

Eugene Rogan dalam bukunya The Fall of The Ottomans: The Great War in The Middle East, pernah menuliskan “Pasukan Mamluk menegakkan nilai-nilai militer abad pertengahan, sedangkan pasukan Utsmaniyah mewakili wajah modern peperangan abad ke-16”. Peperangan antara wangsa Mamluk dan tentara Utsmaniyah di Marj Dabiq pada 1517-an yang dimenangkan oleh kubu Utsmaniyah menjadi penanda era keemasan Utsmaniyah sekaligus menetapkan Utsmaniyah sebagai penguasa Suriah.

Halaman kedua

Bagian kedua atau halaman kedua Istana Topkapi merupakan pusat administrasi istana. Di masa Kesultanan Utsmaniyah, hanya pengunjung resmi dan anggota pengadilan yang diperbolehkan memasuki ruangan tersebut.

 “Anggota dewan akan bertemu beberapa kali dalam seminggu untuk membahas urusan kenegaraan di balai dewan. Sementara kepala menteri memimpin rapat, sultan akan mendengarkan melalui jendela dari sebuah ruangan kecil dan anggota dewan tidak dapat melihat kehadiran sultan secara langsung,” terang Rama sambil menunjuk bangunan berwarna putih dengan banyak jendela dan satu menara tinggi. Bangunan ini disebut Tower of Justice.

Tower of Justice, Istana Topkapi

Sayangnya, pengunjung tidak boleh naik sampai ke atas tower. Padahal, tempat tersebut memungkinkan kita untuk melihat kompleks Istana Topkapi secara menyeluruh dari ketinggian.

Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman II, Kesultanan Utsmaniyah membuat inovasi besar dengan menetapkan struktur administrasi di setiap provinsi sesuai dengan hukum yang berlaku. Aturan pemerintahan ditetapkan untuk setiap provinsi dalam dokumen konstitusional yang dikenal sebagai kanunname (kitab undang-undang).

Dibuat sekitar 1525, dokumen ini sangat lengkap, menetapkan kerangka administrasi sampai ke tingkat desa. Isinya berupa tanggung jawab para pejabat dalam menjaga keamanan, pelestarian sistem irigasi, dan pengumpulan pajak.

Di masa itu, pemerintah pusat di Istanbul (Istana Topkapi) akan mengirimkan seorang kepala pengadilan ke setiap ibu kota provinsi yang bertugas memimpin pengadilan Islam. Sementara umat Kristen dan Yahudi, berhak menyelesaikan perselisihan di antara mereka melalui pengadilan agama sendiri, meskipun tak jarang, mereka (orang Kristen dan Yahudi) memilih untuk mengajukan keluhannya di pengadilan Islam. Semua keputusan dari Istanbul dibacakan secara publik dan semua kasus di pengadilan ditulis dengan lengkap dalam buku catatan pengadilan, banyak di antara buku tersebut masih tersimpan dengan baik hingga sekarang.

Khilafah Utsmaniyah terbilang maju dan memiliki sistem pemerintahan yang cukup modern di zaman itu. Tidak heran jika akhirnya Utsmaniyah mampu berdiri dengan tegak selama kurang lebih 630 tahun, sekaligus menjadi khilafah Islam yang mampu bertahan paling lama sepanjang sejarah peradaban Islam.

Baca halaman selanjutnya

Jejak-jejak para Nabi

Halaman ketiga

Halaman ketiga ditandai dengan gerbang felicity yang memiliki kanopi. Gerbang ini mengarah ke bagian terdalam di Istana Topkapi. Di area inilah tepatnya kediaman pribadi sultan berada. Di area ini juga terdapat harem, sekolah, beberapa asrama dan area pemandian khusus selir.

Kanopi Felicity

“Tidak ada orang luar yang boleh masuk area pribadi sultan apalagi berkomunikasi secara langsung dengan sultan Utsmaniyah,” jelas Mas Rama.

Dulunya, hanya sultan, anggota keluarga, dan pelayannya yang boleh masuk halaman ketiga Istana Topkapi. Jika ada tamu sultan, si tamu hanya boleh berkunjung sampai ruang tamu, itupun prosedurnya sangat ketat. Para tamu atau orang luar tidak diizinkan melakukan kontak mata dengan sultan. Kalau ingin bicara, posisi matanya harus mengarah ke bawah atau menunduk dan komunikasi akan dilakukan dengan perantara (penerjemah) sultan.

Perjalanan paling lama di Istana Topkapi terjadi di halaman ketiga ini. Sebab di area ini, banyak gedung yang kemudian dijadikan museum atau tempat disimpannya barang-barang berharga peninggalan para nabi.

Salah seorang teman saya berkata, “Eh, tetanggaku di Tuban pernah ke sini dan nangis sesenggukan pas melihat barang peninggalan nabi.”

Di halaman ketiga ini, memang ada beberapa bangunan yang dikhususkan untuk menyimpan barang peninggalan nabi, sahabat nabi, termasuk juga jenggot Nabi Muhammad SAW. Sayangnya, ketika kami datang, area atau tempat di mana jenggot nabi disimpan sedang direnovasi sehingga saya tidak punya kesempatan untuk melihatnya.

Namun, di sekitar area tersebut masih ada barang-barang berharga lain yang dipamerkan. Ada tongkat Nabi Musa, pedang para sahabat nabi, pedang Muhammad Al Fatih yang digunakan untuk menaklukan Konstantinopel. Ada juga baju Aisyah, istri Nabi Muhammad. Ketika berada di dalam area barang peninggalan bersejarah ini, kita dilarang mengambil foto.

Bahkan, tour guide kami tidak ikut masuk dan menunggu di luar. Saya kurang tahu penyebabnya, kabarnya tidak semua tour guide boleh masuk. Tapi tenang, meskipun tidak ada tour guide, area ini dilengkapi tulisan Latin berbahasa Inggris yang menceritakan sejarah dan deskripsi masing-masing item atau barang yang dipamerkan. Sehingga kita masih bisa menikmati museum dengan informasi yang terang benderang.

Di halaman ketiga ini, kita juga bisa melihat benda atau koleksi keterampilan pengrajin istana Utsmaniyah beserta perubahan modenya. Jika diamati secara cermat, akan terlihat perubahan mencolok pakaian di abad ke-19 ketika pakaian militer Eropa menggantikan kaftan sultan dan fez menggantikan surban.

“Sultan Utsmaniyah sering digambarkan menggunakan sorban besar berwarna putih di atas kepala. Sebenarnya itu adalah kain kafan” tutur Mas Rama.

Tentara Utsmaniyah juga menggunakan sorban dari kain kafan ketika berperang. Kalau mati di medang perang, surban tersebut digunakan untuk menutup badan atau mayat orang tersebut.

Di bagian tengah halaman ketiga Istana Topkapi ditempati perpustakaan Sultan Ahmed III dengan dekorasi yang mewah, daun jendelanya dilapisi mutiara dan gading. Koleksi di perpustakaan Topkapi termasuk manuskrip langka, di area ini juga tersimpan salinan awal Al-Quran.

Lelah mengelilingi halaman ketiga, saya sebenarnya ingin duduk sebentar untuk beristirahat. Sayangnya, saya tidak menemukan bangku dan terus melanjutkan perjalanan hingga halaman ke empat atau bagian paling ujung Istana Topkapi yang langsung berhadapan dengan Selat Bosporus yang memisahkan Turki bagian Asia dan bagian Eropa.

Halaman keempat

Halaman keempat atau yang paling belakang dari Istana Topkapi lebih banyak didominasi oleh taman. Di area ini ada semacam paviliun. Ketika Ramadan tiba di musim panas, para sultan akan berbuka puasa di sini. Menurut penuturan mas tour guide, mayoritas sultan di era Utsmaniyah tertarik dengan bunga dan suka berkebun. Itulah sebabnya, halaman keempat dipenuhi dengan bunga terutama bunga tulip.

Dari belakang area ini, kita bisa langsung melihat Selat Bosporus yang indah. Kalau punya uang lebih, bisa banget memesan tiket kapal yang akan mengantarkan kita berkeliling Selat Bosporus sambil menikmati makanan khas Turki dan secangkir kopi ibrik (metode seduh kopi khas Turki).

Selat Bosporus, dari belakang Istana Topkapi, Kekaisaran Utsmaniyah

Meskipun sangat mewah dan luas, Istana Topkapi masih dianggap kurang megah. Maka, pada era Sultan Abdulmecid I sekitar 1843 hingga 1856, dibangunlah Istana Dolmabahce sebagai pengganti Istana Topkapi. Praktis, seluruh sultan, mulai dari Sultan Utsmaniyah ke-31 dan setelahnya, tinggal di Istana Dolmabahce.

Sayangnya, Khilafah Utsmaniyah tidak berumur panjang di Istana Dolmabahce. Tak sampai 70 tahun, tepatnya tahun 1924 sistem Kekhilafahan Utsmaniyah ditiadakan, dan Mustafa Kemal Ataturk menggantinya dengan sekularisme.

Perjalanan saya mengitari Istana Topkapi akhirnya berakhir. Capek? Yoiyolah, luas banget. Makanya tulisannya panjang banget. Tapi, dari pengalaman ini, saya jadi paham kenapa Utsmaniyah bisa bertahan hingga ratusan tahun dan tetap didengungkan hingga kini. Dari Topkapi, kita paham kenapa Turki sempat berdiri tegak menantang di Bumi.

Penulis: Tiara Uci
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mustafa Kemal Ataturk yang Dihormati di Turki dan 3 Tokoh Nusantara yang Mirip Dengannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version