Siswa hanya menjadi objek konten gurunya
Di program CGP ini, guru sering kali mendapat tugas membuat video pembelajaran dengan konsep bermacam-macam. Praktik baik lah, budaya positif lah, pembelajaran berdiferensiasi lah, tai kucing lah, macam-macam lah pokoknya. Artinya, para guru CGP diminta untuk mempraktikkan itu ke siswa-siswanya di kelas.
Ketika mendapat tugas tersebut, tentu saja si guru masuk kelas membawa sekian perangkat kamera dan mulai membriefing siswanya. Siswanya diminta untuk mengikuti skenario gurunya dalam hal mendengarkan dan bertanya agar tugas gurunya sesuai dengan kriteria yang diminta fasilitator CGP-nya. Ini kan aneh. Programnya justru hanya menjadikan guru sebagai orang yang memanfaatkan siswanya sebagai objek tugas. Bukan benar-benar ingin mengajar dengan tulus sepenuh hati.
Tidak sedikit siswa yang mengeluh dengan gurunya yang ikut program CGP. Kalau sedang banyak tugas administratif, gurunya hanya masuk memberi tugas, lalu ditinggal laptopan. Kalau pun menjelaskan, gurunya pasti membawa kamera dan kelas di-setting sedemikian rupa agar terkesan dapat mempraktikkan hasil materi di program CGPnya. Sungguh ironi Kurikulum Merdeka yang nyata.
Belum lagi, di era Kurikulum Merdeka, guru harus mengisi PMM (Platform Merdeka Mengajar) dan mengikuti berbagai rangkaian kegiatannya. Hal ini menjadi paradoks, berbagai platform Kurikulum Merdeka berusaha mengajari guru untuk menjadi pendidik yang baik, tapi sekaligus memangkas waktu guru dalam mengajar di kelas.
Lalu pertanyaannya, gimana bisa menjadi pendidik yang baik kalau gurunya nggak pernah masuk kelas karena ruwet dengan urusan birokrasi dan platform-platform baru?
Kurikulum Merdeka seakan jadi beban, atau memang beban?
Plisss lah, jangan terus bebani guru dengan ini dan itu. Mending fokus ke peningkatan kesejahteraannya saja. Kalaupun ada hal yang bisa diupayakan untuk peningkatan sumber daya guru, maka sediakan saja platform referensi buku konsep-konsep pendidikan terbaru dan gratis untuk guru. Buku ya, buku. Buku bacaan. Bukan yang lain. Biarkan guru membacanya secara mandiri. Jangan ditekan dengan beban dan ancaman birokrasi ini dan itu.
Terakhir, terbesit selintas di pikiran saya, begitu banyaknya pelatihan-pelatihan untuk guru ini apakah pertanda bahwa kementerian pendidikan mulai nggak percaya sama universitas penghasil guru?
Penulis: Naufalul Ihya’ Ulumuddin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kurikulum Merdeka: Kurikulum yang Membuat Guru Merasa Merdeka, tapi Malah Menjajah para Siswa