Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Meratapi Ironi Kurikulum Merdeka: Siswa Belajar Mandiri, Guru Sibuk Sendiri

Naufalul Ihya Ulumuddin oleh Naufalul Ihya Ulumuddin
15 Januari 2024
A A
Meratapi Ironi Kurikulum Merdeka: Siswa Belajar Mandiri, Guru Sibuk Sendiri

Meratapi Ironi Kurikulum Merdeka: Siswa Belajar Mandiri, Guru Sibuk Sendiri (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Minggu lalu, saya heran melihat guru-guru di tempat saya mengajar sibuk dengan laptopnya masing-masing. Wajahnya serius amat pula. Tidak seperti biasanya, mereka sangat fokus seakan nggak bisa diganggu. Padahal, KBM masih berlangsung. Artinya, mereka punya kewajiban mengajar di kelas. Setelah saya coba tanya, ternyata mereka sedang mengurus keruwetan birokrasi laporan hasil kinerja dan fokus membuka PMM, alias Platform Merdeka Mengajar.

Lantas, saya iseng saja bilang ke salah satu taman guru yang lagi sibuk itu. “Ayo, Bu, nggak ke kelas, ngajar?”Lalu, dia menjawab dengan sarkas, “Saya sudah ngasih tugas, Pak. Biar anak-anak belajar mandiri, soalnya gurunya sibuk sendiri.”

Pertengahan 2022 bisa dibilang secara resmi dan teknis Kurikulum Merdeka mulai diterapkan di sekolah-sekolah. Terutama di sekolah menengah atas. Kabarnya, hal ini merupakan respons positif atas keberhasilan kurikulum prototipe yang diterapkan di masa pandemi. Kurikulum prototipe ini akhirnya menjadi Kurikulum Merdeka yang sekarang dipakai sebagai pedoman menjalankan pendidikan di Indonesia.

Namun sayangnya, kurikulum Merdeka banyak menghasilkan ironi baru. Bukannya menyelesaikan persoalan pendidikan, kurikulum ini justru menambah keruwetan-keruwetan baru yang ada di sekolah. Mulai dari adaptasi dengan istilah-istilah baru yang sebenarnya maknanya sama ,sampai ke beban birokrasi baru yang salah kaprah.

Istilah-istilah baru yang sebenarnya nggak jauh beda dengan Kurikulum 2013

Menurut saya, Kurikulum Merdeka seperti hanya menjadi ajang pamer produk kementerian pendidikan saja. Semacam sebuah produk yang terkesan baru, padahal isi masih banyak yang sama dengan kurikulum sebelumnya. Misalnya dalam hal isi substansi, Kurikulum Merdeka berusaha menawarkan cara belajar yang berpusat pada murid, yaitu student center learning. Padahal, hal ini sudah terpampang nyata di dalam Kurikulum 2013.

Dari sisi istilah, Kurikulum Merdeka tak lain hanya mengubah istilah-istilah yang sebenarnya sudah ada di kurikulum sebelumnya. Misalnya, RPP dalam kurikulum 2013 berubah menjadi Modul Ajar di Kurikulum Merdeka. Lali KI (Kompetensi Inti) berubah menjadi CP (Capaian Pembelajaran), KD (Kompetensi Dasar) menjadi TP (Tujuan Pembelajaran), dan Silabus menjadi ATP (Acuan Tujuan Pembelajaran).

Semuanya hanya berubah istilah, secara isi dan penerapan, ya sama saja. Nggak ada bedanya. Lalu, kalau hanya mengubah nama istilah, urgensi perubahan kurikulum di mana?

Siswa belajar mandiri, guru sibuk sendiri

Kalau boleh diakui, Kurikulum Merdeka memang menghasilkan banyak program-program baru. Terutama berbagai program untuk guru. Salah satu program yang jadi andalan adalah CGP (Calon Guru Penggerak). Program ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas guru dengan pemahaman yang mendalam tentang kurikulum ini. Dengan harapan, para guru penggerak ini dapat menjadi penggerak utama terkait informasi dan penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah.

Baca Juga:

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

Guru Kencing Berdiri, Murid Disuruh Jaga Reputasi: Kenapa kalau Ada Kasus di Sekolah, Bukannya Diselesaikan, tapi Murid Dibungkam demi Reputasi?

Namun pada kenyataannya, program ini justru memberi beban administrasi yang berat untuk guru. Alhasil, siswa hanya menjadi sasaran konten untuk tugas guru yang bersangkutan dan sering ditelantarkan. Saya sering dicurhati beberapa guru yang mengikuti program CGP ini. Mereka sering kali mengeluh karena tugas-tugas yang bejibun. Belum selesai satu tugas, sudah ditambah tugas baru lagi. Akhirnya, mereka malah sibuk mengerjakan tugas CGP daripada mengajar di kelas.

Sekalipun datang ke kelas, para guru yang ikut program CGP ini lebih memilih memberi tugas untuk dikerjakan siswa. Sedangkan dirinya sebagai guru membuka laptop untuk mengerjakan tugas CGP yang terus bertambah. Ini kan ironis ya.

Manajemen waktu, katanya

Pernah di suatu webinar, saya coba menanyakan terkait prioritas antara mengerjakan tugas CGP atau mengajar di kelas. Jawaban pemateri webinarnya sungguh mengejutkan bin mengherankan. Beliau mengatakan bahwa nggak ada yang harus diprioritaskan. Semuanya bisa dijadikan prioritas dengan manajemen waktu yang pas.

Ngomong emang gampang banget sih. Bah.

Katanya, menjadi wajar dan baik kalau CGP bisa membuat siswa mengerjakan tugas secara mandiri dan guru fokus mengerjakan tugas-tugas CGP di kelas. Ini sungguh jawaban yang aneh, problematis dan nggak solutif blas.

Misalnya saya sering mendengar pula keluhan siswa. Banyak siswa yang ngeluh tentang cara mengajar guru yang terlibat dalam program CGP. Pasalnya, guru-guru ini hanya memberi tugas tanpa membimbing. Guru-guru ini hanya menjadikan tugas sebagai alasan agar siswa sibuk sendiri. Padahal, siswa dalam mengerjakan tugas tetap butuh bimbingan dan arahan. Tapi sayangnya, mereka sulit mendapatkan itu, karena guru yang bersangkutan sibuk sendiri dengan tugas-tugas CGP-nya.

Program ini seakan menunjukkan kenyataan bahwa siswa diminta belajar mandiri bukan karena memang seharusnya begitu, tapi karena gurunya sibuk sendiri. Hasilnya, belajar mandiri siswa berujung pada kebingungan, karena nggak ada bimbingan dan arahan yang intensif dari gurunya. Ya gimana, wong gurunya sibuk sendiri kok.

Baca halaman selanjutnya

Siswa hanya jadi konten, konten, dan konten

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 16 Januari 2024 oleh

Tags: guru penggerakKBMKurikulum MerdekamengajarSiswa
Naufalul Ihya Ulumuddin

Naufalul Ihya Ulumuddin

Pegiat sosiologi asal Madura. Tertarik isu pendidikan, kebijakan sosial, dan keluarga. Cita-cita tertinggi jadi anak yang berbakti dan suami ideal untuk istri.

ArtikelTerkait

3 Hal yang Bikin Saya Merasa Ngenes Saat Ikut Program Kampus Mengajar

3 Hal yang Bikin Saya Merasa Ngenes Saat Ikut Program Kampus Mengajar

10 Maret 2024
Guru Merdeka Belajar Itu Hanya Ilusi, Nyatanya Hingga Kini Masih Berkawan Karib dengan Segunung Administrasi

Guru Merdeka Belajar Itu Hanya Ilusi, Nyatanya Hingga Kini Masih Berkawan Karib dengan Segunung Administrasi

4 Desember 2023
Jadi Orang yang Biasa Saja dan Nggak Punya Prestasi di Kelas Itu Lebih Enak, lho! terminal mojok

Jadi Orang yang Biasa Saja dan Nggak Punya Prestasi di Kelas Itu Lebih Enak, lho!

27 Juli 2021
PMM Memang Bikin Guru Pintar, tapi sekaligus Bikin Siswa Bodoh karena Terlalu Sering Diabaikan

PMM Memang Bikin Guru Pintar, tapi sekaligus Bikin Siswa Bodoh karena Terlalu Sering Diabaikan

20 Januari 2024
5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

4 September 2025
5 Alasan Mengapa Siswa Ogah Berak di Toilet Sekolah, Kamu Pasti Pernah Mengalaminya

5 Alasan Mengapa Siswa Ogah Berak di Toilet Sekolah, Kamu Pasti Pernah Mengalaminya

21 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.