Di tengah gempuran motor PCX dan NMAX, saya tetap setia dengan motor yang menemani saya sejak 10 tahun yang lalu. Honda Vario 125 old, namanya.
Honda Vario 125 adalah salah 1 motor di mana peminatnya sangat tinggi. Pada 2021, nyatanya, merek Honda dinobatkan sebagai motor sejuta umat karena penjualannya mencapai 2.855.654 unit. Dan, terhitung per 2022, penjualan Vario 125 sudah mencapai lebih dari 7 juta unit.
Pengalaman saya menggunakan Honda Vario 125 lawas memang banyak dukanya ketimbang sukanya. Apalagi kalau setiap hari menggunakan matik keluaran 2012 ini. Bagaimana tidak, dalam 3 tahun terakhir, setiap bulan saya harus PP Jember-Surabaya yang kurang lebih jaraknya lebih dari 200 kilometer. Belum lagi dulu waktu saya SMP dan SMA yang sama-sama saya pakai setiap harinya.
Memang, bagi saya, Vario 125 old ini punya tampilan yang cukup sporty dan tahan banting malah. Bagi orang-orang yang terbiasa nrimo ing pandum seperti saya, motor ini justru jadi berkah. Namun….
Daftar Isi
Honda Vario 125 andalan sehari-hari, tapi tarikan gasnya super loyo
Saya sudah menunggang Honda Vario 125 selama 10 tahun. Makanya, saya sudah iklas dan siap menerima segala hal. Pertama, tarikan gasnya super duper loyo. Hal ini sangat wajar, mengingat motornya sudah berumur. Lantaran ini terjadi karena Throttle Position Sensor (TPS) yang berlokasi di Throttle Body (TB) sudah mulai kayak permainan André Onana, kiper Manchester United, alias ngawur.
Kengawuran inilah yang menyebabkan tarikan gas Honda Vario 125 jadi lemot dan loyo. Nggak cocok kalau buat melewati jalanan menanjak. Saya saja hampir jatuh.
Kamu bisa mengandalkan motor ini, asal aktivitasmu sehari-hari ringan-ringan saja. Pokoknya jangan dipakai buat tahun baruan di Bromo. Saya pastikan, sampai Pasuruan saja motor ini sudah nggak bisa nanjak.
Motor yang nggak ramah polisi tidur
Ribuan kilo meter sudah saya libas dari Jember ke Surabaya. Kalau di jalan raya, Honda Vario 125 ini cukup nyaman. Masih bisa diajak sat-set. Akan tetapi, kalau sudah masuk perumahan dan perkampungan, jangan harap. Sebab, kalau saya gunakan di Surabaya, kebanyakan memang punya jalan yang polisi tidurnya tinggi-tinggi.
Baik di perumahan, kampus, jalan besar, maupun kampung, polisi tidur di sini cukup nelecek atau banyak banget. Maka, inilah musuh paling mematikan Vario 125 lawas. Bagaimana tidak, ketimbang motor Vario yang lain, motor ini sangat nggak ramah polisi tidur.
Beberapa kali ketika saya melewati polisi tidur, pasti njedhug. Padahal, polisi tidurnya nggak tinggi-tinggi amat. Awalnya, saya kira mungkin motor saya kurang angin. Dan, polisi tidurnya memang agak tinggi. Tapi, masalahnya bukan di situ.
Beberapa kali pula saya lewat jalan yang dihuni banyak polisi tidur menggunakan Scoopy atau BeAT, aman-aman saja, kok. Ternyata, setelah saya tanyakan ke teknisi, katanya ini wajar bagi Honda Vario 125 yang sudah berumur. Katanya, desain komstir di stang kemudi sangat rentan oglak. Sebab, desain pelornya memang didesain terpisah. Utamanya kalau sudah punya jarak tempuh yang tinggi, apalagi sering kena gronjalan, pasti akan kendor. Jadi, ya, wes seperti itu.
Balada CVT yang sering gredek
Hal paling umum yang dirasakan pengguna Honda Vario 125 lawas seperti saya adalah CVT yang sering gredek. Saya yakin, kalau disurvei, masalah paling menonjol di motor ini adalah CVT. Pemakaian jangka lama membuat motor ini sering bermasalah pada Continuously Variable Transmission (CVT)-nya.
Hampir setiap 2 bulan sekali, komponen yang selalu saya servis adalah CVT. Mulai dari servis roller, v-belt, hingga pulley (rumah roller). Menurut teknisi yang sama pula, peran roller dalam CVT sangat besar. Intinya, ia mengatur putaran mesin dari yang rendah hingga yang tinggi. Permasalahan yang timbul dari roller ini adalah pemakaian yang sudah melebihi batas. Pasalnya, usia komponen roller kalau motor sudah dikendarai dalam jarak 20.000 hingga 24.000 kilometer. Lebih dari itu, pasti akan gredek.
Selain roller, pulley atau rumah roller juga berpengaruh. Masalah yang dihasilkan pulley juga akan mempengaruhi kinerja mesin dan CVT. Selain pemakaian jangka panjang, penyebabnya juga karena sering membawa beban berat. Hal ini masuk akal. Sebab, selama saya PP Jember-Surabaya atau sebaliknya, tentu saya membawa barang-barang yang banyak.
Ternyata, ini, ya, masalah motor yang sudah sepuh. Motor Vario 125 old mungkin jadi motor sejuta umat menyaingi motor-motor lainnya, seperti PCX, Scoopy, dan BeAT. Tapi, bagi saya yang sudah ikhlas menerima kondisi motor ini, memang agak sulit mencintainya di awal-awal, bahkan hingga sampai detik ini. Lha wong cuma ini yang saya miliki. Lalu, kalau bukan pakai motor ini, mau pakai motor mana lagi?
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Betapa Susahnya Hidup dengan Daihatsu Sigra Saat Mentalmu Masih Mental Honda Vario
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.