Dulu saya hobi banget menjelajahi akun-akun Tumblr yang membahas Harry Potter. Buat saya, kegiatan itu udah kayak menggali harta karun: kadang saya nemu fan theory, kadang nemu fakta seru, kadang juga nemu meme. Sampai pada suatu hari, saya menemukan tulisan di salah satu akun Tumblr Harry Potter yang isinya kurang lebih seperti ini:
“Kalau disuruh menyebutkan karakter favorit dalam Harry Potter, pasti kebanyakan dari kita bakal menyebut Hermione Granger, Luna Lovegood, Ron Weasley, Ginny Weasley, atau bahkan Draco Malfoy. Tapi, pernah nggak sih kalian kepikiran bahwa kita bahkan jarang menyebut sang tokoh utama sendiri sebagai karakter favorit kita?”
Waktu itu saya cuma berpikir, “Bener juga, ya,” tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan di kalimat terakhir tersebut dengan sungguh-sungguh. Tapi sejak saya membaca ulang ketujuh buku Harry Potter dan menonton beberapa analisisnya di YouTube, saya mulai penasaran kenapa si tokoh utama jarang ada yang menggemari—jarang ada yang terang-terangan menyebut namanya sebagai karakter favorit, paling tidak.
Oke, pertama-tama, coba tanyakan ini ke dirimu sendiri: apa yang ada di benakmu begitu mendengar nama “Harry Potter”? Berani taruhan, kemungkinan besar yang muncul di pikiranmu adalah gambaran anak laki-laki kurus, berkacamata, berambut hitam berantakan, dengan mata hijau cemerlang dan bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya. Dengan kata lain, gambaran fisik.
Sekarang, coba bandingkan dengan tokoh lain, seperti Hermione Granger. Okelah, rambutnya cokelat lebat dan gigi depannya agak besar-besar, tapi hampir semua orang yang diminta mendeskripsikan Hermione pasti bakal menyebut kata “pintar” atau “jenius” untuk menggambarkan sahabat Harry yang satu itu.
Menurut saya, itulah salah satu alasan kenapa kita jarang menyebut Harry sebagai karakter favorit kita. Soalnya, kita terlalu sering dijejali deskripsi fisik Harry sampai tidak memperhatikan bagaimana dia bersikap, bagaimana dia memandang diri sendiri dan orang lain, dan apa saja nilai-nilai yang ia junjung tinggi. Jadinya, kita cuma menganggap Harry sebagai “si tokoh utama”, nggak kurang dan nggak lebih. Padahal kalau kita gali lebih dalam, Harry punya banyak banget kualitas yang bikin dia pantas jadi salah satu karakter yang admirable. Nih, beberapa di antaranya!
#1 Pemberani dan rela berkorban demi orang terdekatnya
Sifat Harry yang paling menonjol sebenarnya udah ketahuan dari asramanya, lho. Yap, sebagai penghuni asrama Gryffindor, Harry sangat menjunjung tinggi keberanian dan sikap ksatria. Harry nggak takut untuk menantang bahaya dan mengorbankan dirinya sendiri, asalkan dia bisa menyelamatkan orang terdekatnya. Contohnya, Harry rela pergi jauh-jauh ke London untuk menyelamatkan Sirius yang (Harry kira) ditawan, walaupun pada akhirnya dia dijebak Voldemort di sana.
Mau contoh yang bikin baper? Ada nih, waktu Harry mengorbankan perasaannya dengan mutusin hubungannya dengan Ginny karena Harry takut Ginny bakal diincar Voldemort kalau mereka tetap pacaran—padahal Harry sendiri bilang kalau hubungannya dengan Ginny tuh hal terbaik yang pernah dia rasakan. Huhuhu, jadi sedih akutu 🙁
#2 Bisa bersimpati dengan orang lain
Kita tahu kalau secara fisik Harry mirip banget dengan ayahnya, James. Tapi secara kepribadian, Harry sebenarnya berbeda jauh dengan James. Nggak seperti ayahnya yang terkenal arogan dan hobi mem-bully Snape waktu sekolah, Harry justru bisa bersimpati dengan Snape karena ia tahu rasanya di-bully.
Kemampuannya untuk bersimpati pada orang lain juga kelihatan banget waktu Harry mulai kenal dengan Luna Lovegood. Alih-alih menjauhinya, Harry bisa bersahabat baik dengan Luna karena dia paham kesedihan Luna karena kehilangan ibunya dan dianggap freak sama murid-murid Hogwarts. Somehow, Harry ngajarin saya untuk nggak nge-judge orang sembarangan.
#3 Bisa jadi pemimpin yang diandalkan
Waktu kelas lima, Harry sempat membentuk Dumbledore’s Army (DA) bersama Hermione dan Ron, yang bertujuan untuk melawan Umbridge yang ingin mengubah Hogwarts. Walaupun awalnya awkward, Harry membuktikan kalau dia bisa jadi pemimpin yang baik dan dihormati teman-temannya… dan akhirnya berhasil mengeluarkan Umbridge dari Hogwarts!
Setelahnya, waktu kelas enam, Harry dipilih menjadi kapten tim Quidditch Gryffindor. Kita memang nggak banyak diceritakan soal kiprah Harry sebagai kapten, tapi kita bisa melihat kok kalau Harry sangat kompeten dalam memimpin timnya.
#4 Rajanya ngomong “nusuk”
Ini tuh alasan utama saya suka banget dengan Harry: omongannya kadang tajem banget, haha. Di bukunya, Harry punya kebiasaan mengomentari sesuatu, tapi kadang komentarnya agak nusuk dan kesannya nggak sopan, apalagi kalau ditujukan ke orang yang dia nggak suka. Salah satu contoh favorit saya ada di buku Half-Blood Prince, waktu Harry ditegur Snape:
“Apakah kau ingat bahwa kita melatih mantra non-verbal, Potter?”
“Ya,” jawab Harry kaku.
“Ya, Sir,” kata Snape.
“Tak perlu memanggil saya ‘Sir’, Profesor.”
Pertama kali membaca dialog itu, saya langsung suka dengan omongan Harry, karena it’s that genius! Lucu, nusuk, dan ya itu tadi, pinter banget! Hehehe. Sayangnya, kebiasaan Harry yang suka ngomong sembarangan ini jarang ada di filmnya, padahal bakal lucu banget kalau ada di film, ya kan?
Well, sebagai karakter utama, rasanya aneh aja kalau Harry malah jadi karakter yang underrated dan jarang digemari oleh Potterheads sendiri. Saya nggak maksa kalian buat suka dengan Harry, kok. Tapi saya percaya, Harry deserves more love from Potterheads!
BACA JUGA Membayangkan Sekolah Sihir Harry Potter Buka Cabang di Indonesia dan tulisan Kania Manika Paramahita lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.