Transportasi umum berbasis bus di ibu kota Jakarta, Transjakarta, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat masyarakat komuter Jabodetabek. Pasalnya, perusahaan transportasi umum bus dengan lintasan terpanjang se-Asia Tenggara ini mengubah sebagian besar nama halte yang tersebar di 13 koridor atau rute Transjakarta. Perubahan nama halte ini dilakukan secara tiba-tiba dengan sosialisasi yang terbilang terlambat ini menimbulkan berbagai macam respons dari publik.
Daftar Isi
Perubahan nama halte Transjakarta yang mendadak serta sosialisasi yang terlambat
Sebagian masyarakat Jabodetabek yang menggunakan Transjakarta sehari-hari mengaku terkejut dengan adanya perubahan nama halte yang dilakukan secara mendadak ini. Sebenarnya, sosialisasi serta pengumuman nama-nama halte yang berubah telah dilakukan pihak Transjakarta pada tanggal 12 Januari 2024 kemarin, tetapi sebelum tanggal itu sebenarnya sudah ada halte yang telah berganti nama.
Sosialisasi yang dilakukan oleh Transjakarta ini terbilang terlambat sehingga menuai kritik serta kebingungan para pengguna TJ. Kita bisa melihat keluh kesah netizen yang beredar di media sosial soal perubahan nama halte ini. Masalahnya, halte yang berubah nama di satu koridor nggak hanya satu atau dua, tapi tiga sampai belasan! Misalnya Halte Gatot Subroto Jamsostek (Koridor 9) berubah namanya menjadi Halte Denpasar dan Halte Indosiar (Koridor 3) berubah menjadi Halte Damai. Beda jauh banget, kan?
Mau nggak mau, pengguna TJ harus menghafal ulang nama-nama halte dari koridor yang biasa digunakan. Sebagai pengguna koridor 10, saya pun perlu menghafal ulang nama-nama halte yang baru.
Masalah jadi lebih rumit…
Drama lainnya yang terjadi gara-gara perubahan nama halte Transjakarta ini adalah nama halte di papan layar serta dinding halte sudah berganti tapi nama halte yang ditampilkan di layar berjalan dalam bus masih menggunakan nama lama. Jelas saja hal ini bikin pusing sekaligus bingung penumpang. Apalagi buat para orang tua yang sudah lanjut usia dan nggak hafal rute serta gagap teknologi.
Memang sih penumpang bisa bertanya ke petugas Transjakarta yang bertugas di dalam bus, tapi kan biasanya cuma ada satu orang di tiap bus. Pasti butuh effort lebih untuk bisa mendekati si petugas di tengah para penumpang yang berdesakkan. Makanya sebagai pengguna, saya berharap layar berjalan di dalam bus yang menunjukkan informasi nama halte segera diperbarui agar nggak membuat sesat penumpang.
Alasan perubahan nama
Perubahan nama halte yang bikin pengguna jadi bingung lantaran sosialisasinya terbilang telat itu lantas mendapat respons dari lembaga DPRD DKI Jakarta. DPRD meminta pihak Transjakarta untuk menjelaskan alasan di balik perubahan nama-nama halte tersebut.
Pihak Transjakarta kemudian menjelaskan bahwa terjadi perubahan nama di berbagai halte karena ingin melakukan netralisasi terhadap halte yang memiliki identitas nama instansi atau perusahaan. Tujuannya agar nama dari halte-halte ini bisa dikomersialisasikan. Maksudnya, sebuah perusahaan dapat menyematkan nama perusahaan mereka di nama halte dengan membayar kepada pihak Transjakarta. Kurang lebih seperti sponsor bagi halte tersebut. Dengan begitu, Transjakarta memiliki pemasukan tambahan yang dapat berguna dalam meningkatkan kualitas layanan mereka.
Menurut saya, langkah Transjakarta ini mengikuti MRT Jakarta yang telah lebih dahulu memberlakukan kebijakan komersialisasi nama di stasiun mereka. Contohnya pada Stasiun MRT Blok M BCA.
Dari mana nama baru halte Transjakarta?
Nama baru halte Transjakarta ada yang diambil dari nama kelurahan atau kecamatan tempat halte tersebut berada. Ada pula yang berasal dari unsur-unsur lain seperti perempatan jalan atau sekedar penyederhanaan nama. Misalnya, Halte Ahmad Yani Beacukai di Koridor 10 berganti nama menjadi Halte Pisangan. Halte lainnya yang berubah nama yakni Halte BKN di Koridor 7 menjadi Halte Cawang Cililitan dan Halte Salemba UI di Koridor 5 menjadi Halte Salemba (tanpa kata UI). Perubahan nama tersebut memungkinkan perusahaan menaruh nama mereka di sana. Sekali lagi, inilah yang dimaksud dengan komersialisasi pada halte Transjakarta.
Menurut saya, perubahan nama pada halte ini sebenarnya sah-sah saja asalkan ada sosialisasi yang jelas serta nggak terlambat. Jadi, nggak menimbulkan kesan tiba-tiba. Tujuan komersialisasi nama ini pun saya rasa merupakan langkah yang tepat. Sebab, pemasukan dari penyematan nama perusahaan pada halte dapat meningkatkan pemasukan TransJakarta yang dapat bermanfaat dalam peningkatan kualitas pelayanan dari TransJakarta itu sendiri.
Siapa tahu kalau pemasukan bertambah, jumlah bus bisa ditambah, halte jadi dibikin makin nyaman, gaji pegawai Transjakarta bertambah, dll. Ujung-ujungnya, penumpang TJ juga yang akan merasakan dampak positifnya. Bukan begitu?
Penulis: Muhammad Arifuddin Tanjung
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Halte Transjakarta yang Bikin Stres Penumpang.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.