Halte Pulorejo Jombang: Sempat Berjaya di Zamannya, Kini Jadi Markas Genderuwo

Halte Pulorejo Jombang: Sempat Berjaya di Zamannya, Kini Jadi Markas Genderuwo

Halte Pulorejo Jombang: Sempat Berjaya di Zamannya, Kini Jadi Markas Genderuwo (unsplash.com)

Konon katanya, zaman dahulu saat Belanda masih menjajah kawasan yang kini dikenal sebagai Jombang, berdiri Halte Stasiun Kereta Api Pulorejo yang berada di Jombang bagian selatan. Halte ini melayani rute kereta Jombang-Pare-Kediri dan Pulorejo-Ngoro-Kandangan sejak tahun 1897 hingga akhirnya ditutup pada tahun 1981.

Hingga kini kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa bangunan Halte Pulorejo lengkap dengan relnya. Berada di Desa Pucangro, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, tak jauh dari jalan raya, siapa pun yang melewati Jalan Pucangro-Pulorejo pasti akan melihat kemegahannya.

Sudah 43 tahun sejak Halte Pulorejo Jombang berhenti beroperasi, tapi hingga kini tempat itu masih menyisakan misteri. Ada kabar burung yang beredar di masyarakat setempat yang mengatakan bahwa setiap malam atau menjelang petang, sosok tak kasat mata biasa menampakkan diri di sana. Selain itu, hewan liar seperti ular dan biawak juga kerap bermunculan.

Halte Pulorejo Jombang jadi andalan sektor perkebunan di zamannya

Seperti yang saya katakan di atas, Halte Pulorejo dibangun saat masa pendudukan Belanda oleh perusahaan Kediri Stoomtram Maatschappij. Ia kemudian diresmikan pada 7 Desember 1898 dan masuk dalam Daerah Operasi VII Madiun.

Mulanya, halte ini dibangun untuk mengakomodasi perkebunan tebu yang banyak berdiri di kawasan Jombang Selatan hingga Kediri Utara. Tapi akhirnya pada tahun 1981 halte ini disuntik mati karena sudah tidak mampu lagi mengakomodir kebutuhan transportasi dan kurangnya minat masyarakat akibat persaingan antar-moda transportasi.

Perkebunan tebu yang semula banyak berdiri, perlahan-lahan berubah menjadi sawah. Akibatnya, Halte Pulorejo Jombang tak lagi dibutuhkan. Padahal halte ini menjadi saksi bisu kemajuan sektor perkebunan tebu di wilayah Jombang-Kediri pada zamannya.

“Aku masih menangi kereta ngangkut tebu lewat Stasiun Pulorejo dulu sebelum tahun 65,” Mbok Samah menceritakan pengalamannya. Kini usia beliau sudah menuju kepala 8.

Baca halaman selanjutnya: Jadi markas makhluk tak kasat mata…

Jadi “markas” makhluk tak kasat mata hingga ular berbisa

Menurut penuturan tetangga saya yang pernah mendirikan warung non-permanen di sekitar Halte Pulorejo Jombang, sering kali dijumpai ular sebesar paha orang dewasa melintas di dekat bangunan. Jarak warung dengan halte tersebut hanya kurang lebih 50 meter dan dibatasi oleh semak-semak belukar.

“Aku pernah lihat ular kobra segede tanganku, Mas. Kepalanya berdiri, lidahnya menjulur. Langsung lari aku,” cerita Pak Yono, tetangga saya yang setiap harinya buka warung bakso di dekat lokasi.

Sebenarnya bukan hal yang mengagetkan juga, sih. Saat saya masih kecil dan sering bersepeda jelang sore bersama teman-teman, kami pernah menyaksikan biawak bergulat tepat di depan bangunan tua itu. Sontak, saya dan teman-teman mempercepat kayuhan sepeda kami.

Selain itu, banyak juga warga yang menceritakan kisah mereka bertemu dengan para penghuni tak kasat mata di sekitaran bangunan tua Halte Pulorejo Jombang.

“Jelang magrib waktu saya pulang dari sawah, tepat di depan pintu stasiun ada genderuwo segeda pohon beringin duduk, Mas. Ia menatap saya. Matanya merah, bulat, sebesar piring!” kata Pak Haji Yono yang rumahnya berada di dusun tetangga. ” Itu nggak cuma sekali, Mas. Saya juga pernah diganggu suara kuntilanak di dekat pohon pisang waktu malam pas mau nengok padi jelang panen. Saking biasanya ketemu mereka, saya sudah anggap mereka lagi arisan. Ya main-main aja!”

Saking terkenal karena keangkerannya, tak ada warga sekitar dusun saya yang berani mendekati Halte Pulorejo Jombang. Warga takut kesurupan, atau bahkan kena gigitan ular berbisa.

Potensi wisata yang bersejarah

Kini Halte Pulorejo Jombang menjadi aset milik PT KAI Persero dengan No Aset: 001/61463/PLR/TN. Hanya tersisa satu bangunan yang berdiri kokoh khas bangunan Belanda di balik semak belukar yang menyelimuti seluruh bangunan. Pintu kayu yang menghadap sisi barat terkunci rapat, masih utuh tak termakan rayap menandakan kehebatan arsitektur Belanda.

Halaman yang luas dan hijau, terdapat jalan setapak yang konon bekas rel-rel jalur kereta, hanya bisa dilalui menggunakan sepeda. Di sekelilingnya ada area persawahan yang hijau nan luas. Tak jauh dari situ ada Jalan Raya Pucangrejo-Pulorejo.

Lokasinya yang strategis sebenarnya cocok jika bangunan tua ini dipugar dan diberdayakan menjadi wisata cagar bangunan yang bersejarah. Hanya perlu dibersihkan, sedikit dipugar, kemudian dicat ulang, pasti stasiun ini kelihatan cantik lagi. Entah para penghuni di dalamnya merestui atau tidak rencana ini,

Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Melihat Sisi Lain Jombang yang Nggak Diketahui Orang Banyak, Saya Tulis supaya Nggak Ada Lagi yang Salah Kaprah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version