Jadi “markas” makhluk tak kasat mata hingga ular berbisa
Menurut penuturan tetangga saya yang pernah mendirikan warung non-permanen di sekitar Halte Pulorejo Jombang, sering kali dijumpai ular sebesar paha orang dewasa melintas di dekat bangunan. Jarak warung dengan halte tersebut hanya kurang lebih 50 meter dan dibatasi oleh semak-semak belukar.
“Aku pernah lihat ular kobra segede tanganku, Mas. Kepalanya berdiri, lidahnya menjulur. Langsung lari aku,” cerita Pak Yono, tetangga saya yang setiap harinya buka warung bakso di dekat lokasi.
Sebenarnya bukan hal yang mengagetkan juga, sih. Saat saya masih kecil dan sering bersepeda jelang sore bersama teman-teman, kami pernah menyaksikan biawak bergulat tepat di depan bangunan tua itu. Sontak, saya dan teman-teman mempercepat kayuhan sepeda kami.
Selain itu, banyak juga warga yang menceritakan kisah mereka bertemu dengan para penghuni tak kasat mata di sekitaran bangunan tua Halte Pulorejo Jombang.
“Jelang magrib waktu saya pulang dari sawah, tepat di depan pintu stasiun ada genderuwo segeda pohon beringin duduk, Mas. Ia menatap saya. Matanya merah, bulat, sebesar piring!” kata Pak Haji Yono yang rumahnya berada di dusun tetangga. ” Itu nggak cuma sekali, Mas. Saya juga pernah diganggu suara kuntilanak di dekat pohon pisang waktu malam pas mau nengok padi jelang panen. Saking biasanya ketemu mereka, saya sudah anggap mereka lagi arisan. Ya main-main aja!”
Saking terkenal karena keangkerannya, tak ada warga sekitar dusun saya yang berani mendekati Halte Pulorejo Jombang. Warga takut kesurupan, atau bahkan kena gigitan ular berbisa.
Potensi wisata yang bersejarah
Kini Halte Pulorejo Jombang menjadi aset milik PT KAI Persero dengan No Aset: 001/61463/PLR/TN. Hanya tersisa satu bangunan yang berdiri kokoh khas bangunan Belanda di balik semak belukar yang menyelimuti seluruh bangunan. Pintu kayu yang menghadap sisi barat terkunci rapat, masih utuh tak termakan rayap menandakan kehebatan arsitektur Belanda.
Halaman yang luas dan hijau, terdapat jalan setapak yang konon bekas rel-rel jalur kereta, hanya bisa dilalui menggunakan sepeda. Di sekelilingnya ada area persawahan yang hijau nan luas. Tak jauh dari situ ada Jalan Raya Pucangrejo-Pulorejo.
Lokasinya yang strategis sebenarnya cocok jika bangunan tua ini dipugar dan diberdayakan menjadi wisata cagar bangunan yang bersejarah. Hanya perlu dibersihkan, sedikit dipugar, kemudian dicat ulang, pasti stasiun ini kelihatan cantik lagi. Entah para penghuni di dalamnya merestui atau tidak rencana ini,
Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.