Banyak yang media Barat tak beritakan tentang perang di Ukraina. Dan yang paling utama adalah :perang ini penting, karena korban dari tragedi ini berambut pirang dan bermata biru.
Dalam perang, kebenaran adalah korban pertama. Begitulah Senator Hiram Johnson merespons rencana Amerika Serikat bergabung dalam Perang Dunia I. Puluhan tahun kemudian dan kutipan ini masih relevan. Dalam semua perang, propaganda penting demi menjustifikasi berlanjutnya pertumpahan darah. Perang di lapangan akhirnya akan berakhir juga ke belakang meja kerja para media. Mereka akan memutuskan untuk memberitakan fakta di lapangan seperti yang terjadi, atau malah memberitakannya sesuai kepentingan mereka.
Perang Rusia-Ukraina tidak luput juga dari pemberitaan bias banyak media terutama media barat. Peristiwa di Pulau Ular yang diberitakan dengan hebohnya oleh media barat menjadi salah satu contohnya. Baru beberapa hari kemudian sejak cerita kematian heroik ke-13 tentara Ukraina diberitakan, Angkatan Laut Ukraina memberitakan bahwa semua tentara di pulau itu telah menyerah karena kehabisan amunisi. Tanpa mengurangi kecaman terhadap kebodohan Vladimir Putin dalam mengobarkan pertumpahan darah ini, kita juga harus melihat beberapa hal yang luput dari narasi media Barat saat ini.
#1 Gerakan Neo-Nazi memang ada dan bermasalah
Salah satu hal yang membuat saya sangat simpatik terhadap perjuangan rakyat Ukraina melawan Rusia, namun ogah memuji Pemerintahan Ukraina adalah karena banyaknya pemberitaan yang seolah membuat bahwa isu Neo-Nazi di Ukraina hanyalah isapan jempol buatan Putin. Isu yang dimaksud adalah bahwa Neo-Nazi hanya memiliki jumlah sedikit di Ukraina dan tidak punya tempat dalam ruang politik. Jika ada kelompok Neo-Nazi bersenjata, mereka tidak mendapat dukungan dari publik atau pemerintah Ukraina.
Namun di saat pemberitaan media sebelum invasi sayup-sayup masih memberitakan keberadaan batalion Neo-Nazi seperti Azov Resimen di dalam militer Ukraina. Media yang sama sekarang diam terhadap isu ini. Ini bukan cuma sekedar partai gurem atau ormas kecil tanpa pengaruh politik seperti di klaim beberapa jurnalis Barat.
Ini adalah kelompok Neo-Nazi bersenjata yang diterima masuk ke dalam militer Ukraina. Bukan hanya itu, grup seperti Azov Resimen tetap mempertahankan lambang Neo-Nazi pada logo batalion mereka bahkan setelah mereka bergabung dengan Garda Nasional Ukraina di bawah Kementerian Dalam Negeri. Mereka di Garda Nasional Ukraina juga terlibat dalam banyak kejahatan perang seperti dilaporkan oleh Kantor Urusan HAM PBB pada 2016. Namun, respons Pemerintah Ukraina terhadap masalah ini lebih terlihat sangatlah kurang dan terlambat.
Ini juga bukan cuma satu batalion dengan jumlah orang yang katanya kurang lebih 900 orang. Ini masalah Pemerintah Ukraina bukan hanya tutup mata terhadap keberadaan Neo-Nazi di militer mereka, namun juga membiayai dan mendukung tindakan rasisme mereka. Silakan Anda cek salah satu tweet dari akun resmi Garda Nasional Ukraina merespons Presiden Chechen Ramzan Kadyrov yang memutuskan mengirimkan milisinya ke Ukraina. Jika akun resmi militer AS membuat tweet sama saat Invasi Afghanistan, saya rasa seluruh dunia muslim bakal mengecam cuitan ini bahkan jika kamu anti-Taliban.
This is the official National Guard account of Ukraine.
What you are watching are Azov fighters, who are indeed an openly racist hate group, admitting they are greasing their bullets with pig lard before they aim to kill Muslims. https://t.co/w5cI0PoKxA
— Shaun King (@shaunking) February 27, 2022
Mengakui bahwa Putin membesar-besarkan masalah Neo-Nazi di Ukraina demi justifikasi invasinya adalah benar. Sebab, mayoritas penduduk Ukraina bukanlah Nazi. Apalagi invasi ini cuma bakal memperkuat pengaruh grup Neo-Nazi tersebut di Ukraina. Namun, menyatakan bahwa tidak ada pengaruh Nazisme dalam militer dan kepolisian Ukraina sama saja menutupi masalah besar yang gagal diselesaikan Pemerintahan Ukraina sejak 2014. Maksudnya apakah tidak ada yang belajar dari kasus terakhir saat AS dan sekutunya mendukung milisi fundamentalis untuk melawan musuh geopolitiknya?
#2 Aset oligarki Rusia di Negara Barat
Di lain pihak, kecaman dari negara-negara Barat terhadap Rusia terkesan munafik. Selama ini mereka adalah tempat nomor satu bagi Putin dan sekutu-sekutunya dalam menyimpan kekayaan mereka. Berdasarkan penelitian lembaga non profit National Bureau of Economic Research dari AS mayoritas kekayaan para oligarki Rusia disimpan di luar negara mereka seperti Inggris, Jerman, Swiss, Siprus, dan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Jumlah kekayaan oligarki yang disimpan di negara barat ini bahkan lebih tinggi dari seluruh cadangan devisa Rusia.
Maksudnya masyarakat umum bisa dengan mudah melihat orang seperti Roman Abramovich, Alisher Usmanov, Alexei Mordashov, dan oligarki Rusia lainnya memiliki investasi besar di negara-negara Eropa. Saking pentingnya investasi ini, negara seperti Inggris selama ini memberikan kemudahan bagi siapa saja yang berinvestasi di atas dua juta pound untuk mendapatkan izin tinggal tetap.
Jangan kaget kalau para oligarki Rusia ini punya rumah mewah tidak jauh dari kediaman Ratu Inggris dan lebih banyak menghabiskan waktu mereka di bersantai di pantai Spanyol.
Sayangnya butuh sebuah invasi, untuk negara-negara Barat yang mengklaim dirinya bersih dan demokratis untuk memberikan sanksi kepada para pengusaha korup ini. Bahkan di saat invasi seperti ini, terlihat jelas masih ada negara yang setengah hati memberikan sanksi kepada oligarki Rusia karena takut akan dampaknya terhadap ekonomi negara mereka.
Jangan sampai, negara-negara ini cuma beraninya memberikan sanksi ke rakyat Rusia saja, tapi takut memberikan sanksi kepada seluruh oligarki Rusia. Padahal keberanian rakyat Rusia ikut berdemo menentang perang di bawah tekanan rezim otoriter Putin harus dihargai, bukan dihukum.
Tentunya andaikan ini terjadi, saya akan memuji preseden baik ini dari negara Barat. Dengan catatan bahwa jangan cuma oligarki Rusia saja yang diberi sanksi dan asetnya disita. Mereka kan bukan satu-satunya penjahat perang yang berbisnis di negara barat, sambil mengebom dan memblokade negara tetangga mereka. Bahkan salah satunya baru saja mengebom penjara dan pusat telekomunikasi di Yaman bulan lalu.
Kira-kira bagaimana ya kabar pemilik Manchester City dan Newcastle?
#3 Yang mereka katakan secara tidak sengaja
Namun, dari semua hal yang media Barat tidak katakan secara langsung, ada satu hal yang mereka katakan secara tidak langsung. Bahwa konflik ini penting karena kepentingan geopolitik dari pemerintah negara mereka menyatakan bahwa pertumpahan darah ini ada untungnya untuk diliput. Saya tidak perlu betapa berbedanya peliputan media barat terhadap perang sipil di negara dunia ketiga dibandingkan dengan perang di Ukraina.
Bahkan saat Arab Saudi mengebom rumah sakit pemakaman, pernikahan, hingga bus sekolah di Yaman selama lima tahun terakhir, reaksi dari media barat dalam menuntut sanksi tidak datang sebesar di Ukraina. Padahal bom dan rudal yang dijual oleh pemerintah mereka yang dipakai dalam kejahatan perang ini. Apakah ini sebuah whataboutism jika mengutip kata para aktivis media sosial? Saya akan katakan secara lantang bahwa tidak sama sekali.
Sebab, whataboutism sebenarnya adalah mereka yang marah jika orang kulit putih meninggal dalam perang, tapi acuh saat orang kulit berwarna tewas tragis dalam keadaan sama. Maksudnya saat kamu membaca artikel ini, masih ada perang sipil di Libya dan Suriah. Sedangkan Yaman masih terus dibombardir hingga detik ini oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan alasan untuk operasi pembasmian teroris. Apa bedanya tindakan mereka dengan Rusia yang mengklaim invasi ini demi membasmi teroris Neo-Nazi?
Jika argumen saya masih belum meyakinkan silakan Anda tonton beberapa parade rasisme yang muncul secara spontan di berbagai media barat setelah Perang Rusia-Ukraina berkecamuk. Mulai dari media Inggris hingga Amerika Serikat semua mengambil kesimpulan sama: perang ini penting, karena korban dari tragedi ini berambut pirang dan bermata biru.
“It’s very emotional for me because I see European people with blue eyes and blonde hair being killed”pic.twitter.com/mKVtEY4IBC
— Petty Is Praxis (@rtyson82) February 26, 2022
Penulis: Raynal Arrung Bua
Editor: Rizky Prasetya