Guru honorer yang tetap mengajar walau digaji kecil jangan melulu diromantisasi sebagai bentuk pengabdian. Guru honorer bergaji kecil adalah bentuk kegagalan pemerintah menjamin kesejahteraan guru. Tidak heran kalau minat bekerja sebagai guru semakin menurun dari tahun ke tahun.Â
Bagi profesi apapun, kesejahteraan adalah hal yang penting. Apalagi guru yang bertanggung jawab mendidik calon-calon penerus bangsa. Bagaimana mereka dapat mendidik dengan baik kalau kesejahteraan diri dan keluarganya tidak terjamin. Tidak perlu jauh-jauh membicarakan pengembangan kapasitas diri, demi bertahan dari hari ke hari saja sulit.Â
Kesejahteraan yang tidak terjamin menjadikan profesi ini tidak banyak dilirik. Boleh lakukan survei di fakultas-fakultas ilmu pendidikan, berapa banyak yang bercita-cita sebagai guru? Berapa banyak yang masuk fakultas ilmu pendidikan karena niat, bukan kebetulan? Bisa dihitung jari.Â
Tidak heran, kesejahteraan menjadi momok yang menakutkan bagi para calon guru. Belum lagi beban tugas yang ternyata tidak hanya mengajar, tapi juga beban administrasi yang menumpuk. Pekerjaan ini seperti mimpi buruk saja.Â
Narasi pengabdian guru honorer tidak akan memperbaiki keadaan
Bicara soal kesejahteraan, gaji guru honorer yang seadanya adalah persoalan dari tahun ke tahun tidak kunjung menemukan titik terang. Guru honorer pun seolah dihadapkan pada pilihan yang serba sulit. Keluar dari pekerjaan tidak selalu menjadi pilihan bijak. Banyak guru yang sudah bertahun-tahun bekerja di suatu sekolah. Usia mereka sudah tidak sesuai dengan batas yang diinginkan dunia kerja.Â
Kalau ditanya soal keinginan, guru honorer tentu ingin tetap bertahan dan menerapkan ilmu yang sudah dipelajari. Melihat anak didik yang lulus dan sukses adalah kebangaan tersendiri. Ini seolah menjadi bahan bakar untuk bertahan walau kesejahteraan tidak terjamin. Namun, dalam lubuk hati paling dalam, sebenarnya selalu terbesit pertanyaan-pertanyaan terkait kesejahteraan. Mulai dari hak yang berbeda dengan pegawai negeri, pengangkatan dengan kuota minim, hingga penantian pengangkatan yang begitu lama. Â
Sekali lagi, guru honorer bertahan bukan karena ikhlas menerima gaji kecil. Kebanyakan bertahan karena memang sudah tidak punya pilihan lain dan terlanjur percaya pada janji-janji pengangkatan. Meromantisasi guru honorer yang tetap mengajar di tengah gaji yang kecil tidak akan memperbaiki apapun, apalagi kesejahteraan guru. Kalau memang peduli, hentikan narasi itu dan kawal terus kebijakan terkait kesejahteraan guru.
Penulis:Mia Apta Candra. S
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Apa Jadinya Jika Tak Ada Lagi Guru Honorer?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.