Saya sepakat sama tulisan Mbak Cindy Gunawan soal cuaca di Bantul yang kadang suka bercanda dan ngadi-ngadi. Sebagai bala lajon Gunungkidul-Kota Jogja, yang sudah pasti melintas di Piyungan, Bantul, saya merasakan betul keanehan ini. Misalnya di Bukit Pathuk hujan deras, sampai di kawasan Potorono tiba-tiba cuaca cerah ceria. Sialnya, ketika sudah sampai kota, hujan kembali jatuh dari langit, padahal sudah lepas mantel di Piyungan, lho. Jian, trondolok tenan og.
Selain masalah cuaca, dalam tulisannya yang menggelitik itu, Mbak Cindy juga membagikan kejadian-kejadian aneh di Bantul. Ngomong-ngomong soal keanehan, di tanah kelahiran saya, Gunungkidul, juga banyak kejadian aneh atau hal-hal absurd yang mungkin jarang ditemukan di daerah lain. Contohnya warung kelontong di kampung saya yang cuma buka dari pukul 12 siang sampai ba’da Maghrib.
Mas Rizky Prasetya (redaktur Terminal Mojok) juga pernah mengeluh soal warung kelontong di Semanu, Gunungkidul yang kebanyakan sudah tutup jam tujuh malam ini. Meski nggak semuanya, tapi itu memang benar adanya. Nggak tahu apa motivasinya, yang jelas kayak nggak niat bebakulan gitu. Entahlah.
Selain itu, ada beberapa kejadian aneh yang pernah saya lihat dan temukan di kampung saya, Gunungkidul, di antaranya:
Daftar Isi
Kebiasaan mengonsumsi daging ayam sakit di Gunungkidul
Kebiasaan brandu atau menyembelih hewan ternak sakit seperti sapi atau kambing sampai sekarang memang masih terjadi di Gunungkidul. Menurut pakar kesehatan, tradisi ini diduga menjadi penyebab utama sejumlah warga terserang penyakit antraks, yang beberapa waktu lalu sempat menghebohkan dunia maya.
Lahir di Semanu, Gunungkidul, bikin saya cukup akrab dengan kebiasaan brandu. Nggak hanya hewan ternak seperti sapi saja, tetapi ada juga tradisi menyembelih ayam sakit. Kalau ibu saya mendadak masak ayam rica-rica, sudah dipastikan ada ayam ungkris-ungkrisen atau terserang penyakit tetelo (ND).
Jujur, waktu masih kecil, saya amat senang ketika melihat ayam di rumah berjalan sempoyongan dan tampak mager. Artinya, hari itu saya bakal makan gulai ayam. Tapi setelah dewasa, tanpa mengurangi rasa hormat kepada orang tua, saya sadar kalau kebiasaan sebagian warga Gunungkidul ini sebenarnya cukup aneh dan kurang baik buat kesehatan.
Pura-pura kesurupan saat nonton jathilan
Kejadian aneh di Gunungkidul yang sampai sekarang masih sering terjadi adalah penonton yang pura-pura kesurupan saat nonton jathilan. Biasanya, penonton yang pura-pura kesurupan tingkahnya jauh lebih aneh dari orang yang beneran kerasukan. Seperti suka naik ke atas genteng, minta aneh-aneh, nakut-nakuti penonton, dan lainnya.
Sebagai orang yang sejak kecil hobi nonton jathilan, saya tahu betul dengan tipe penonton seperti itu. Bahkan, ada satu kejadian di mana sang pawang membiarkan penonton yang pura-pura kesurupan itu. Ya, para pawang malas “menyembuhkan” orang tersebut sampai acara selesai. Benar saja, entah gimana ceritanya, orang yang pura-pura kesurupan itu bisa waras sendiri tanpa adanya jampi-jampi dari sang pawang. Aneh bener.
Baca halaman selanjutnya
Ibu-ibu di Gunungkidul hobi senam di tengah jalan
Ibu-ibu di desa saya sekarang punya hobi baru, apalagi kalau bukan senam. Nyaris setiap Jumat pagi, mereka aktif menggerakkan badan lengkap dengan iringan musik khas senam. Biasanya, tempat yang dipakai buat senam pun berpindah-pindah dari satu padukuhan ke padukuhan lain.
Terlepas dari banyaknya manfaat baik dari kegiatan bernama GERMAS itu, ada hal cukup aneh yang sering saya jumpai. Contohnya beberapa hari lalu, saya melihat ibu-ibu senam di tengah jalan. Padahal di samping jalan itu ada lapangan sepak bola yang nggak terpakai, lho.
Alih-alih pakai lapangan tersebut buat senam, justru tim senam di desa saya malah milih menutup jalan utama. Kalau sekali dua kali sih masih wajar ya, tapi ini berulang dan dilakukan nyaris setiap hari Jumat.
Serius nanya, ini maksudnya biar gimana dan tujuannya apa sih? Sehat sih sehat ya, tapi mbok tulung sing rada masuk akal sitik cah.
Gimmick sapi lepas dari kandang
Sapi lepas dari kandang jadi salah satu peristiwa yang acap dialami warga Gunungkidul, tak terkecuali di kampung saya. Kita tahu, sapi ucul dari singgasananya umumnya disebabkan karena sang pemilik hewan lupa menutup pintu kandang. Agar sapi mau balik ke kandang, biasanya tetangga sekitar turut bahu-membahu mengondisikan hewan ternak yang mungkin lagi pengin healing itu.
Nah, dari sekian banyak kasus sapi lepas yang pernah saya lihat di kampung, ada satu kejadian aneh bin menyebalkan di balik peristiwa ini. Jadi, bulan lalu saya melihat ada sapi lepas milik tetangga dekat yang lagi makan tanaman pagar teh-tehan di samping rumah. Sebagai tetangga yang baik, saya langsung gercep ngasih info ke warga sekitar agar ikut bantu mengondisikan sapi itu.
Sialnya, selama kejadian sapi ucul berlangsung sang pemilik sapi nggak ada di rumah. Nggak lama setelah warga sekitar sukses mengondisikan sapi itu masuk ke dalam kandang, pemilik hewan pun pulang. Saya inisiatif memberi tahu kepada beliau kalau tadi sapinya keluar kandang dan tetangga bahu-membahu berkontribusi mengamankan hewan ternak miliknya.
Tahu gimana respons pemilik sapi itu apa???
Demi Tuhan, dia bilang kalau memang (((sengaja))) mengeluarkan sapi itu dari kandang biar bisa makan tanaman gratis! Bajingan betul! Wis, besok-besok wegah ngurus sapi ucul aku, ha mbok ben mati njegur blumbang. Kapok sisan.
Itulah beberapa contoh kecil yang saya temukan di kampung halaman. Sebenarnya masih banyak sih, tapi itu dulu, sembari menunggu kejadian aneh bin absurd apalagi yang bakal terjadi di tanah kelahiran tercinta ini.
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Gunungkidul Adalah Sebaik-baiknya Kabupaten untuk Tempat KKN