Berkunjung ke Gunung Telomoyo Saat Musim Hujan Hanya Mendatangkan Kecewa, Mending Urungkan Niatmu dan Rebahan di Rumah

Berkunjung ke Gunung Telomoyo Saat Musim Hujan Hanya Mendatangkan Kecewa, Mending Urungkan Niatmu dan Rebahan di Rumah

Berkunjung ke Gunung Telomoyo Saat Musim Hujan Hanya Mendatangkan Kecewa, Mending Urungkan Niatmu dan Rebahan di Rumah (unsplash.com)

Saat berkunjung ke Jogja, terlintas di benak saya untuk menyambangi Gunung Telomoyo yang terletak di antara Semarang dan Magelang. Menurut penuturan teman-teman saya, gunung yang memiliki ketinggian 1.894 mdpl ini memiliki view yang cantik. Selain itu, gunung ini disebut-sebut jadi satu-satunya gunung yang bisa didaki menggunakan motor. Jadilah saya berangkat ke sana berdua dengan sahabat saya dengan harapan bisa menikmati view dari puncaknya. Meski sedang musim hujan, kami tetap yakin perjalanan ini tak akan sia-sia.

Cuaca di Jogja pagi itu cukup cerah dan belum ada tanda-tanda akan hujan. Saya dan sahabat saya pun dengan pede berangkat motoran yang memakan waktu 1,5 jam. Jalur yang kami pilih adalah Telomoyo via Dalangan. Katanya kalau dari Jogja lewat sini dengan melintasi Magelang lalu berbelok ke arah Kopeng. Kami sempat beristirahat di sebuah warung makan kupat tahu khas Magelang. Lalu langit mulai mendung, tapi kami berusaha berpikiran positif bahwa mendung bukan berarti hujan.

Apalah daya, cuaca memang tidak bisa dilawan, turunlah hujan yang cukup deras saat itu. Kami berteduh di minimarket daerah Jalan Raya Magelang-Kopeng. Gunung Telomoyo masih satu jam lagi, namun air dari langit ini seperti ada pengawetnya, stabil turun terus.

Kedinginan sepanjang Jalan Raya Kopeng sampai Telomoyo

Saya sempat menyesal dalam hati karena terlalu memaksakan ke Gunung Telomoyo saat musim hujan. Padahal di salah satu tulisan Terminal Mojok yang berjudul 7 Sisi Gelap Gunung Telomoyo yang Belum Disadari Banyak Orang sudah dijelaskan jangan pergi saat musim hujan.

Akan tetapi lagi-lagi membela diri “kapan lagi ke sana, mumpung lagi di Jogja”. Akhirnya, saya dan sahabat saya nekat menerabas hujan berbekal satu mantel ketimbang menghabiskan waktu di jalan. Udara dingin khas Kopeng terasa menusuk tubuh. Begitu sampai di Telomoyo, udara malah tambah dingin yang mau tak mau tetap harus kami nikmati. Namanya juga mau healing.

Selama perjalanan hujan sempat berhenti, hanya beberapa saat, lalu deras lagi. Saya pun membeli sandal jepit dan mantel plastik di warung terdekat, agar tidak terlalu kuyup sampai puncak. Saat tiba di gerbang masuk Telomoyo via Dalangan, hujan berhenti. Kami pun lanjut sampai atas melewati jalan berliku yang cukup rusak dan sempit. Untungnya banyak pepohonan yang bikin penat ini hilang.

Jalanan licin dan banyak genangan air yang membahayakan

Selain kedinginan, hal menyebalkan lain yang akan kamu dapatkan adalah jalur licin karena banyak genangan air di mana-mana. Jika naik motor, pastikan motormu dalam keadaan prima, apalagi motor matic. Akses menuju Gunung Telomoyo cukup bikin deg-degan, naik turun dengan aspal yang bopeng di mana-mana. Kalau hujan, air akan menggenang bahkan mengalir di tengah jalan.

Saya rasa jika kamu atau temanmu belum pro dalam mengendarai motor, sebaiknya gunakan mobil saja atau nggak usah ke sana sama sekali. Jangan sampai kamu sudah jauh-jauh mau menikmati pemandangan di Telomoyo, eh, malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Atau, ya sudah paling benar pergi saat cuaca cerah ceria tanpa hujan sedikit pun.

Disambut kabut tebal saat menuju puncak Gunung Telomoyo

Ini adalah gong dari semua cerita perjalanan saya ke Gunung Telomoyo, akses menuju puncak diselimuti kabut cukup tebal. Waktu tempuh dari gerbang retribusi sampai puncak sekitar 20-30 menit, waktu itu saya pelan-pelan. Oh ya, jika bawa mobil, hanya bisa sampai parkiran bawah dekat deretan warung lalu naik jeep ke puncak.

Saya sebenarnya suka melihat kabut yang syahdu, tapi kalau sudah mengganggu jarak pandang malah jadi takut. Panorama yang katanya bagus dan bisa dinikmati dari pinggir jalan Telomoyo nggak kelihatan sama sekali, soalnya kabut tebal sekali. Belum lagi hujan yang masih rintik-rintik membuat saya dan sahabat saya sedih karena nggak sesuai ekspektasi.

Sampai di puncak, kami benar-benar nggak dapat apa pun. Untuk mengobati kesedihan, kami pun berfoto-foto dengan latar kabut, seperti di luar negeri. Padahal kalau saya lihat di medsos, lanskap hijau akan terlihat indah dari atas dengan suguhan Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.

Saya dan sahabat saya kemudian pulang dari Gunung Telomoyo dengan perasaan kecewa. Sebelum bertolak ke Jogja lagi, kami sempat berhenti untuk ngopi di sebuah coffee shop yang cukup estetik di dekat gerbang masuk Telomoyo. Lumayan mengurangi kelelahan dan kekecewaan. Tapi lagi-lagi, dalam perjalanan pulang, kami ditemani hujan cukup deras sampai Magelang. Sudahlah, memang paling betul di musim hujan mending rebahan saja.

Penulis: Rachelia Methasary
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 7 Sisi Gelap Gunung Telomoyo yang Belum Disadari Banyak Orang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version