Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Gulai Bumbu Kuning ala Warteg Jakarta kok Dibilang Rawon, Ra Mashok!

Aminah Sri Prabasari oleh Aminah Sri Prabasari
15 Januari 2022
A A
Gulai Bumbu Kuning ala Warteg Jakarta kok Dibilang Rawon, Ra Mashok!

Gulai Bumbu Kuning ala Warteg Jakarta kok Dibilang Rawon, Ra Mashok! (commons.wikimedia.org)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya menemukan quote yang bagus perihal makanan dan Jakarta dari netizen. Bunyinya seperti ini:

“Makanan daerah apa pun kalau sudah sampai Jakarta jadi rusak.”

Saya tak bisa untuk tak setuju. Sudah banyak contoh bertebaran. Contoh paling gampang ya ayam geprek. Ayam geprek kok dioles, gendeng ha?

Baru-baru ini beredar video cara masak rawon ala warteg di akun @MasakTV yang diprotes netizen. Pasalnya resep yang diunggah itu resep gulai santan kuning. Nggak sopan banget memberi nama masakan seenaknya, padahal sudah ada pakem resep.

Ada yang udah pernah coba Rawon ala Warteg ini? Apa sih bedanya dengan Rawon yang ada di daerah kalian? Coba komen dibawah ya!⁣⁣⁣⁣
⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣
cc: @alvin_kapau⁣⁣⁣⁣
Resep lengkap klik: https://t.co/kQMtuXJyRc pic.twitter.com/ObXNkfSqdg

— Masak.TV (@MasakTV) January 12, 2022


Meski begitu ada juga netizen yang terheran-heran resep tersebut diributkan. Katanya rawon di warteg-warteg Jakarta memang seperti itu, kalau mau yang berkuah hitam cari di tempat lain saja. Netizen lainnya, sama-sama dari Jakarta, menyepelekan keributan. Perkara nama makanan saja dibikin rame, katanya.

Jakartans di Twitter yang hobi melihat persoalan pakai perspektif Jakarta-sentris. Mereka levelnya bertengkar soal bubur diaduk dan tidak diaduk, soal makanan tahunya hal-hal yang remeh saja.

Wajar kalau orang Jakarta terheran-heran ketika ada netizen yang berusaha menyuarakan ide menjaga keaslian resep masakan tradisional. Mereka mana kepikiran bahwa rawon berbumbu kuning dan bersantan itu sesat dan menyesatkan. Pokoknya makanan itu soal beli, beli, dan beli. Kalau tidak suka, ya, nggak usah dibeli. Meributkan makanan dianggap sesedehana “take it or leave it”.

Saya menghargai kebebasan berekspresi dan berpendapat, apalagi kesulitan budget untuk menghadirkan makanan yang sesuai resep. Tapi, mengobrak-abrik pakem resep adalah kesalahan fatal, dan itu tidak bisa didiamkan.

Begini. Saya pernah makan rawon budget minimalis, pakai kecap. Meski terasa seperti semur, dan waktu tanya ke penjual memang resepnya semur (hanya kuahnya saja diperbanyak supaya seperti rawon), saya bisa memaklumi kesulitan pemilik warung membeli kluwek. Lokasi warungnya memang di luar Jawa, pelosok pula. Alasan pemakluman yang kedua, karena bumbu dasarnya masih sama.

Baca Juga:

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

Berbeda dengan rawon kuning ala warteg di Jakarta. Di Jakarta segala macam bumbu ada. Jakarta dan Surabaya sama-sama di Pulau Jawa loh. Alasan rawon terpaksa berbumbu kuning dan bersantan tanpa pakai kluwek karena di Jabodetabek sulit didapat sungguh nggak masuk akal, untuk nggak menyebut bohong.

FYI saja nih, masakan gabus pucung khas Betawi yang sangat terkenal itu bumbunya pakai kluwek. Hanya pemilik warteg pemalas saja yang nggak bisa menemukan penjual kluwek di pasar.

Resep masakan tradisional bisa dimodifikasi, seperti rendang dibikin jadi steak misalnya. Tapi tetap harus sesuai pakem, kalaupun nggak bisa plek sama persis setidaknya bumbu dasarnya masih dipakai. Perlu juga memahami bumbu dasar masakan tradisional Indonesia. Jangan sampai resepnya pakai bumbu dasar A, tapi cosplay jadi masakan bernama B. Resepnya gulai santan kuning, ngaku-ngaku rawon. Hih!

Contoh kasus lainnya. Kita berbangga rendang dinobatkan menjadi makanan paling enak sedunia. Kalau ada orang bule memasak rendang dengan mengurangi bumbu rempah dan menambahkan kecap supaya tetap kaya rasa, rela?

Yo jelas ora, edan po rendang pakai kecap. Penistaan ini mah.

Dan jangan dikira orang Jawa Timur yang mara-mara soal rawon ala warteg di Twitter nggak menghargai perbedaan selera orang lain. Di Banyuwangi ada masakan bernama pecel rawon, perpaduan antara bumbu pecel dengan kuah rawon. Pecel rawon khas Banyuwangi pantas-pantas saja mengaku rawon, karena memang dimasak pakai pakem bumbu rawon yang ditambahkan bumbu pecel.

Sampai sini bisa paham bedanya pecel rawon Banyuwangi dengan gulai santan kuning yang cosplay jadi rawon di warteg-warteg di Jakarta, ya?

**

Keaslian resep masakan tradisional itu penting dan perlu dijaga karena termasuk warisan budaya takbenda. Mengubahnya seenak jidat sama saja menghancurkan. Ya inovasi dikit boleh, tapi nggak melenceng kejauhan. Kayak rendang pake kecap gitu.

Meski belum masuk 11 warisan takbenda yang diakui UNESCO, tapi rawon punya potensi untuk diakui. Sebab, rawon sebagai warisan budaya ini punya dasar yang kuat. Nama masakan rawon tertulis di prasasti Taji. Prasasti ini ditemukan di Ponorogo, dikeluarkan pada 823 Saka atau 901 Masehi oleh Rakryan i Watu Tihang pu Sanggramadurandara. Prasasti tersebut menceritakan peresmian sebuah desa yang menyajikan perjamuan makanan. Selain “rarawwan” (kita kenal sekarang bernama rawon), juga tertulis “rurujak” (rujak) dan “kurupuk”(kerupuk).

Jadi jangan sepelekan pakem resep masakan tradisional. Kalau nggak tahu ujung pangkal persoalan sebaiknya diam. Simak saja baik-baik kenapa ada orang yang protes ketika resep diacak-acak, supaya nggak ikutan tersesat.

Alih-alih salty pada mereka yang masih berusaha menjaga warisan budaya, anggaplah keributan tersebut sebagai cara untuk mendapat pengetahuan baru di Twitter. Normalnya orang yang nggak tahu itu menyimak, bukan malah salty ke orang yang memberitahu. Pahamilah bahwa Jakarta bukanlah pusat semesta, wahai Jakartans.

Dan untuk pemilik warteg di Jakarta yang menyajikan rawon sesat, kalau maksudnya mau mengirit biaya bumbu masak saja jenis makanan yang sesuai budget. Jangan malah nama masakannya yang diganti!

Kalau memang tak mau masak sesuai resep, unggah di Cookpad atau Instagram saja sana. Pakai caption “resep modifikasi memanfaatkan bahan yang ada di kulkas”, beres.

Sumber Gambar: Christian R via Wikimedia Commons

Penulis: Aminah Sri Prabasari
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Januari 2022 oleh

Tags: gulaiJakartaRawonwarteg
Aminah Sri Prabasari

Aminah Sri Prabasari

Perempuan yg merdeka, pegawai swasta yg punya kerja sambilan, pembaca yg sesekali menulis.

ArtikelTerkait

Depok-Tangerang Sepele, Cuma Tempat Numpang Pekerja Jakarta (Pexels)

Depok dan Tangerang Dipandang Lebih Rendah Dibanding Jakarta karena Sebatas “Tempat Numpang” Para Pekerja

4 Maret 2025
Warteg Semakin Mahal, Wajar jika Kalah Saing dengan Warung Nasi Padang Murah warteg kharisma bahari

Pengalaman Mengecewakan Makan di Warteg Kharisma Bahari: Diketawain Pramusaji Hingga Pramusaji Mengeluh Saat Bayar Pakai QRIS

29 Juli 2024
5 Alasan Masuk Akal untuk Tidak Tinggal di Jakarta

Bagi Orang Cikarang, Jakarta Itu Surga Dunia

23 April 2023
Sisi Gelap Jakarta Prostitusi di Balik Kampus Islami (Unsplash)

Sisi Gelap Kampus Islami di Jakarta: Sarang Ayam Kampus dan Prostitusi yang “Tersembunyi”

1 September 2023
5 Penderitaan Warga Tangerang yang Sehari-hari Naik Transjakarta Koridor T11 Mojok.co

5 Penderitaan Warga Tangerang yang Sehari-hari Naik Transjakarta Koridor T11

27 Agustus 2025
Tidak Ada yang Lebih Tabah dari Orang dengan Gaji Rp5 Juta di Jakarta. Idealnya Rp10 Juta kalau Mau Hidup Layak Mojok.co

Tidak Ada yang Lebih Tabah dari Orang dengan Gaji Rp5 Juta di Jakarta. Idealnya Rp10 Juta kalau Mau Hidup Layak

18 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.