Siapa sih yang nggak tahu The Godfather of Broken Heart atau The Lord of Broken Heart yang trending ini. Yap, Didi Kempot dengan segala lagu-lagu mellow yang menyayat hati para penyandang status patah hati dan kasih tak sampai. Entahlah sejak kapan detailnya bapak patah hati ini alias Didi Kempot bisa trending di kalangan millenials saat ini.
Saat itu saya masih kecil mengetahui pertama kali lagu-lagu beliau. Teringat umur lima atau tujuh tahun saya sudah menyukainya alias sudah terbiasa mendengar melodi beliau karena pengaruh simbah yang selalu menyetel lagunya setiap pagi. Lagu yang paling saya ingat betul dan menikmatinya adalah Stasiun Balapan, lagu tersebut bermakna sebagai cerita perpisahan dengan sang terkasih.
Walaupun jujur saja saat itu saya sangat dini sekali mengerti makna lagunya, tapi saya menikmati melodinya yang asik nan sendu dengan Boso Jowo yang saya sendiri juga fasih. Tapi entah kenapa beranjak dewasa saya nama Didi Kempot pun semakin larut dari telinga saya. Semakin perkembangan zaman pun kaset atau VCD pun mulai mencar kesana kemari.
Saat namanya kembali menjulang saat ini. Didi Kempot seolah mengalami kebangkitan keduanya, popularitas seakan semakin menjak seiring banyaknya juga kaum millenials era digital. Beliau sejak dulu memang sudah terkenal akan lagu-lagu sendu. Apalagi saat ini di mana media sosial sudah menjamur Didi Kempot seakan reborn dengan penggemarnya yang terupgrade.
Dulu yang saya ketahui simbah dan para bude pakde menjadi penggemar paling utama. Di era millenials penggemar Didi Kempot lebih menjorok para anak muda bahkan anak baru labil yang sudah merasakan nasib patah hati dan kasih tak sampainya. Seolah lagu-lagu beliau mewakili sadboy dan sadgirl saat ini.
Apalagi dengan gelar The Lord of Broken Heart-nya membuat saya benar-benar tegelitik dan benar saja saat saya tersadar lagu beliau adalah rata-rata karena kisah patah hati atau bertepuk sebelah tangan. Sampai pada saat ini saya mendengar julukan sadboy dan sadgirl yaitu siapapun yang merasakan hal senasib sama dengan cerita lagu tersebut.
Lantas, apa sih sebenarnya yang membedakan kepopuleran beliau dan saat ini. Yah, tentu saja orang patah hati jaman dulu dan sekarang berbeda. Tak dapat dipungkuri pengaruh globalisasi dan millenials yang membuat trending.
Tentunya jaman saya masih piyek yang di mana dunia digital belum kebanyakan mengihiasi aspek kehidupan orang patah hati cenderung yah biasa aja yah gimana internet dan instagram juga sosial media lain belum menjamur buat update status patah hati. Apalagi lagi YouTube yang belum ada.
Ini nih pengaruh globalisasi ditambah millenials membuat kebangkitan lagu-lagu Didi Kempot yang menurut saya udah enak dari dulu makin banyak peminat sampai trending. Bahkan julukan The Lord of Broken Heart pun tergelar pada beliau di era saat ini. Siapa lagi kalau bukan sadboy dan sadgirl yang menjulukinya
Yah ini nih salah satu keuntungan pengaruh globalisasi. Dulu ingin mendengarkan lagu khususnya lagu Didi Kempot, simbah atau saya perlu membuka tutup VCD, membuka kemasan kaset, menggosoknya terlebih dahulu agar tak macet lalu memasukkannya ke pemutar musik, tutup dan mendengarkan. Setelah daftar lagu sampai pada nomor terakhir usailah menikmati.
Sekarang? Mp3 atau bahkan dengan Google, YouTube, JOOX, Spotify yang kita sudah dengan mudah menikmati lantunan melodi-melodi sendu Godfather of Broken Heart ini. Bahkan di Spotify pun tersedia satu album komplit khusus bagi kamu sadboy dan sadgirl mendengar lagu sendu Didi Kempot.
Ketika saat ini para millenials dan globalisasi mempunyai peran yang menguntungkan bagi kami untuk saling berbagi dalam sendu-sendu bait Sewu Kutho, Stasiun Balapan, Suket Teki, dan bait sendu lain Godfather kita bersama. Untuk kalian yang baru saja mengenal lagu-lagu beliau dan jatuh cinta, Selamat bergabung dalam ikatan sadboy dan sadgirl Indonesia. Yo semuanya, sewu kutho uwes tak liwati~ (*)