Kalau pengin membicarakan soal basah membasahi tubuh saat mandi, abaikan dulu soal pertarungan sengit: manakah yang lebih menyegarkan tubuh antara mandi pakai gayung atau pakai shower? Pasalnya, perdebatan tersebut nggak akan berdampak apa-apa. Khususnya, kalau ternyata di kamar mandi rumahmu cuma ada bak mandi, nggak ada showernya. Kalau gitu, ngapain harus diperdebatkan?
Berbeda dengan gayung. Ada atau tidak ada bak mandi di kamar mandimu, kamu masih bisa memanfaatkannya dengan meletakkan timba kecil di bawah pancuran air. Itu artinya, gayung adalah benda yang ada di hampir seluruh kamar mandi Anda sekalian. Bukankah begitu, Saudaraku sekalian?
Alat buat memindahkan air dari bak mandi ke tubuh kita ini memang tampak sepele. Namun, percayalah, ia lebih bermanfaat daripada rapat DPR yang ujung-ujungnya bikin sakit hati rakyat. Beneran, deh! Coba bayangin, di dunia ini nggak ada gayung, pasti ribet, deh!
Dulu, orang-orang menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa. Batok ini dibelah menjadi dua, kemudian dikeringkan, dan diberi bambu ujungnya untuk memudahkan mengambil air dari dalam gentong.
Dengan perkembangan zaman, akhirnya terciptalah gayung dari berbagai macam bahan. Kebanyakan yang ada di rumah orang-orang, ia terbuat dari plastik. Bentuknya pun bermacam-macam. Ada yang berbentuk bulat, kotak, berbagai karakter kartun, ataupun love.
Setelah saya mencoba berbagai jenis gayung selama hidup saya, ternyata gayung berbentuk love adalah bentuk gayung yang paling fungsional dan estetik. Jadi, bodo amat kalau banyak yang bilang kalau gayung model ini justru identik dengan orang miskin. Apalagi, stigma ini muncuk hanya karena bentuknya yang tampak kampungan. Tunggu dulu, kampungan? Kampungan dari mananya, sih? Bentuk estetik kayak gini kok dibilang kampungan. Nggak paham saya sama masyarakat!
Tentu pendapat saya ini beralasan. Mari saya jabarkan satu-persatu.
Pertama, karena fungsinya lebih baik dari gayung bulat biasa. Gayung berbentuk love ini memudahkan kita saat menuangkan air. Pasalnya, ia punya salah satu ujung dengan sudut lancip. Sementara mayoritas orang Indonesia, menggunakan tangan kanan sebagai kendali utama. Sehingga, sudut lancip tersebut sudah pasti berada di bagian bawah. Dan sudut itulah yang sering digunakan untuk menuangkan isinya. Nggak mungkin, dong, kita menuangkannya ke arah berlawanan?
Nah, fitur ini tidak dimiliki oleh gayung bulat yang tidak bersudut dan sering kali bikin isinya tercecer saat dituangkan. Apalagi saat kumur-kumur, tuh. Hmmm, pasti sering belepotan kalau pakai gayung bulat, kan?
Kedua, gayung berbentuk love adalah gayung yang membantu kita untuk mencintai orang terdekat bahkan diri kita sendiri. Pasalnya, saat kita mandi dan melihat bentuk cinta, bisa jadi kita akan teringat akan cinta dan kasih sayang dari orang-orang sekitar. Ya, biasanya kalau di kamar mandi pikiran kita bisa kemana-mana dengan stimulus di ruangan tersebut yang terbatas, kan?
Bayangkan, kita menuangkan air dari gayung berbentuk love ke tubuh kita. Sebuah adegan simbolis yang mengajak kita untuk pelan-pelan mencintai diri kita sendiri, bagaimanapun proses yang harus kita lalui sekarang.
Ketiga, gayung berbentuk love juga menambah estetika kamar mandi kita. Apalagi kalau warnanya matching sama lantai, tembok, dan bak mandinya. Masak perintilan di kamar mandi bentuknya kotak dan bulet-bulet doang. Kadang, perlu ditambahkan sentuhan yang berbeda biar lebih mantap dipandang mata. Supaya kamar mandi jadi lebih estetik dan nggak menjemukan.
Jadi, kalau masih ada yang ngecengin gayung berbentuk love adalah gayung kelas menengah ke bawah, itu adalah suatu kesalahan fatal. Pasalnya, gayung ini fungsinya lebih baik daripada yang lain. Gitu.
BACA JUGA Mandi Pakai Gayung vs Mandi Pakai Shower, Mana yang Lebih Unggul?