Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Gara-gara Senjata Biologis VOC, Jakarta Pernah Dijuluki sebagai Kota Tahi

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
25 Agustus 2020
A A
senjata biologis VOC jakarta mojok mumpung belum

senjata biologis VOC jakarta mojok mumpung belum

Share on FacebookShare on Twitter

Hari ini, kita melihat Jakarta sebagai ibu kota Indonesia. Megahnya kota metropolitan menjadi mimpi muda-mudi yang ingin memperbaiki taraf hidup. Namun, gara-gara “senjata biologis” yang dipakai VOC, Jakarta pernah disebut sebagai “kota tahi”. Dan bukan tahi dalam arti metafora, tapi tahi yang berarti ekskremen manusia berbentuk padat itu!

Julukan kota tahi ini bukan julukan yang sekedar dituturkan dari mulut ke mulut. Tercatat ada tiga dokumen klasik yang mengisahkan perihal kota tahi ini. Pertama adalah Babad Tanah Jawi (lagi), History of Java karya T.S. Raffles, dan Babad Diponegoro karya Pangerand Diponegoro. Jadi, jika ada budayawan Betawi yang senewen dengan julukan kota tahi, silahkan protes ke Pangeran Diponegoro.

Awal mula lahirnya julukan kota tahi ini adalah penyerangan Kesultanan Mataram atas Batavia. Penyerangan ini dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada 1628. Penyerangan berskala besar ini bertujuan untuk menghancurkan Fort Hollandia atau Redoute Hollandia, benteng VOC yang ada di sebelah tenggara pusat kota Batavia. Kini, tapak pertanahan bekas benteng tersebut terletak tak jauh dari Glodok Plaza, Jakarta Barat.

Menurut Martin Pring, Sultan Agung memandang benteng Hollandia sebagai duri di kaki Batavia. Dengan menghancurkan benteng tersebut, maka Batavia bisa lepas dari ancaman pendudukan Belanda. Maka, diluncurkan operasi militer ke Batavia. Operasi ini di bawah komando Tumenggung Bahureksa dan Ki Mandurareja. Nama Bahureksa sendiri sering menjadi sebutan untuk orang (atau ghoib) yang berkuasa dan digdaya. Jadi, Tumenggung Bahureksa jelas punya level mythic.

Berangkatlah pasukan Mataram menuju Batavia. Perlu diingat, transportasi paling umum bagi prajurit berangkat perang adalah sepasang kaki. Mereka melakukan longmarch tanpa muatan nazar politik selain menghancurkan Redoutte Hollandia. Meskipun perjalanan ini terasa sangat melelahkan dan mudah terendus, kubu VOC tidak melakukan persiapan berarti untuk menyambut murka Sultan Agung ini.

Kelalaian ini terbukti dalam laporan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen kepada Dewan Hindia pada 3 November 1628. Seperti yang dimuat dalam nationalgeographic.com, Coen melaporkan “sebanyak 24 orang kami yang berada di kubu itu memberikan perlawanan yang gigih, sehingga sepanjang malam itu semua musuh berhasil dipukul mundur sampai mesiu habis.”

Dalam History Of Java, Raffles mengisahkan “pada waktu itu, karena orang-orang Belanda dapat dipukul oleh keganasan orang-orang Jawa, mereka terpaksa menggunakan batu-batuan sebagai ganti bola-bola besi untuk amunisi meriam. Namun usaha tersebut menemui kegagalan.” Sepertinya Coen tidak melaporkan tentang kisah pertempuran ini. Dan terlihat Coen memang berniat menutup-nutupi penyerangan ini.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Mataram kalah senjata dan perlengkapan. Tapi amukan prajurit Mataram tetap berhasil menundukkan pertahanan Belanda. Mataram hampir saja sukses merebut benteng Hollandia. Sayangnya, serangan besar-besaran Mataram ini digagalkan oleh gagasan liar pemuda berusia 23 tahun bernama Madelijn.

Baca Juga:

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Dalam sebuah dokumen Belanda yang diterjemahkan Johan Neuhof, dikisahkan tentang gagasan gila Madeijn. Pemuda asal Jerman tersebut menyelinap ke ruang serdadu. Kemudian, dia memerintahkan anak buahnya untuk membawa sekeranjang penuh tinja. Tapi, pengumpulan tinja ini bukan bagian dari perawatan sanitasi benteng. Tinja ini menjadi serangan putus asa kubu VOC.

Karena kubu VOC kehabisan mesiu, maka tinja tadi menjadi amunisi untuk menggempur prajurit Mataram. Tinja tadi dilemparkan kepada prajurit Mataram yang merayapi dinding dengan tangga. Seketika itu juga, prajurit Mataram lari tunggang langgang dari gempuran tinja yang baunya naudzubillah.

Babad Tanah Jawi mengisahkan tentang peristiwa ini dari kubu Mataram. Seperti yang ditulis dalam nationalgeographic.com, “Orang Belanda bubuk mesiunya semakin menipis. Kotoran orang atau tinja dibuat obat mimis. Orang Jawa banyak yang muntah-muntah, sebab kena tinja.”

Pada bagian lain dikisahkan, “Adapun Pangeran Mandurareja masih tetap mempertahankan perangnya, tetapi tetap tidak dapat mendekati benteng, karena tidak tahan bau tinja. Para adipati pesisir bala-prajuritnya banyak yang tewas. Sedang yang hidup tidak tahan mencium bau tinja. Sepulang berperang lalu merendamkan diri di sungai.”

Dalam History of Java, Raffles mengisahkan peristiwa menjijikkan ini. “Sebagai usaha terakhir, mereka (prajurit VOC) melemparkan kantong-kantong berisi kotoran yang berbau busuk sekali ke arah orang-orang Jawa, dan sejak saat itulah benteng itu dijuluki dengan nama Kota Tahi.”

Prajurit Mataram mundur ke kemah mereka di pedalaman Batavia. Serangan pertama Mataram pun gagal. Mungkin karena jengkel, prajurit Mataram menjuluki benteng Hollandia sebagai Kota Tahi. Kelak, orang Jawa akan mengenang ada dua kota di Batavia: Kota Intan dan Kota Tahi.

Mungkin Snda terkekeh membaca kisah ini. Namun, jangan meremehkan kekuatan senjata biologis kuno ini. Tercatat sejak abad pertengahan, manusia telah mengenal senjata biologis. Mayat korban wabah Bubonic dijadikan sebagai amunisi ketapel raksasa Trebuchet dalam penyerangan kota Caffa. Penyerangan Thun-I Eveque pada 1340 juga menggunakan bangkai hewan sebagai amunisi.

Dan pada 1628, prajurit Mataram harus menjadi korban keganasan senjata biologis ala VOC ini. Serangan besar-besaran Sultan Agung berhasil dipukul mundur dengan berkantong-kantong tinja. Dan peristiwa ini meninggalkan julukan untuk Batavia (dan berganti menjadi Jakarta) yang tidak ada gagah-gagahnya: Kota Tahi.

BACA JUGA Harus Gimana Lagi sama Orang yang Percaya Konspirasi Wahyudi Covid-19?! dan tulisan Dimas Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 25 Agustus 2020 oleh

Tags: Jakartamataramsenjata biologisvoc
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

JIS Venue Konser Paling Menguji Kesabaran Mojok.co

JIS Venue Konser Paling Menguji Kesabaran

18 September 2024
Puputan Bayu Saat Mataram dan VOC Membantai 72 Masyarakat Blambangan MOJOK.CO

Puputan Bayu: Saat Mataram dan VOC Membantai 72.000 Masyarakat Blambangan

30 Juli 2020
4 Kebiasaan Pengendara Motor di Jakarta yang Menjengkelkan

4 Kebiasaan Buruk Pengendara Motor di Jakarta, Bikin Jengkel Orang Lain

28 Februari 2023
6 Hal yang Perlu Disiapkan Warga Kabupaten yang Berencana ke Jakarta Mojok.co

6 Hal Perlu Disiapkan Warga Kabupaten yang Berencana ke Jakarta agar Tidak Kerepotan

2 Desember 2023
Pengalaman Sehari-hari Lewat Tol Jakarta-Tangerang yang Bikin Tua di Jalan Mojok.co

Pengalaman Sehari-hari Lewat Tol Jakarta-Tangerang yang Bikin Tua di Jalan

18 Oktober 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.