Pernah nonton drama korea My ID Is Gangnam Beauty? Drakor yang tayang pada tahun 2018 tersebut bergenre komedi romantis. Kisahnya mungkin saja sepele dan nggak terlalu rumit. Cuma permasalahan kecil anak-anak mahasiswa farmasi. Tipe drakor yang nggak perlu membuat penontonnya mikir yang ribet-ribet.
Tapi, inti ceritanya menurut saya relate banget sama kehidupan sehari-hari. Apa lagi di bagian konflik yang dialami oleh tokoh utamanya, Kang Mi Rae. Mi Rae adalah mahasiswa biasa, setidaknya itulah yang selalu menjadi keinginannya sejak dulu. Sayangnya, ia terlahir dengan wajah yang kurang cantik—jika tidak mau dibilang jelek.
Sejak kecil, Mi Rae sudah sering mendapatkan ejekan. Ia di-bully habis-habisan karena wajahnya yang jelek dan badannya yang gemuk. Ia kemudian berusaha mati-matian untuk menjadi kurus dan berprestasi. Namun, wajahnya yang jelek membuatnya dijuluki monster dan dijauhi teman-temannya. Bahkan, sejak dulu Mi Rae cuma punya satu teman. Hal tersebutlah membuatnya minder dan ingin segera mengakhiri hidupnya.
Lalu, ibu Mi Rae berinisiatif untuk mengubah masa depan anaknya. Tentu saja melalui operasi plastik yang sudah jamak dilakukan di Korea Selatan. Mi Rae dan ibunya cuma punya satu tujuan, hidup normal. Mi Rae ingin hidupnya normal seperti orang-orang lainnya. Ia ingin bisa berfoto selfie, nongkrong di kafe, jalan-jalan sama teman-temannya, nonton film di bioskop dan terpenting, punya banyak teman—khususnya teman cowok.
Oh, tentu saja semuanya berhasil setelah ia melakukan operasi plastik. Wajahnya berubah menjadi cantik, bahkan di hari pertamanya masuk kampus, banyak para seniornya yang langsung kesengsem sama dia. Namun bagi Mi Rae, itu adalah masalah baru baginya. Kecantikan wajahnya membuatnya menjadi pusat perhatian. Padahal, semua yang diinginkannya cuma satu: hidup normal. Normal seperti orang-orang biasa lainnya.
Bagi saya, cerita Mi Rae sangat relatable dengan kehidupan sehari-hari khususnya ketika membuka Twitter, saya seringkali menemukan cewek-cewek yang membagikan tips skincare routine yang dipakainya selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Nggak lupa, mereka juga menyertakan foto before dan after setelah pakai skinker tersebut.
Setelah membaca berbagai therad, saya mendapatkan banyak informasi bahwa kaum cewek yang berusaha keras melakukan perubahan tersebut adalah orang-orang yang sebelumnya tersakiti, berada di kelas B dan urutan kesekian. Artinya, mereka jarang mendapatkan kesempatan hanya karena terlahir dengan warna kulit berbeda dan muka berjerawat. Bahkan, beberapa di antara mereka juga pernah bernasib sama naasnya dengan Kang Mi Rae, di-bully karena wajahnya yang dianggap kurang menarik dan sama sekali nggak punya teman.
Maka, berawal dari sanalah muncul perlawanan dalam diri cewek-cewek tersebut. Mereka berusaha untuk menjadi cantik sebagai salah satu cara untuk hidup normal dan biasa—seperti orang kebanyakan. Mereka nggak ingin lagi dijadikan kelas ke dua, pilihan ke sekian, diejek karena badannya yang gendut, mukanya yang jerawatan atau hanya karena terlahir dengan warna kulit agak gelap. Tentu saja ini nggak adil.
Sayangnya, perjuangan kaum cewek justru dijegal sama kaum lawan jenisnya, kaumnya cowok. Beberapa dari kaum cowok merasa bahwa cewek terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk skinker dan make up yang mahal-mahal yang menurut mereka sia-sia belaka.
Banyak narasi yang dilemparkan kaum cowok—dan terkadang juga sesama kaum cewek sendiri. Mulai dari “skinker terbaik adalah air wudhu”, “Cewek-cewek yang suka skinker pasti nggak tahu cara menanak nasi pakai mejikom”, “cowok lebih suka cewek yang cantiknya natural” sampai narasi yang paling konyol bahwa “menghabiskan banyak waktu untuk skinker berarti sudah menyia-nyiakan waktu yang berharga”. Hish, kok bisa sih, pikiran seperti itu ada di dunia ini.
Mereka yang suka banget ngatain kaum cewek yang suka pake skinker pasti belum pernah merasakan sakitnya diejek karena mukanya bruntusan, dianggap kentang karena kurang glowing atau seperti Kang Mi Rae, nggak punya teman karena wajahnya jelek. Sakit tauk.
Bahkan, saya pernah diejek sama teman-teman karena muka saya jerawatan. Mereka sih, bilangnya saya kurang merawat diri, makanya muka saya jerawatan. Padahal, itu murni karena pubertas. Kesel, deh. Ditambah lagi dengan caranya yang ngomong, intonasinya yang nyindir, mimik mukanya yang sarat akan rasa jijik. Jadi tambah sakit hati. Makanya, saya berusaha mati-matian untuk make over wajah dengan rajin-rajin pakai skinker.
Lagian, kaum cewek yang pakai skinker mahal-mahal tuh belum tentu juga buat nyari perhatian cowok. Mereka melakukan semua usaha itu ya buat dirinya sendiri. Sebagai salah satu bentuk self love. Kalau bukan saya yang memulai untuk mencintai diri saya sendiri, lantas siapa lagi yang akan melakukannya? Makanya, saya dan kaum-kaum cewek skinker berusaha keras melakukan perubahan dalam hidup kami masing-masing.
Seperti Kang Mi Rae yang melakukan operasi plastik hanya untuk terlihat biasa, hidup normal dan nggak lagi dijauhi. Kaum cewek pejuang skinker pun juga punya tujuan yang sama, lho. Jadi, kalian kaum-kaum cowok nggak perlu merasa ge-er, yha. Mari hidup dengan damai dan nggak perlu lagi saling tuduh caper satu sama lain.
BACA JUGA “Reply 1988” Drama Korea Terbaik yang Nunjukin Tetangga Goals atau tulisan Siti Halwah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.