Artis sekaligus politikus tanah air, Krisdayanti, beberapa hari lalu membeberkan besaran gaji yang ia terima selama menjadi anggota DPR RI. Hal itu sontak membuat netizen geger geden, bahkan kasus Saipul Jamil dan KPI yang semula menjadi topik pergibahan tanah air sedikit bergeser. Wajar, wong besaran gaji yang dibeberkan istri Raul Lemos itu juga luar biasa besar. Krisdayanti memaparkan bahwa selama satu bulan sekali setiap tanggal 1 blio menerima gaji Rp16 juta, setiap tanggal 5 Rp59 juta, dana aspirasi Rp450 juta yang diberikan 5 kali dalam setahun, lalu uang kunjungan dapil Rp140 juta.
Keriuhan masyarakat di media sosial yang bukan main lantaran protes menyoal besaran gaji DPR itu membuat saya sedikit geli. Lha, gimana nggak geli, sih, kalau dari zaman baheula kita sudah tahu bahwa DPR memang seperti itu dan kita tetap setia mencibir blio-blio ini? Sangat tidak mempan kawan. Mereka sudah bebal, bukan lagi menjadi pejabat yang anti-kritik melainkan tahan kritik. Muntab!!!
Tapi, sebagai warga negara yang baik dan setia menggaji blio-blio ini walaupun jarang atau bahkan nggak ada timbal baliknya sama sekali, saya tetap berbaik sangka kalau gaji yang besarannya berkali lipat dari gaji guru honorer atau mungkin nakes yang mungkin sampai saat ini masih belum menerima intensif itu wajar. Tak lain karena beberapa alasan berikut:
Menjadi anggota DPR adalah pekerjaan yang berat
Menjadi anggota DPR tidak semudah yang kita bayangkan. Meskipun saya belum sempat mencicipi kursi parlemen, setidaknya saya tahu dari hasil yang selama ini kita lihat. Beratnya pekerjaan DPR membuat beberapa program kerja termasuk penyusunan undang-undang macet bahkan tidak terlaksana. Entah karena kekurangan dana atau satu dan lain hal, yang jelas karena program kerja tersebut sangat berat dilaksanakan. Sehingga dalam satu periode para dewan ini tidak menghasilkan apa-apa.
Atau, saking beratnya pekerjaan anggota DPR, sampai-sampai para dewan ini senewen dalam membuat perundang-undangan. Lha, gimana nggak senewen, wong rapat sambil tidur. Sampek nggak teko mikir. Mulai dari undang-undang yang menguntungkan masyarakat kelas atas, proses penyusunan yang mencederai demokrasi dan masih banyak lagi kesenewenan blio-blio ini.
Menampung suara rakyat butuh dana yang besar
Menurut kutipan dari laman Kementerian Keuangan, fungsi dari pemberian dana aspirasi adalah mendorong pemerataan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Sesuai namanya, maka dana aspirasi ini berguna saat para anggota DPR berkunjung mendengarkan keluh kesah rakyat, yang nantinya akan ditampung, ditampung, ditampung saja. Dilaksanakan kapan-kapan.
Seperti kata Daniel, tokoh dalam novel Laut Bercerita yang mengatakan bahwa DPR itu seperti septic tank, kerjaannya cuma nampung terus. Penyampaian kepada atasan kapan-kapan. Atau mungkin dalam proses penyampaian suara rakyat “membutuhkan” dana lagi, yang mungkin masih proses pengajuan ke Kementerian Keuangan? Wallahualam.
Supaya terhindar dari korupsi
Seperti kata Bupati Banjarnegara, cara untuk mencegah pejabat tidak korupsi adalah dengan pemberian gaji yang besar. Nah, kalimat ini mungkin yang menjadi dasar sekaligus upaya untuk mencegah para dewan yang terhormat ini terperangkap pada jeruji korupsi. Sungguh memalukan jika ada pejabat yang mencuri uang dari juragannya sendiri, makanya upah mereka dilebihkan sedikit daripada nanti malah mencuri.
Pengeluaran DPR lebih besar daripada pendapatan
Coba kita lihat para anggota DPR, jangan yang di Senayan, cukup di dekat tempat tinggal kita. Kehidupan mereka jauh dari kata sederhana. Pergi ke salon, pijat refleksi, dan melakukan hal berguna atas nama rakyat kerap dilakukan. Bahkan mereka juga bikin kampanye patuhi prokes dengan baliho yang super besar sampai bikin sinar matahari insecure menyentuh kulit kita, itu bukti bahwa mereka tidak rela kalau rakyat terkena sengatan cahaya matahari, lho.
Apalagi kalau kita menilik pada pengeluaran dana kampanye, TAKBIR!!!
Jadi, buat para netizen yang minta gaji anggota DPR disamakan dengan UMR, lebih baik pending dulu. Pekerjaan mereka berat, Ngab. Besaran gaji yang diterima anggota DPR sesuai dengan apa yang mereka laksanakan sampai saat ini: tengkrak-tengkruk mikirin rakyat, rapat sambil tidur sebab kelelahan mikirin rakyat, membuat undang-undang tak pernah kelar lantaran mikirin rakyat.