Tahun 2019 ini banyak sekali film-film bagus yang sedang hits di berbagai bioskop salah satunya adalah film horor. Pecinta film horor (termasuk saya) pasti semangat sekali ketika film horor yang ditunggu-tunggu sudah rilis dan ditayangkan di berbagai bioskop Indonesia—salah satunya adalah Midsommar pastinya. Saya pun begitu. Saya mendadak sangat excited kalau film-film horor yang saya tunggu-tunggu sudah mulai bertebaran di bioskop Indonesia. Apalagi bioskop di Jatinangor ini.
Waktu itu saya sedang menunggu film horor IT Chapter 2. Setelah sebelumnya saya menonton IT Chapter 1 saya penasaran dengan kelanjutan filmnya yang ternyata semakin menarik dan menegangkan sekaligus menyedihkan karena para tokoh yang beranjak dewasa akhirnya bisa bertemu lagi dan berencana untuk menghancurkan si badut Pennywise. Beberapa tokoh yang diceritakan meninggal di film ini, membuat adegannya jadi cukup melow dan menyedihkan.
Nggak berhenti di IT Chapter 2, saya lanjut menonton Parasite. Parasite ini menurut saya bukan film horor. Ya, memang bukan sih. Mungkin bisa dibilang lebih ke misteri pembunuhan gitu kali ya. Inti ceritanya sih ngasih tahu penikmat film, kalau apapun bisa dilakukan demi mendapatkan uang. Parasite memberi makna begitu sejauh yang saya tonton. Kecurangan, kebohongan, dan pembunuhan mendominasi film ini.
Well, pembahasan tadi itu adalah bridging saya menuju pembahasan yang benar-benar akan saya bahas sekarang. Midsommar. Katanya sih itu plesetan dari Midsummer. Jadinya Midsommar deh. Kata Midsommar terngiang-ngiang di kepala saya sudah hampir beberapa minggu belakangan ini. Entah kenapa saya selalu tidak asing dengan judul film satu itu. Teman-teman saya dengan santainya selalu spoiler film itu. Saya akui, saya memang agak terlambat mengetahui bahkan menonton Midsommar. Efek sibuk menugas ini mah saya.
Singkat cerita, beberapa teman yang sudah menonton Midsommar, dengan semangat menggebu-gebu berdiskusi tentang apa-apa saja adegan yang telah mereka tonton di film itu. Nggak tanggung-tanggung mereka bercerita sedetail itu per scenenya. Buset. Saya yang sedang mengerjakan tugas saat itu, mau nggak mau jadi ikutan nyimak juga apa yang mereka bicarakan.
Saya sebagai orang yang suka sekali menonton film horor tapi kalau lagi sendirian suka parno, memutuskan untuk mendownload si Midsommar ini. Dasar aku yang memang keras kepala, tetap mengunduh Midsommar meskipun beberapa teman tidak menyarankan saya untuk menonton film itu. Jijik dan nggak jelas katanya. Saya tidak akan pernah tahu sejijik dan senggak jelas apa film itu kalau belum nonton langsung. Pikir saya. Jadilah saya berkutat dengan wifi yang mati-nyala-mati lagi-nyala lagi begitu seterusnya demi mendapatkan Midsommar yang entah seperti apa jijik dan nggak jelasnya kata teman saya.
Akhirnya saya nonton Midsommar dengan tidak berekspektasi akan seseram apa film itu nantinya. Justru saya terngiang-ngiang kejijikan yang dikatakan teman saya waktu nonton itu. Jujur aja, soalnya cover filmnya nggak ada serem-seremnya macam IT atau Annabelle Comes Home yang udah pasti ceritanya tentang hantu-hantuan yang penuh jumpscare. Bukan cuman wahana roller coaster di Dufan sana aja kan yang memacu adrenalin, kamu film-film horor juga.
Oke, balik lagi ke Midsommar. Sebelum itu nyalakan dulu spoiler alert kalian ya. Awalnya saya biasa saja waktu melihat adegan saat orang tua dan adik si pemeran utama perempuan, Dani (Florence Pugh) meninggal dunia. Awal cerita nggak dijelaskan memang kenapa keluarganya meninggal dunia. Jadilah si Dani ini berkabung. Oh ya! Doi punya pacar namnaya Christian (Jack Reynor). Dani ini diceritakan memiliki semacam mental health issue.
Singkat cerita, Christian ini memiliki tiga orang teman laki-laki yang (sepertinya) tidak begitu menyukai Dani, karena Dani dirasa selalu membutuhkan perhatian Christian. Mereka merencanakan sebuah perjalanan festival musim panas ke sebuah tempat di Swedia. Rencana awal dimulai oleh salah satu teman Christian bernama Pelle (Vilhelm Blomgren). Jadi, si Pelle ini ternyata adalah penduduk asli dari sebuah komunitas ‘aneh’ di sana.
Musim panas seharusnya bisa menjadi musim yang cocok untuk menghabiskan liburan dengan tenang dan damai. Tapi, di film ini justru diceritakan dengan sangat sangat bertolak belakang. Saya awalnya terkagum dengan festival komunitas ‘aneh’ tadi. Mulai dari pemandangan Swedia yang menakjubkan hingga penduduknya yang (sepertinya) terlihat sangat normal dengan balutan kostum festival yang menarik karena terdapat bunga-bunga yang sangat segar.
Awalnya mereka (Dani dkk) terlihat biasa saja sampai akhirnya mereka meminum dan memakan sesuatu yang menimbulkan halusinasi pada diri mereka. Sudah mulai terlihat keanehan sih di sini. Keanehan lain saat terdapat berbagai simbol tak biasa dan lukisan-lukisan yang menurut saya sangat vulgar di dinding-dinding kamar tempat mereka menginap. Ini memang film untuk usia dua puluh tahun ke atas ya. Awas!
Nggak kalah jijiknya, Midsommar memuat adanya adegan mengonsumasi rambut kemaluan dan meminum darah haid. Bisa dibayangkan betapa menjijikkan dan yang pasti bikin perut mual. Saya masih bisa tahan dan lanjut nonton filmnya karena penasaran yang melanda.
Nah! Di sinilah akhirnya terlihat letak kejijikan dan keenggak jelasan yang teman saya katakan itu. Pada sebuah upacara yang entah apa nama upacaranya terlihat dua orang lansia, pria dan wanita yang mengorbankan diri. Mengorbankan dirinya bukan dengan pisau atau cara mati elegan lainnya. Tapi eh tapi, mereka terjun dari tebing yang sangat tinggi dan bagian ini yang paling saya nggak suka.
Bikin mau muntah. Diperlihatkan wajah dan tubuh mereka yang hancur sehancur-hancurnya dengan jarak sedekat itu. Karena ketika si kakek terjun tapi belum meninggal hanya kakinya saja yang sudah hancur, majulah satu orang yang entah siapa memukul wajahnya dengan palu besar sampai benar-benar hancur. Duh, sumpah jijik banget. Bayangkan saja wajah yang hancur dengan daging dan darah yang berserakkan kemana-mana. Fix buat kamu yang berhati lemah jangan nonton.
Nggak berhenti sampai di situ, ada adegan di mana pacar Dani, Christian melalukan hubungan intim dengan salah satu gadis dari desa setempat. Saya sebenarnya nggak ngerti deh kenapa tiba-tiba mereka bisa jadi seperti itu. Tapi, demi Neptunus ini scene nggak banget buat ditonton. Terlalu vulgar dan eksplisit banget! Karena penuh dengan nudity (ketelanjangan).
Adegan-adegan di Midsommar seperti menguliti tubuh, membakar orang hidup-hidup, dan memakai topeng dari kulit wajah seseorang, membuat saya sudah mulai tidak ingin barang secuil pun mengetahui kelanjutan cerita Midsommar lagi. Nggak deh. Jujur, saya nggak nonton sampai habis karena udah nggak kuat dengan adegan-adegan sadis dan vulgar dari Midsommar. Buat kamu yang penasaran sama Midsommar, nontonlah. Tapi saya sih menyesal, nggak mau lagi. (*)
BACA JUGA Panduan Mengikuti Festival Midsommar: Spoiler Alert! atau tulisan Ayu Octavi Anjani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.