Sudah 2 tahun lamanya saya merantau di Surabaya. Awalnya hanya ingin kuliah saja. Ya cuma kuliah, membaca, dan diam di kamar. Namun, setelah melihat-lihat Kota Surabaya lewat Instagram Story, ternyata kota ini indah juga.
Suatu sore saya keluar dari rumah. Saya jalan melewati depan Royal Plaza Surabaya. Jalanan di sana cukup luas, jadi terasa lengang. Namun, setelah sampai di lampu merah dekat Rumah Sakit Islam Surabaya, kepadatan mulai terlihat. Motor, mobil, dan bus tayo memenuhi jalanan tersebut. Yang paling bikin saya kaget ketika berada setelah Jembatan Merah kawasan Terminal Joyoboyo, macetnya minta ampun.
Banyak yang menjadi penyebab kemacetan di Surabaya. Salah satunya adalah jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan. Inrix, perusahaan analisis data dari Amerika, menempatkan Surabaya di posisi pertama sebagai kota termacet di Indonesia pada 2021.
Yah, untuk kota besar, kayaknya kemacetan itu hal yang lumrah. Namun, ada beberapa hal unik yang saya temukan dari fenomena ini.
Pengelolaan traffic light yang layak diapresiasi
Jujur, saya sangat salut dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Saya sudah cukup banyak mengunjungi kota atau kabupaten di Pulau Jawa. Untuk soal pengelolaan traffic light, Surabaya layak mendapatkan apresiasi.
Misalnya ketika saya jalan dari Stasiun Pasar Turi menuju kampus UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Saya bisa mendapati traffic light hijau semua sampai tujuan. Sekitar 5 traffic light, saya lolos. Jarak antara stasiun dan UINSA adalah 11 km, yang biasanya ditempuh kalau macet 30 menitan, bisa saya tempuh dalam 15-20 menit dengan kecepatan 40-an km/jam.
Setelah dipikir-pikir, meski Surabaya kota termacet se-Indonesia pada 2021, ada langkah preventif agar macet itu tidak membendung arus jalan. Saya tidak tahu secara pasti perhitungan yang dilakukan oleh Pemkot terkait “sekali hijau, lampu selanjutnya juga hijau”. Entah mereka menggunakan perkiraan timer pengendara dari traffic light satu ke traffic light yang lainnya, ataupun yang lainnya. Saya belum sempat tanya mengenai itu.
Polantas Surabaya yang kerjanya sangat terlihat dan terasa
Ada saja polantas yang cuma memantau lalu-lintas dari pos polisi di pinggir jalan. Tapi itu di kota lain yang pernah saya temukan.
Namub, di Surabaya, saya menemukan polantas yang tidak hanya menilang pelanggaran lalu-lintas atau kerja saat razia saja. Mereka turut berpartisipasi menertibkan lalu-lintas, misalnya membantu memandu jalanan yang macet. Di sekitar Terminal Joyoboyo, saya sering menemukan polantas yang memandu pengendara putar-balik, lumayan untuk mengurangi kemacetan dan rebutan jalan.
Di sisi lain, pernah suatu ketika teman saya nekat melawan arus. Polantas datang dengan cepat dan sigap untuk mencegat teman saya kemudian meminta SIM dan STNK. Teman saya kena tilang dan diminta mengambil SIM lewat pengadilan di Pengadilan Negeri Surabaya. Insyaallah tidak ada pungli kalau langsung ke pengadilan negeri.
Baca halaman selanjutnya: jalan rusak langsung diperbaiki!