Ernest Prakasa, Party Pooper Keberhasilan Gelaran Formula E di Jakarta

Ernest Prakasa, Party Pooper Keberhasilan Gelaran Formula E di Jakarta (Unsplash.com)

Ernest Prakasa, Party Pooper Keberhasilan Gelaran Formula E di Jakarta (Unsplash.com)

Penggemar olahraga otomotif di Indonesia sedang larut dalam euforia. Bagaimana tidak. Jumlah penggemar olahraga adu cepat kendaraan tersebut berkembang pesat. Sayangnya, ada yang merusak kegembiraan seperti yang dilakukan Ernest Prakasa.

Akun-akun yang aktif memberikan edukasi dunia balapan juga kecipratan berkahnya dalam bentuk engagement yang menanjak. Puncak dari euforia tersebut adalah suksesnya Indonesia menyelenggarakan dua acara balapan bergengsi bertaraf internasional, MotoGP dan Formula E. Sesuatu yang baru sekali dirasakan oleh generasi muda seperti saya.

Namun, bagaikan sebuah pesta tempat orang-orang berdansa dan bergembira, akan selalu ada kemungkinan munculnya party pooper yang merusak suasana acara. Ketika para tamu pesta sedang tertawa ria, si perusak suasana ini malah sibuk membahas tentang ketidaksukaannya terhadap sesuatu yang sama sekali tidak ada korelasinya dengan tema pesta. 

Party pooper dalam konteks berhasilnya pagelaran MotoGP dan Formula E di Indonesia adalah mereka yang justru membahas hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan olahraga, yaitu politik.

Baru-baru ini, pelawak sekaligus sutradara terkemuka, Ernest Prakasa, menyematkan watak party pooper untuk seorang tokoh yang tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya sendiri. Melalui cuitannya di Twitter, dia berujar “Wajar lah brand nggak mau keluar duit. Jangan samain ama Moto GP yang memang event bergengsi, Formula E siapa yang ngikutin coba selain panitia.” 

Cuitan bernada meremehkan tersebut diakhiri dengan sebuah emoji muntah berwarna hijau. Entah apakah Ernest Prakasa beneran muntah atau tidak, tapi semoga tidak.

Ada dua hal yang perlu dikoreksi dari cuitan Ernest Prakasa. 

Pertama, penulisan yang benar adalah “MotoGP” bukan “Moto GP”, tidak perlu ada spasi di antara kata “Moto” dan “GP”. Kedua, Formula E musim 2022 tidak diikuti oleh panitia. 

Tercatat ada 11 tim dari tujuh negara berbeda dengan masing-masing tim memiliki dua orang pembalap. Justru, saya ingin balik bertanya kepada Ernest Prakasa yang pastinya sangat paham dunia motorsports. Siapa sih panitia yang dimaksud? Bukannya promotor Formula E adalah Formula E Holdings (FEH)? Tim mana yang dimaksud sebagai panitia? Soalnya nggak mungkin seorang tokoh publik terkenal seperti Ernest Prakasa bicara asal-asalan.

Tidak cukup sampai di situ, cuitan Ernest Prakasa dilanjutkan dengan permintaan maaf sambil menuduh para penikmat hiburan Formula E sebagai pendukung salah satu capres. Dalam hal ini, Anies Baswedan

Mungkin dalam logika Ernest Prakasa, orang yang suka dengan MotoGP adalah pendukung Pak Jokowi sedangkan yang gemar dengan Formula E adalah pendukung Pak Anies. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang suka keduanya? Apakah mereka menjadi pencinta Pak Jokowi dan Pak Anies sekaligus? Wah, kasian juga yang suka sepak bola karena harus dicap sebagai pendukung Pak Iwan Bule.

Politisasi acara olahraga memang sangat memuakkan bagi sebagian orang yang sudah kadung menggemari olahraga terkait. Pada dasarnya, manusia hanya akan membahas hal yang dimengerti olehnya. 

Oleh karena itu, ketika Pak Jokowi bertemu dengan Elon Musk, yang menjadi pusat perhatian justru pakaian yang dikenakan. Hal yang sama berlaku dalam konteks MotoGP dan Formula E. 

Bagi mereka yang tidak paham soal dunia balapan, termasuk mereka yang tidak mau mengerti, dan hanya mengerti soal copras capres, ajang balapan internasional yang seharusnya menjadi simbol kebangkitan Indonesia setelah dihantam pagebluk berubah menjadi arena gagah-gagahan politisi idola masing-masing.

Semakin parah bila politisasi acara olahraga dipadukan dengan membandingkan serta merendahkan olahraga lain hanya karena popularitas seperti yang dilakukan Ernest Prakasa. Padahal, satu emas di cabor sepak bola bernilai setara dengan satu emas di cabor pencak silat, misalnya.

Seluruh atlet profesional pasti memiliki kisah perjuangannya masing-masing yang tidak pantas untuk dipandang sebelah mata. Sadar diri, hey, negaramu itu lumbung medalinya di Olimpiade dari cabor angkat besi. Jadi, plis, jangan merendahkan cabor lain hanya karena masalah popularitas semata.

Pada akhirnya, saya selaku rakyat Indonesia turut berbangga sekaligus mengucapkan terima kasih kepada mereka yang sudah berjuang di balik terselenggaranya acara MotoGP dan Formula E di Ibu Pertiwi, terlepas dari latar belakang politiknya. Karena olahraga seharusnya merekatkan, bukan memisahkan. Ya, kan, Ernest Prakasa?

Penulis: Muhammad Bagir Shadr

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 35 Istilah dalam MotoGP yang Sering Digunakan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

 

Exit mobile version