Cerita di Balik Alun-Alun Merdeka dan Alun-Alun Tugu, Tempat Ikonik Kota Malang yang Melenceng dari Pakem Jawa

Cerita di Balik Alun-Alun Merdeka dan Alun-Alun Tugu, Dua Tempat Ikonik Kota Malang yang Melenceng dari Pakem Jawa Mojok.co

Cerita di Balik Alun-Alun Merdeka dan Alun-Alun Tugu, Dua Tempat Ikonik Kota Malang yang Melenceng dari Pakem Jawa (unsplash.com)

Tidak seperti daerah kebanyakan, alun-alun Kota Malang ada dua, dan dua-duanya melenceng dari pakem.

Alun-alun menjadi bagian tak terpisahkan dari kota-kota di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Tanah lapang di pusat kota ini tak hanya berfungsi sebagai wahana rekreasi masyarakat. Di masa lampau, alun-alun juga dipakai untuk menjalankan berbagai fungsi sosial lainnya dan berperan penting untuk menggelar ritual keagamaan.

Kalau kalian pernah berkunjung ke Kota Malang pasti sudah tidak asing lagi dengan kedua alun-alunnya, Alun-alun Tugu dan Alun-alun Merdeka. Keduanya sama-sama menjadi ikon Kota Malang. Ya, Kota Malang memang unik karena memiliki dua alun-alun sekaligus. Masing-masing memiliki kisahnya sendiri yang menarik untuk disimak.

Alun-Alun Merdeka, simbol hegemoni kaum pribumi di masa lampau

Kalau ditanya, mana yang lebih dahulu antara Alun-Alun Merdeka dan Alun-alun Malang? Jawabannya jelas Alun-Alun Merdeka yang terletak di Jalan Merdeka. Tempat ikonik ini bahkan sudah ada jauh sebelum kehadiran Kota Malang itu sendiri. Fungsinya tidak berbeda dengan alun-alun pada umumnya, sebagai ruang publik. Di sekelilingnya juga terdapat kantor-kantor pemerintah yang penting. Tidak ketinggalan keberadaan tempat ibadah dan kawasan ekonomi yang tumbuh pesat di sekitarnya.

Sejak direvitalisasi pada 2014 lalu, wajah Alun-alun Merdeka semakin cantik dan tertata rapi. Vegetasi ditata apik, membuat suasana semakin teduh. Bahkan, tempat ini sudah dilengkapi playground. Tidak heran kalau tempat ini jadi destinasi rekreasi tengah kota yang menyenangkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, siapa sangka, pernah terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok pada Alun-alun Merdeka zaman dulu.

Di sisi utara alun-alun ada Societeit Concordia (saat ini ditempati Mall Sarinah), tempat nongkrong favorit warga Eropa. Ada juga tempat nonton di Rex Bioscoop (saat ini ditempati Bank CIMB). Sementara warga pribumi harus berpuas diri dengan makan angin di alun-alun. Ramainya alun-alun menjadi peluang bisnis bagi masyarakat. Banyak PKL kemudian mangkal di sana. Para pedagang ini sangat susah ditertibkan hingga membuat pemerintah kolonial pada saat itu angkat tangan.

Ketika Kota Malang resmi menyandang status gementee, pemerintah kolonial memutuskan hengkang dari Alun-alun Merdeka. Membuat alun-alun kedua yang gayanya lebih Eropa di depan gedung balaikota baru. Pada akhirnya Alun-alun Merdeka berhasil dimenangkan sepenuhnya oleh kaum bumiputera. Menjadi ruang publik yang lebih bebas dari campur tangan warga Eropa.

Alun-Alun Tugu, dari perkantoran elit Belanda hingga monumen kemerdekaan

Alun-alun Tugu dikenal juga dengan Alun-alun Bunder karena bentuknya yang melingkar. Nama perdananya adalah JP Coen Plein. Awalnya, alun-alun hanyalah tanah lapang kosongan, tanpa tugu, air mancur, dan taman bunga indah. Pokoknya jauh dari yang kita kenal sekarang. Bisa dibilang, lahan ini sekadar melengkapi kantor walikota baru dan tempat mengumpulkan massa apabila perlu.

Alun-alun ini kemduian  dibuat demi menciptakan suasana yang lebih eksklusif dan tertata rapi. Sebagai simbol kekuasaan Belanda. Melepaskan dari segala aktivitas pribumi yang sulit ditertibkan.

Pasca pengumuman Proklamasi Kemerdekaan, dibangunlah monumen tugu untuk menandai babak penting bagi sejarah Bangsa Indonesia. Bentuknya yang mewakili bambu runcing diharapkan menjadi pengingat akan gigihnya perjuangan menuju bangsa yang merdeka. Sayangnya pembangunan tugu di Alun-Alun Bunder tidaklah mulus. Monumen tersebut pernah menjadi sasaran penghancuran tentara Belanda saat Agresi Militer.

Setelah melalui pembangunan yang berliku, akhirnya tugu Alun-Alun Bunder selesai di 1953. Diresmikan langsung oleh Presiden Soekarno. Gagah menjulang menjadi ikon Kota Malang hingga kini.

Uniknya, kedua alun-alun di Kota Malang itu tidak ada yang benar-benar sesuai dengan pakem alun-alun tradisional Jawa. Jika menilik tata ruang alun-alun di Jawa, kebanyakan akan membuat pola yang khas. Gedung pemerintahan atau rumah dinas penguasa ada di sisi utara maupun selatan alun-alun. Rumah ibadah di barat. Dan Gedung peradilan dan penjara di sisi timur.

Orientasi kantor penguasa setempat dengan alun-alun umumnya searah utara-selatan di Jawa. Biasanya, tata ruang itu menciptakan kelurusan imajiner dengan fitur geografi yang khas, seperti gunung maupun laut. Intinya, biasanya ada banyak makna filosofid di balik alun-alun. 

Alun-Alun Kota Malang yang melenceng dari pakem

Sekeliling Alun-alun Merdeka di masa itu memang dipenuhi oleh bangunan vital pemerintah khas alun-alun Jawa, hanya saja, tata letaknya yang berbeda. Alih-alih di utara atau selatan, pendopo kabupaten justru berada di sisi timur menghadap ke selatan. Sisi selatan justru ditempati kantor asisten residen (saat ini jadi kantor pos). Barangkali untuk menunjukkan posisi pemerintah kolonial yang lebih superior.

Di sisi barat Alun-Alun Merdeka masih kokoh berdiri rumah ibadah hingga kini. Ada Masjid Jami’ dan gereja GPIB Immanuel. Sedangkan penjaranya ada sisi timur. Kalau kalian bingung sebelah mana penjaranya, memang wajar sih. Sebab, lahan yang dulunya menjadi penjara wanita telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan Ramayana.

Tidak jauh berbeda dengan Alun-alun Tugu yang sama tidak sesuainya dengan pakem alun-alun tradisional. Dilihat dari bentuknya saja melingkar, tidak lumrah bagi lahan alun-alun yang umumnya berbentuk persegi. Alun-alun Tugu juga tidak dikelilingi oleh rumah ibadah dan pusat perekonomian secara langsung.

Hanya saja, memang ada kantor balaikota dan kompleks militer di sekitarnya. Alun-alun Tugu juga menempati lokasi strategis yang indah. Memiliki latar belakang Gunung Arjuno di utara, Gunung Kawi di barat, dan Gunung Semeru di timur. Fitur-fitur geografis itu memberikan pemandangan yang rupawan di pintu gerbang Kota Malang. 

Selain punya penampilan yang menarik, alun-alun Kota Malang ternyata memiliki kisah yang panjang. Jangan lupa mengunjunginya saat kalian berkunjung ke Kota Malang. bisa menjadi opsi wisata murah lho. Sebab masuknya gratis, tapi suasananya nyaman abis.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA 6 Jalan Bedebah di Malang yang Sebaiknya Dihindari Pengendara Pemula

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version