Flores dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia seperti Kopi Bajawa dan Manggarai. Seiring berjalannya waktu semenjak tulisan saya tentang warung kopi di Flores terbit, keberadaan warung kopi di sini semakin menjamur. Para pencinta senja di sini pasti sangat senang dengan kehadiran kedai-kedai kopi baru. Sebagai orang Flores tulen sekaligus pencinta kopi, saya pun senang dengan beragamnya warkop di sini.
Salah seorang penulis Terminal Mojok, Bung Abd. Muhaimin pernah menulis tentang dosa warung kopi yang nggak disadari pemiliknya. Di Flores, juga ada beberapa warung yang melakukan dosa dan tak jarang bikin pelanggan kecewa. Namun perlu diketahui nggak semua warung kopi di Flores melakukan dosa-dosa ini, hanya sebagian. Takutnya, gara-gara dosa ini perkembangan warung kopi di Flores bisa terhambat dan malah bikin sepi pelanggan. Apa saja dosa-dosanya?
Daftar Isi
#1 Jam operasional labil
Jam operasional yang nggak menentu jadi dosa pertama yang kerap dilakukan warung kopi di Flores. Misalnya, hari ini warkopnya buka, terus besok tutup, eh baru buka seminggu kemudian. Kan agak ngeselin ya buat saya sebagai pelanggan yang nggak tahu. Saya sudah sampai di depan parkiran, eh tahu-tahu warkopnya tutup hari ini.
Apa pun alasan jam operasional ini nggak menentu, kalau hal ini tetap berlanjut bukan nggak mungkin warkop akan kesulitan mendapatkan pelanggan. Ya gimana mau dapat pelanggan kalau jam operasionalnya saja masih labil.
#2 Kurang komunikatif
Jangan bayangkan warung kopi di Flores itu baristanya kayak Mas Ben dalam film Filosofi Kopi atau Mas Pepeng Klinik Kopi yang sering berinteraksi dengan pelanggan yang datang. Mereka memang menjelaskan jenis kopi yang diseduh pada pelanggan, hingga asal kopi dan filosofinya. Barista di Flores nggak seperti itu, Brooo. Kamu datang, pesan kopi, cari tempat kosong, udah.
Sejujurnya sebagai pelanggan sekaligus pencinta kopi, kan saya juga pengin tahu jenis kopi yang diseduh. Atau paling nggak dikasih tahu lah kopinya berasal dari mana. Sekadar saran nih buat pemilik warkop di Flores, paling nggak barista kalian harus mengasah skill komunikasinya biar pelanggan tertarik untuk datang lagi ke warkop kalian.
#3 Harga nggak masuk akal
Flores memang terkenal sebagai daerah penghasil kopi, akan tetapi harga kopi di kedai-kedainya menurut saya justru nggak masuk akal. Berdasarkan pengalaman saya, saya nggak pernah menemukan secangkir kopi tubruk yang dibanderol seharga Rp5.000, rata-rata dimulai dari harga Rp15.000. Hal ini berbeda dari warkop di Surabaya atau Jogja yang harga secangkir kopi tubruknya masih bisa didapat dengan uang Rp5.000.
Itu baru secangkir kopi tubruk, lho, yang bisa dikatakan sebagai olahan kopi paling sederhana. Gimana harga olahan kopi lainnya yang udah bermacam-macam? Nggak kebayang, kan? Ya setidaknya pemilik warung kopi di Flores mikir lah kalau mau kasih harga diperhitungkan juga dengan UMR di Flores yang seadanya itu.
Berdasarkan pengalaman saya mengunjungi warung-warung kopi di Flores, saya sama sekali nggak menemukan menu signature dari kedai di sini. Berbeda dengan kedai kopi di Jawa (Surabaya dan Jogja misalnya) yang masing-masing memiliki menu signature.
Mungkin hal ini kelihatannya sepele, tapi menu signature bisa jadi ciri khas yang melekat pada suatu warkop, lho. Lagi pula kalau menu signature sudah bertemu dengan lidah yang pas, penikmatnya pasti bakalan balik lagi. Jadi, buat para pemilik warkop di Flores, mulailah berpikir untuk menciptakan menu signature yang bisa menarik minat pencinta kopi.
Nah, itulah beberapa dosa yang dilakukan beberapa warung kopi di Flores yang berpotensi bikin sepi pelanggan dan menghambat perkembangan warkop itu sendiri. Sebagai daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia, sudah selayaknya warkop di sini terus eksis dan menyajikan cita rasa yang khas. Salam satu cangkir, sruput!
Penulis: Alexandros Ngala Solo Wea
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Menerka Alasan Warung Kopi di Flores Sering Sepi Pengunjung.