Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Dilema Pagar Alun-alun Jogja: Takhta untuk Rakyat atau Halaman Rumah Sultan?

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
5 Juli 2021
A A
Dilema Pagar Alun-alun Jogja: Takhta untuk Rakyat atau Halaman Rumah Sultan? terminal mojok.co

Dilema Pagar Alun-alun Jogja: Takhta untuk Rakyat atau Halaman Rumah Sultan? terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Lagi-lagi, pagar pacak suji alun-alun utara Jogja jadi pembicaraan. Dari pertanyaan mengapa pagar ini dibangun saat pandemi, ketidaksesuaian dengan sejarah, sampai penyebab rumput tumbuh tidak terawat dan harus terbakar. Tapi hebat lho, pagar besi yang hanya seharga 2 miliar rupiah ini membuat geger lebih seru dari Tembok Maria.

Bicara alun-alun utara, memori saya dan warga lokal lain pasti teringat masa lalu. Masa di mana alun-alun jadi ruang publik yang ingar bingar serta romantis. Dari tempat yang-yangan yang murah meriah, tempat olahraga sekolah sekitar, sampai sekaten. Aduh sekaten betapa rindu diri ini untuk ngawul alias thrifting cari jaket tentara impor dari Tiongkok.

Lha, tiba-tiba GKR Condrokirono muring-muring di Twitter. Ketika salah satu akun mempertanyakan urgensi pembangunan pagar ini, Gusti Condro muntab dalam twit balasan:

“Alun-alun itu pekarangan rmh bagi Raja, utuk di jaga agar tdk kumuh. Bagaimana kalau pekarangan rmh kalian dibuat kumuh oleh org lain ? Org2 skrg berbeda dgn org jaman dl yg tau cara menghargai org lain.”

Kosik-kosik. Ini, kok, saya menemukan keanehan, ya? Bukan, bukan tata bahasa dan penulisan yang memang khas Twitter. Hal yang saya pertanyakan adalah jawaban Gusti Condro yang terdengar aneh. Apalagi bicara fungsi pagar ini dibangun dan yang pasti fungsi alun-alun ini.

Saya ingat betul saat GKR Mangkubumi menjawab pertanyaan perihal pagar ini. Menurut blio, pagar ini dibangun untuk mengembalikan keaslian Kraton Jogja yang pernah dipagari serupa. Memang diperdebatkan karena posisi pagar yang sekarang berbeda. Intinya, kan, bukan untuk memagari halaman pribadi. Namun, semata-mata demi Jogja sebagai kota warisan budaya internasional.

Argumen itu saja sudah nganeh-anehi. Pasalnya, secara langsung menekankan bahwa alun-alun adalah pekarangan kraton yang selama ini dibuat kumuh oleh kita. Lha sebenarnya fungsi alun-alun sendiri itu apa, jal?

Banyak sejarawan menilik kehadiran alun-alun dari masa Majapahit. Alun-alun selalu menjadi simbol dekatnya raja dengan rakyat. Di alun-alun rakyat bisa beraktivitas bahkan sambat kepada raja. Tentu bukan berarti seenaknya. Kalau seenaknya, alun-alun sekarang pasti sudah dibangun hotel atau perumahan oleh warga.

Baca Juga:

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

Panembahan Senopati sendiri mengembalikan keberadaan alun-alun berikut beringin kurung yang membuat senewen Sultan Hadiwijaya. Dan peran alun-alun ala Majapahit pun kembali. Masyarakat bisa merasakan “berkah” kerajaan dengan menikmati halaman luas di depan kraton.

Bicara fungsi sambat tadi, ada budaya tapa pepe. Budaya ini tidak main-main, lho. Ketika rakyat ada yang butuh pertolongan raja, dari pajak mencekik sampai hak asasi, mereka berhak meminta pertolongan raja. Caranya adalah duduk bersila di tengah alun-alun dengan berbusana serba putih.

Lantaran akan terlihat mencolok, rakyat tadi akan dipanggil raja yang bertakhta di istana. Dan rakyat tadi dipersilakan menjelaskan alasan kenapa sampai harus berpanas-panasan di tengah alun-alun. Aspirasi ini akan diterima raja langsung dan raja akan mengambil keputusan dengan bijak.

Kalau sekarang? Mana bisa kita tapa pepe. Lha wong pagernya selalu digembok. Budaya adiluhung tapa pepe sirna hanya karena pagar dua miliar ini.

Saya juga teringat bagaimana Suwargi Sri Sultan HB IX bersabda. Takhta untuk rakyat! Takhta Sultan bukanlah demi kemuliaan kerajaan semata layaknya penjajah. Takhta dan kemuliaan kerajaan adalah demi kejayaan masyarakat berikut kerajaan. Buktinya, pembangunan masa Suwargi HB IX sangat fungsional, bahkan menghilangkan Benteng Baluwerti. Apakah karena tidak berbudaya? Saya pikir tidak, lha wong diizinkan Suwargi HB IX.

Lha bagaimana takhta untuk rakyat, kalau alun-alun saja sudah diculik dari rakyat. Bahkan diklaim sebagai pekarangan yang selama ini diinjak-injak dan dibuat kumuh. Padahal, halaman dalam rumah berikut bangunannya saja diinjak-injak wisatawan yang mengunjungi dan mengaggumi kraton. Masak buat rakyat Jogja sendiri malah pakai logika berbeda?

Namun, tidak ada yang membuat sebal selain logika pekarangan dengan realita pembangunan. Lantaran pembangunan pagar ini menggunakan dana keistimewaan alias danais. Anda kenal danais? Untuk daerah non istimewa seperti Jogja, ya maaf karena danais adalah dana kebudayaan dari Pemerintah Indonesia untuk Jogja.

Masalahnya, danais ini bersumber dari APBN. Alias dari uang rakyat yang urunan seperti jimpitan. Urunan berupa pajak ini kan agar kembali pada rakyat. Demi menjalankan fungsi pemerintahan yang lagi-lagi tujuannya untuk rakyat.

Lha mbangunnya saja pakai danais, kok terkesan untuk membangun pekarangan pribadi? Opo tumon anggaran budaya yang bisa menghidupkan berbagai giat budaya malah dipakai untuk membangun pagar pribadi. Ini saya hanya mengaitkan dengan argumen Gusti Condro, lho. Ngapunten, nggih.

Jadi, apakah benar alun-alun itu hak pribadi raja? Atau lahir karena kecintaan yang sinergis antara rakyat dan raja?

BACA JUGA Pentingnya Kerja Cerdas dan Work-Life Harmony agar Ngarso Dalem Nggak Kerja 24/7 dan tulisan Prabu Yudianto lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 5 Juli 2021 oleh

Tags: GKR CondrokironoJogjapagar alun-alunPojok Tubir Terminal
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

5 Hal yang Jangan Dilakukan ketika Anda Berada di Lampu Merah Condongcatur

5 Hal yang Jangan Dilakukan ketika Anda Berada di Lampu Merah Condongcatur

31 Maret 2024
Terima Kasih Pemerintah Telah Melahirkan Konspirator seperti JRX terminal mojok.co

Terima Kasih Pemerintah Telah Melahirkan Konspirator seperti JRX

14 Juli 2021
Pasar Klithikan Pakuncen Jogja Sepi seperti Menunggu Mati (Unsplash)

Merindukan Pasar Klithikan Pakuncen Jogja, Surga Barang Bekas yang Kini Sepi seperti Menunggu Mati

19 April 2025
Adakah Dana Istimewa untuk Sampah yang Tidak Istimewa? TPST Piyungan, ASEAN Tourism Forum, Jogja krisis sampah di jogja bantargebang

TPST Piyungan, Tempat Terbaik untuk Membuka ASEAN Tourism Forum 2023

13 Januari 2023
Mencermati Logo HUT RI ke-76 yang Terkesan Maksa terminal mojok

Mencermati Logo HUT RI ke-76 yang Terkesan Maksa

6 Agustus 2021
Saya Justru Menyesal Tidak Jadi Kuliah di Jogja pariwisata jogja caleg jogja

Surat Terbuka untuk Caleg Jogja: Berani Nggak Bahas Isu UMR, Pertanahan, dan Sampah?

29 Juli 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.