4 Dialek Khas Bojonegoro yang Membuatnya Beda dari Daerah Lain, Jangan Sampai Salah Paham

4 Dialek Khas Bojonegoro yang Membuatnya Beda dari Daerah Lain, Jangan Sampai Gagal Paham

4 Dialek Khas Bojonegoro yang Membuatnya Beda dari Daerah Lain, Jangan Sampai Gagal Paham (unsplash.com)

Meski sama-sama berbahasa Jawa, dialek khas Bojonegoro beda dengan daerah lainnya di Pulau Jawa.

Sebagaimana jamak diketahui, Indonesia merupakan negara yang kaya. Dan salah dari satu wujud kekayaan tersebut terkait aspek kemampuan berbahasa para penduduknya. Sebab dari beberapa daerah yang saya pernah kunjungi, khususnya di wilayah Jawa, meski kebanyakan orang sama-sama menuturkan bahasa Jawa, faktanya setiap daerah tetap memiliki perbedaan.

Saya pernah tinggal di Pati selama 4 tahun, dan dari situ saya mengerti bahwa Kota Bumi Mina Tani tersebut ternyata memiliki beberapa dialek yang khas yang belum tentu dipahami orang Jawa dari daerah lain. Tentu saja hal ini benar-benar membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang multibahasa. Bahkan kalau boleh mengatakan, antara Demak dan Semarang yang jelas-jelas bertetanggaan saja ternyata juga ada perbedaan bahasa. Apa lagi dengan daerah lainnya?

Maka saya sangat tertarik tatkala melihat seseorang memiliki logat khas saat berbicara. Dari sekian banyak orang yang saya jumpai, ada satu teman saya yang asli Bojonegoro. Saya pernah ngobrol banyak dengannya dan bahkan sempat bertanya-tanya juga. Menurutnya, setidaknya ada 4 dialek khas Bojonegoro yang membuatnya berbeda dari bahasa Jawa di daerah lain. Ulasannya sebagaimana di bawah ini.

#1 Imbuhan “-em” untuk kepemilikan

Untuk menyatakan kepemilikan berdasarkan kata ganti orang kedua tunggal, orang Bojonegoro lazimnya menggunakan imbuhan “-em” daripada “-mu”. Misalnya kalau mau mengatakan “bukumu”, maka menjadi “bukuem”, “kakekmu” menjadi “mbahem”, “pensilmu” menjadi “pensilem”, dsb. Dan pelafalan “-em” di situ seakan menggunakan ‘e’ pepet seperti kata enam, emas, lekas, dll.

Namun perlu diingat, ternyata penggunaan imbuhan “-em” tersebut nggak hanya ada di Bojonegoro, di daerah Jawa Tengah bagian timur seperti Pati, Rembang, dan sekitarnya yang juga menggunakan “em”. Alhasil seseorang dialek ini ketika ngomong tidak bisa langsung dijustifikasi sebagai orang Bojonegoro, namun terkait kemungkinan kalau ia adalah orang Bojonegoro, tentu ada. Ya, 50:50 lah, Gaes.

#2 Bahasa Jawa yang berakhiran “uh” menjadi “oh”

Saya masih ingat betul ketika teman saya ingin membeli terong sejumlah 10 ribu rupiah di tukang sayur. Dia bilang begini, “Terong sepuloh ewu, Mas”. Saat pertama kali mendengarnya, saya langsung ngeh bahwa ada pelafalan yang berbeda. Dan ternyata memang itu adalah dialek khas orang Bojonegoro.

Gradasi akhiran “uh” menjadi “oh” ini tentu juga berlaku pada kata yang lain seperti “nduwur” menjadi “nduwor”, “ngunduh” menjadi “ngundoh”, dsb.

#3 Bahasa Jawa yang berakhiran “ih” menjadi “eh”

Selain perubahan akhiran “uh” menjadi “oh”, dialek khas orang Bojonegoro lainnya adalah mengubah kata berakhiran “ih” dalam bahasa Jawa menjadi “eh”. Misalnya, kata “mulih” menjadi “muleh”, “gurih” menjadi “gureh”, “sugih” menjadi “sugeh”, dsb. Dan yang paling saya ingat dari teman saya adalah saat mengiris bawang merah. Alih-alih mengatakan “irisan brambang marai perih”, dia malah mengatakan “irisan brambang marai pereh”.

#4 Kosakata khas Bojonegoro yang perlu dipahami biar nggak salah paham

Supaya lebih akurat dalam mengidentifikasi orang Bojonegoro atau bukan, ternyata ada beberapa kosakata yang sampai saat ini dikatakan sebagai dialek khas Bojonegoro. Kalau menurut teman saya, salah satunya adalah kata “genyo”. Jika ingin mengungkapkan pertanyaan kenapa, orang-orang Bojonegoro pasti menuturkannya dengan kata tersebut. Misalnya “kenapa pulang?”, maka menjadi “genyo muleh?”, dsb.

Selain itu, kosakata lain khas bahasa Jonegoroan adalah “gablek” yang berarti “punya”, “njungok” yang berarti “duduk”, “jengker” yang berarti “berbicara”, “lesu” yang berarti “lapar”, “nayoh” yang berarti “mudah”, dsb. Nah, jika kalian mendengar kosakata-kosakata tersebut keluar dari mulut seseorang, maka langsung tembak saja dengan pertanyaan, “Kamu orang Bojonegoro, ya?” Sudah bisa dipastikan dia bakal menjawab ya.

Itulah 4 dialek khas Bojonegoro yang membuatnya berbeda dari daerah lain di Jawa. Ada semboyan yang bunyinya begini, “bahasa menunjukkan bangsa”, hal ini berarti bahwa selain sebagai alat untuk berdialog, bahasa adalah sebuah identitas. Jadi kita harus bangga dengan bahasa daerah kita masing-masing.

Penulis: Ahmad Nadlif
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Bahasa Jonegoroan Bikin Teman Kuliah Saya Gagal Paham.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version