Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Desa Bebas Polusi Itu Hoaks: Perkara Sampah, Desa dan Kota Sama-sama Pemula

Elisa Erni oleh Elisa Erni
15 Februari 2024
A A
Desa Bebas Polusi Itu Hoaks: Perkara Sampah, Desa dan Kota Sama-sama Pemula

Desa Bebas Polusi Itu Hoaks: Perkara Sampah, Desa dan Kota Sama-sama Pemula (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Banyak orang yang bilang bahwa tinggal di daerah pedesaan itu enak. Udaranya masih bersih, minim polusi, tidak bising, dan lingkungannya masih asri karena belum banyak terjamah oleh tangan-tangan manusia. Singkatnya, desa bebas polusi, tak memuakkan seperti kota.

Hal tersebut memang ada benarnya. Akan tetapi sebagai seorang yang telah menghabiskan seperempat abad tinggal di daerah daerah pedesaan, ingin mengklarifikasi bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Banyak hal-hal yang tidak diketahui oleh masyarakat non-pedesaan, bahwa di daerah pedesaan itu juga ada polusinya sendiri, yang mungkin tidak akan ditemukan di daerah perkotaan.

Desa bebas polusi pabrik, kendaraan motor, limbah, mungkin iya. Tapi kalau polusi dalam bentuk lain, desa jelas punya. Bahkan berlipat ganda. Setelah baca ini, saya yakin kalian akan segera menanggalkan predikat desa (itu pasti) bebas polusi.

Banyak masyarakat desa membuang sampah di area hutan

Saya tinggal di daerah Banyuwangi bagian selatan, dan daerah ini masih memiliki area hutan yang sangat luas. Sampai saat ini saya belum tahu mengapa banyak sekali orang-orang yang membuang sampah di hutan dan apa alasannya.

Tapi apa pun alasannya, hal ini sungguh tidak bisa dibenarkan. Hutan yang seharusnya jadi tempat yang indah dan asri kini malah banyak sampah menggunung. Jelas menganggu pemandangan mata, jelas mencemari udara. Yang lebih menyebalkan lagi, hal ini seperti tidak ada tindakan tegas dari pemerintah daerah. Buktinya sampai sekarang sampah-sampah tersebut semakin menggunung dan spot nya juga semakin bertambah.

Saya juga menyaksikan sendiri, bagaimana dengan sengaja, orang-orang menghentikan motornya kemudian “ujug-ujug” membuang satu kantung besar sampah ke daerah pinggiran hutan. Tanpa rasa bersalah apalagi takut. Seolah-olah hal itu sudah sangat wajar.

Padahal perihal membuang sampah adalah hal yang sangat dasar, dan diajarkan di sekolah semenjak kita duduk dibangku taman kanak-kanak. Akan tetapi, masalah ini seolah selalu dianggap remeh karena dampak yang ditimbulkan tidak langsung dialami oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan peran pemerintah yang cukup letoy menangani hal-hal seperti ini.

Alhasil, jadilah hutan yang seharusnya menjadi sumber udara bersih dan asri juga ikut-ikutan tercemar karena ulah manusianya sendiri. 

Baca Juga:

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Membuang hewan mati di jalan

Salah satu hal yang paling tidak masuk akal dan mejadi penyumbang pencemaran di daerah desa adalah tangan-tangan manusia yang hobi sekali membuang bangkai hewan di jalan, bahkan di jalan raya.

Kalian heran? Apalagi saya yang lihat langsung.

Saya tidak habis pikir, dan menerka-nerka apa alasan mereka membuang hewan-hewan yang telah mati tersebut di jalanan. Bayangkan saja, dulu saat saya masih sering melakukan jogging di pagi hari, banyak sekali bangkai hewan yang saya temui di jalan pedesaan. Mulai dari bangkai tikus, ayam, hingga ular pun pernah saya temui dengan kondisi yang telah membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap.

Jadilah jalan-jalan di pedesaan tak luput dari pencemaran bangkai-bangkai hewan yang telah membusuk. Jalanan yang harusnya bersih dan nyaman untuk dilalui pejalan kaki maupun pemotor, kini sering ditemukan bangkai-bangkai hewan yang membusuk dan sudah dipastikan menjadi penyumbang bau yang tidak sedap. Hal ini tentunya sangat menganggu kenyamanan para pengguna jalan di desa. Padahal, apa susahnya mengubur hewan yang sudah mati, alih-alih membuangnya di jalanan yang dilalui oleh banyak orang.

Desa bebas polusi? Hah, bebas bangkai dulu aja deh.

Membakar kotoran ternak, hal yang amat biasa di desa saya

Mayoritas penduduk di daerah pedesaan menggantungkan hidupnya pada pertanian dan peternakan. Jadi tidak heran, di daerah saya sendiri mayoritas penduduknya memiliki hewan ternak sapi ataupun kambing. Selain karena pemeliharaannya cukup mudah, banyaknya area persawahan memudahkan peternak untuk mencari rumput sebagai pakan.

Akan tetapi, salah satu hal yang menjadi permasalahan hingga kini. Yaitu, pengelolaan dari limbah kotoran ternak itu sendiri.

Minimnya pengetahuan akan limbah kotoran ternak dan pemanafaatannya, para peternak di desa biasanya membakar limbah kotoran tersebut. Dan jangan tanya bagaimana bau dari kotoran hewan tersebut saat dibakar. Selain baunya yang tidak dapat ditoleransi, kandungan gas yang terdapat pada kotoran ternak tersebut bisa membahayakan kesehatan manusia. Terlebih jika membakar kotoran tersebut di pagi hari, tamatlah udara yang seharusnya segar dan bersih.

Padahal, jika mau sedikit berusaha, limbah kotoran ternak tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan bisa dijual. Atau berikan pada petani-petani yang membutuhkan. Hal tersebut biasa dilakukan oleh ayah saya sendiri. Ketika kotoran kambing sudah menumpuk banyak dan mengering maka akan diberikan pada petani buah naga atau siapa pun yang membutuhkan.

Membakar tanaman jagung bekas panen dan debu hasil penggilingan padi atau kedelai

Polusi yang satu ini mungkin bisa sedikit ditoleransi, karena para petani memang tidak ada pilihan lain. Limbah tanaman jagung bekas panen yang dibakar sungguh sangat menjengkelkan. Meskipun jarak rumah saya dari sawah juga tidak terlalu dekat, tapi limbah hasil pembakaran ini bisa beterbangan cukup jauh, hingga mengotori lingkungan sekitar bahkan bisa masuk rumah.Saya tidak membayangkan bagaimana keadaan rumah yang sangat dekat bahkan berdampingan dengan tempat pembakaran limbah tersebut.

Selain itu, sumber polusi yang lain bisa berasal dari debu-debu hasil penggilingan padi atau kedelai. Meskipun debu ini tidak beterbangan cukup jauh seperti limbah tanaman jagung tadi, tapi debu ini cukup membahayakan jika dihirup secara langsung, yaitu bisa mengakibatkan batuk-batuk. Jika terkena kontak mata, akan membuat mata menjadi merah karena iritasi. Untungnya polusi-polusi ini terjadi hanya saat musim panen tiba, selebihnya kita bisa lebih leluasa menikmati udara bersih di daerah persawahan.

Agaknya, kita harus segera meninggalkan kepercayaan desa bebas polusi yang kelewat lama kita pegang. Hadapi kenyataan, bahwa desa sebenarnya tak ada bedanya dengan kota, perkara menghadapi sampah. Sama-sama gagap, sama-sama tak tanggap.

Penulis: Elisa Erni
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Hal yang Bikin Saya Nggak Betah Tinggal di Desa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 15 Februari 2024 oleh

Tags: Desadesa bebas polusikotoran hewan ternakpolusiSampah
Elisa Erni

Elisa Erni

Penulis puisi, esai, dan apapun.

ArtikelTerkait

KKN itu Pengabdian Masyarakat, Bukan Menjilat Kelurahan (Unsplash) mahasiswa KKN, KKN di kota

Tolok Ukur Keberhasilan KKN Itu Bukan pada Jumlah Proker yang Berhasil, tapi Mahasiswa dan Desa Bisa Saling Belajar!

31 Maret 2024
lirik kuncung didi kempot masa kecil anak jawa miskin desa mojok

Kuncung, Lagu Didi Kempot yang Mendeskripsikan Kemiskinan dengan Begitu Mewah

7 Mei 2020
Rokok Luffman: Rokok Ilegal yang Katanya Mirip Marlboro Merah, Aslinya Bikin Muntah merek rokok ilegal

Rokok Luffman: Rokok Ilegal yang Katanya Mirip Marlboro Merah, Aslinya Bikin Muntah

9 April 2023
Adakah Dana Istimewa untuk Sampah yang Tidak Istimewa? TPST Piyungan, ASEAN Tourism Forum, Jogja krisis sampah di jogja bantargebang

Buat Piyungan, kalo Mau Jadi Wisata Gunung Pertama di Dunia, Lewati Dulu Bantargebang

16 Agustus 2023
5 Hal yang Bikin Sedih Pindah dari Magelang ke Cilacap bekasi

Bekasi Boleh Lebih Modern, tapi Cilacap Jelas Jauh Lebih Nyaman, Lebih Bercahaya, Bolo!

7 Februari 2024
Bagi-bagi Hampers Lebaran Bukan Budaya Kami Orang Desa. Budaya Kami Adalah Munjung mojok.co

Bagi-bagi Hampers Lebaran Bukan Budaya Kami. Budaya Kami Adalah Bagi-bagi Munjung

11 April 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.