Rumah kalian sudah didatangi petugas sensus Regsosek? Memang sudah berlalu sih waktu pendataannya, terakhir pendataan pada 14 November 2022 lalu, tapi coba ingat-ingat, sudah pernah ketemu petugas sensus ini?
“Ini datanya buat apa, ya? Jangan-jalan mau dijual lagi datanya?!”
Eh, sebentar, kalau kalian sampai ada yang kepikiran kayak gitu, izinkan saya menjelaskan sedikit soal program ini. Jadi, saya adalah salah seorang petugas lapangan Regsosek. Aduh, susah ya namanya. Regsosek ini kepanjangan dari registrasi sosial ekonomi. Dikutip dari laman bps.go.id, pendataan Regsosek adalah pengumpulan data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan. Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa kegiatan sensus ini salah satu tujuannya agar bantuan pemerintah tepat sasaran dan ada pembaruan data ekonomi masyarakat.
Tapi tujuan saya menulis ini bukan untuk ngomongin A-Z program sensusnya, melainkan pengalaman saya saat menjadi petugas sensus Regsosek. Lebih khusus lagi penderitaan alias hal-hal nggak enak yang saya alami sewaktu menjadi petugas sensus, sih.
Jadi gini, saya sudah mendata kurang lebih 350 KK selama program Regsosek ini berlangsung. Sudah tahu ya kalau kegiatan pendataan tersebut dilakukan dengan cara door to door. Saya bertamu ke ratusan rumah dan bertemu dengan banyak orang dari latar sosial beragam, mulai dari masyarakat yang tergolong miskin hingga masyarakat yang masuk dalam kategori menengah sampai kaya.
Tempo hari saya mendata salah satu rumah yang masuk dalam kategori kaya dengan dua mobil terparkir di halaman rumahnya. Saya pun datang dan memperkenalkan diri seperti biasa serta menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan. Kebetulan waktu itu saya dipersilakan masuk dengan ramah oleh ibu pemilik rumah.
Ketika saya meminta KK untuk menuliskan nomor KK, tiba-tiba suaminya keluar dari dalam rumah dan menanyakan kenapa saya minta nomor KK mereka. Saya pun menjelaskan panjang lebar, eh terus si bapak itu tiba-tiba menolak dengan tegas untuk memberikan nomor KK dong dengan alasan tahun depan sudah masuk tahun politik. Blio takut identitasnya disalahgunakan. “Ngapain minta-minta identitas? Kan data kami sudah ada di pemerintah. Buat apa ada e-KTP? Nanti data kami dijual lagi!” begitu kira-kira marah si bapak.
Ha mbok bayangkan. Saya yang cuma seorang petugas sensus lapangan dengan gaji nggak seberapa dan kondisi badan yang sudah capek seharian muter-muter dari satu rumah ke rumah lain, eh kena semprot begitu. Apa nggak tambah mumet?
Baca halaman selanjutnya
Saya pernah mendatangi rumah yang penghuninya bekerja sebagai customer service…